Tujuh, Akhirnya

817 72 15
                                    

"Rara yang cantik, sudah pagi, waktunya bangun." Ucap Abibah sambil membuka selimut yang menutupi tubuh Rara. Hanya gulatan kecil yang diberikan gadis kecil itu. Abibah hanya bisa menggeleng melihat tingkahnya. Kemudian, ia sengaja melipat selimut diatas ranjang agar bocah itu merasa terganggu. Hasilnya?

Hanya erangan pelan yang diucapkan bocah itu.

"Rara.. kalau kamu masih ngga mau bangun, lebih baik Mama pulang aja deh." Ucap Abibah pura-pura merajuk pada bocah itu.

"Satu..." Masih belum berefek sama sekali,

"Dua..." Masih sama,

"Hmmm... Oke Mama pergi ya,"

"Ti......"

Dengan sigap tubuh kecil itu bangun dan langsung memeluk tubuh Abibah.

"Jangan pergi, Ma"

Abibah menjajarkan dirinya dengan Rara, kemudian dicubit pelan hidung mancung bocah itu dengan gemas.

"Besok, kalau kamu dibangunkan nya masih kayak tadi. Aku ngga mau ketemu sama kamu lagi. Hem," Abibah memalingkan wajahnya,

"Iya Mama, Rara janji deh ngga akan kayak tadi lagi." Bujukan Rara sambil memegang wajah Abibah. Dan bocah itu mengedip-ngedipkan kedua matanya.

Tawa Abibah pecah melihat tingkah bocah didepannya itu.

"Udah yuk, sekarang kamu cuci muka. Terus kita sarapan, udah ditunggu Eyang sama Ayah." Rara mengangguk pertanda setuju.

Abibah membawa Rara ke toilet, membantu bocah itu membersihkan muka.

**

"Pagi Ayah, pagi Eyang kung, pagi Eyang ti." Ucap Rara dengan senang sambil menciumi pipi pada nama-nama yang ia sebutkan, tadi. Dan berakhir mengambil kursi disebelah Ayahnya.

Senyuman yang tak henti Rara berikan pagi ini membuat Mery dan Ihsan mengucapkan syukur dalam hati mereka. Cucu yang mereka besarkan selama lima tahun akhirnya bisa merasakan memiliki Ibu kandung, walaupun Abibah memang bukan Ibu kandung sebenarnya.

Kalau bicara Ibu kandungnya Rara. Membuat siapapun akan berubah menjadi haru. Sifat dan perilaku Abibah sangat mirip dengan Syifa. Hanya penampilan yang berbeda dari keduanya.

Iya, Syifa adalah Ibu kandungnya Rara, Istri sahnya Jefri Lusaka, dan menantunya Ihsan dan Mery. Rada miris memang jika mengingat nama Syifa di keluarga ini.

Walaupun sudah tiada hampir menginjak tahun ke lima kepergian mendiang istrinya, tetap saja, Bapak satu anak itu masih belum bisa merelakan kepergian Syifa, alias move on.

Sifat dingin dan ketidak pedulian nya menghilang sejak wanita itu pergi. Dan mengakibatkan pada putrinya sendiri.

Mungkin kejadian semalam membuat Jefri berfikir, untuk memberikan kesenangan pada putrinya itu. Atau hanya alibi, agar bisa mendapat maaf dari putrinya saja? Huh! Tak taulah bikin pusing aja.

Sarapan berjalan dengan normal, hanya ada suara dentuman sendok yang mengisi ruangan ini. Setelah selesai, Abibah membantu Mbok Nah dan Ummi membawa piring kotor ke tempat pencucian.

"Jangan Non, biar mbok aja yang cuci." Larang mbok Nah merebut spon yang sedang dipegang Abibah.

"Udah Mbok, ngga apa-apa. Ini kan bekas aku juga. Sini biar aku aja. Mbok duduk aja disitu. Hihiii" ucapan Abibah terkekeh setelah berhasil merebut spon itu kembali.
Dan ia menunjukkan kursi yang ada didekatnya.

"Dasar cah ngeyel," jawaban yang diberikan Mbok Nah membuat Abibah dan Bu Mery tertawa.

"Nanti kalau kaki si Mbok kesemutan gimana? Ngga biasa diem soalnya Non, Bu."

"Ya,, si Mbok berdiri lagi. Kalau kesemutan lagi ya duduk lagi." Balasan yang diberikan Bu Mery yang sedang asik menata kue-kue kering berwadah toples warna warni.

"Ibu teh bisa aja. Hehehe..." Jawab Mbok Nah dengan kekehan, membuat tawa Abibah dan Bu Mery kembali pecah.

Mery kadang suka bingung pada ART nya itu, kadang ngomongnya bahasa Jawa kadang juga bahasa Sunda. Sebenarnya Mbok Nah itu aslinya orang Sumatera.

Cukup sekian dan terimakasih!

🖤🖤🖤

Vote N Comment dibawah ini

👇👇👇👇👇

Kalau ngga rame, aku ngga update lagi nih,

Aku ngambek nih😒


WidowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang