1.

8 1 0
                                    

Nine mengerang kesal ketika melihat sesosok pria yang duduk tepat di hadapannya saat ini. Dan ia lebih kesal lagi karena mengapa orang tua Nine bisa menyambut hangat kedatangannya yang sama sekali tak pernah Nine harapkan.

Lelaki itu tersenyum gembira saat melihat Nine. Dan gadis itu makin kesal dibuatnya.

"Senyum dong sama mas One. Kamu kenapa siih Nine? mukanya kok ditekuk begitu?" Tegur Eight. Kakak perempuan Nine, yang seolah tak punya dosa saat mengeluarkan kalimat itu dari mulutnya. Mata Nine mendelik tajam ketika Eight hanya membalasnya dengan cekikikan.

'Sialan'

Nine hanya bisa mengumpat dari dalam hati. Andai saja di ruangan ini tidak ada orang tua Nine, maupun orang tua dari One. Niscaya gadis itu akan memaki-maki One yang nekat melamarnya, berikut memaki Eight yang hari ini sama sekali tidak ada di pihak Nine. Padahal Eight tahu! Sangat tahu! Betapa sakitnya Nine beberapa waktu lalu ketika berjuang untuk bisa pergi  dan melupakan si brengsek itu.

"One, kayaknya Nine marah sama kamu karena telat ngelamarnya hehe, ya kan?"
Kali ini ibu dari One yang berbicara. Nine kini hanya bisa pasrah walaupun hatinya makin meronta-ronta tidak terima. Ia pada akhirnya hanya memaksakan diri untuk tersenyum karena memaki-maki orang yang jauh lebih tua seperti ibunya One itu dosa.

"Begitulah bu, anak gadis suka malu-malu kalau ketemu pujaan hatinya, itu sekarang baru berani senyum, " Sekarang terdengar suara mama menimpali. 

"Tamat sudah hidupku..." Bisik hati Nine lesu. Lagipula bagaimana tidak lesu? hidup Nine sudah pahit hingga saat ini. Dan kenyataan yang harus diterima oleh Nine saat ini, justru lebih pahit lagi. Orang-orang mungkin berpikir bahwa dilamar oleh seseorang yang pernah kita cintai adalah sesuatu yang seharusnya menggembirakan hati. Tetapi dalam kasus ini, One bahkan bukan sosok yang Nine harapkan. Walaupun pernah mencintai pria itu, Nine juga pernah berjanji bahwa ia tidak akan menjalin hubungan dengan satupun lelaki lagi. Aneh?

Tentu tidak aneh. Jika saja ada satu orang di dunia ini yang mampu memahami kondisi Nine. Nine masih mengalami trauma parah. Trauma terhadap hubungan percintaan, dan... pernikahan. Trauma yang selama ini masih ia pendam, dan rasanya sangat tidak mungkin disembuhkan. Dan hari ini, sepertinya akan menjadi gerbang bagi Nine untuk menambah rasa traumanya semakin besar lagi. Ia sudah dilamar. Cincin sudah melingkar di jari manis One dan dirinya. Nine sudah terikat tanpa perlawanan, hatinya terasa teriris-iris menyaksikan kenyataan ini.  Walaupun bisa-bisa saja jika Nine ingin melawan dan menolak dengan kasar kedatangan One dengan keluarganya itu sejak tadi,  tetapi Nine menahan itu semua sejak matanya mejatuhkan  pandangan ke arah wajah Mama yang terlihat sumringah pada hari ini. Nine tidak ingin menghilangkan wajah itu dan menggantikannya dengan wajah menahan malu dan sedih jika Nine melawan. Air mata sudah siap di pelupuk matanya, dan dalam sekali kedipan genangan air mata itu meluncur di pipi mulusnya.

"Loh kok, Nine? kenapa menangis?" Mama menghampiri Nine dengan rawut khawatir dan mengambilkan tisu lalu menghapus air mata Nine dengan hati-hati.

 'Nah kan..'  Bisik hati Nine, baru melihat Nine menangis saja mama sudah panik seperti itu. 

Pandangan Nine teredar ke seluruh ruangan saat semua menatap Nine dengan pandangan heran. Gadis itu paham situasi dan dengan segera menarik senyum demi menipu semua orang di ruangan itu. Lalu setelah menarik napas dalam ia mengarahkan senyuman palsunya tepat ke arah One dan mengatakan hal paling dusta yang pernah keluar dari mulutnya.

"Ini air mata bahagia. Aku terharu akhirnya kamu datang"

Semua orang di ruangan itu kembali tertawa selepas mendengar Nine mengatakannya kecuali One yang tersenyum simpul dengan wajah yang tidak bisa diartikan oleh Nine. Sepertinya One tahu kata-kata sebelumnya adalah kebohongan. Tetapi kan walaupun tahu One juga tidak mau peduli. Keinginan One sudah terwujud hari ini. Lebih tepatnya One sudah menang di atas penderitaan Nine. Dan menyadari hal tersebut makin membuat dada Nine sakit. Perih. Rasanya seperti luka lama yang terbuka lagi dan dibiarkan begitu saja. Air matanya kini menggenang lagi di pelupuk mata. Tak ingin menangis kedua kalinya di hadapan semua orang, Nine buru-buru pamit ke toilet.

Sesampainya di sana, Nine menyalakan keran untuk menyembunyikan suara isak tangisnya. Matanya buram dipenuhi gelimang air mata, yang kemudian turut mengalirkan kenangan-kenangan pahit yang terpendam saat bersama One. 

1 Tahun lalu

"Aku bakalan cari perempuan itu!" Ancam Nine tak main-main. 

"Jangan! Dia enggak ada salah apa-apa!" One membalas dengan nada membentak.

Nine terkesiap. Ini pertama kalinya One membentaknya! Pertama kali! dan demi perempuan lain!

"Enggak ada salah apa-apa kata kamu? ngajakin kamu ketemu? saat dia bahkan tahu kamu sudah sama aku! dia enggak salah?" Teriak Nine. Ia seakan hampir kehilangan akal sehatnya.

"Iya! Dia enggak salah!" One masih berkeras sembari menahan tangan mungil Nine yang walaupun mungil begitu mungkin saja akan melayangkan benda-benda di sekitarnya untuk kemudian didaratkan pada One sebagai sasaran. Ia tidak ingin terkena pecahan kaca lagi seperti beberapa menit lalu.

"Arrggghhhh!! Lepasin aku! Kamu brengsek! Egois! Tukang selingkuh! Aku enggak mau kenal sama kamu lagi, lepasin enggak!" Nine meronta-ronta tak karuan. Rasa sakit di kedua pergelangan tangannya akibat cengkeraman One bercampur dengan rasa sakit di dadanya.  Tak kuat menahan sakit yang ada, Nine mengumpulkan sisa-sisa tenaganya menendang kaki One tepat di tulang kering. Seketika lelaki itu menjerit kesakitan namun tidak membuat One melepaskan cengkeraman tangannya. Malah semakin kuat dan Nine berteriak kesakitan sambil terus memberontak, dan...

Bukk

Sebuah bogem mentah mendarat di wajah Nine.

One Memukulnya.

"Kita enggak akan pisah! Ini semua salah kamu! Siapa suruh kamu yang mulai perkenalan kita! berurusan dengan aku enggak akan ada kata selesainya! Apapun yang aku lakukan enggak akan bisa buat kamu lepas dari aku! Paham?!" One berteriak di telinga Nine keras-keras. Nine memejamkan mata. Tak ingin melihat wajah One yang kini ia sangat benci.

"Kamu denger enggak! Lihat aku! Cepat!" One semakin emosi dan Nine lebih tak perduli dan terus memejamkan matanya yang terus mengalirkan air mata. One kehabisan rasa sabar dan menusuk mata Nine dengan dua jarinya. Nine yang malang lagi-lagi berteriak kesakitan.

"Makanya kalau aku ngomong itu dengar!" Bentak One lagi. Nine tak bisa berkata apa-apa lagi lidahnya kelu. Hanya batinnya yang terus-menerus berteriak.

"Padahal yang selingkuh kamu! padahal yang buat kesalahan kamu dan perempuan itu tapi aku yang menjadi korban kamu malam ini!" oh...andai Nine bisa meneriakkan itu dari mulutnya. tetapi tak bisa. Rentetan rasa sakit mulai menjalar sampai ke seluruh sendi-sendinya. One baru saja menyiksanya seperti itu. One melanggar apa yang dahulu ia janjikan; bahwa ia takkan pernah menyakiti Nine dan berjanji akan menjadi satu-satunya laki-laki yang menjaga Nine. Karena One tahu, seumur hidup Nine bahkan tidak menemukan sosok laki-laki yang menjaganya bahkan ayah Nine sendiri. Tetapi One justru sama seperti mereka. Bahkan lebih parah.

Nine terkulai lemas dan menangis sesenggukan, One yang menyadari itu melepaskan tangan Nine dan membuka gespernya lalu menarik rambut Nine dan menyeretnya ke atas dipan dengan kasar.

"Kau harus diberi pelajaran"




Bersambung

"


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Boneka Kesayangan TuhanWhere stories live. Discover now