Kakak Sayang

18 1 0
                                    


Happy reading

***

Sringg

Bola kembali masuk kedalam ring. Seseorang berteriak kemenangan. Ia kembali mengambil bola dan mendriblenya.

"Re"

"Regia!"

Panggilan tersebut membuatku tersadar dari lamunanku. "Oh hai kak." Seruku tergagap.

"Hai- hai apaan? Kamu melamun lagi." Kak rai, kakak kandungku duduk di sebelahku dan meminum air mineralnya.

"Ada apa denganmu re? Kamu ada masalah disekolah?" Tanya kak rai padaku. Aku menggeleng menjawabnya. Ia menatapku intens.

"Kakak tau kamu berbohong, re." Kak rai satu- satunya orang yang memanggilku dengan nama belakangku. Ah bukan, dulu seluruh keluargaku memanggilku begitu. Tapi kini hanya dia satu- satunya yang tersisa.

Aku merengut menatap kak rai. Aku hanya diam tidak menjawab dengan alasan malas ngomong.

"Adek manis, jangan mengabaikan kakakmu." Kak rai mencubit pipiku. Seakan tau aku akan melakukan apa ia lansung berdiri dan menjauh dariku.

"Au, ck sakit!" Aku melempar bola padanya.

Ia menangkapnya dan memasukkannya ke dalam ring. Kesalahannya bola itu tidak masuk. "Wee gak masuk. Bagaimana sih mantan kapten." Aku mengejeknya dan berdiri. Kak rai pernah menjadi kapten putra saat bersekolah di SMAku sekarang.

Ia mendengus dan mengambil bola lalu melemparkannya padaku. "Kakak mau lihat, gimana perkembangan tanganmu." Aku mengangkat daguku, berlagak sedikit sombong. "Baik."

Aku memposisikan sedikit jauh dari tengah lapangan. Ini selalu bisa aku lakukan bahkan disaat aku tidak menyadarinya. Aku melemparkannya dan bola melambung dengan indahnya.

Sringg

Aku membalikkan badanku menatap kak rai. "Seperti biasa bukan?" Ujarku menyilangkan tangan di depan dada.

Kak rai dengan ekspresi seakan berpikir dengan tangan di letakkan di bawah dagu. "Yahh memang seperti biasa." Aku tersenyum menyerigai.

"Seperti biasa yang tidak ada perkembangannya." Wajahku merengut. Kak rai menyerigai puas membalas ejekanku tadi.

Tapi memang benar. Tidak ada yang bisa dilakukan seorang regia dalam bermain basket kecuali melempar bola ke dalam ring. "Yah memang hanya itu kelebihanku kan." Ujarku memberi pernyataan.

"Untuk menjadi seorang pemain basket. Yang diperlukan bukan hanya bisa memasukkan bola, re. Kamu bahkan tidak bisa mendrible bola dengan baik."

"Hei jika mendrible saja semua orang pasti bisa." Bantahku mengerucutkan bibirku kesal.

"Yah maksud kakak, bahkan dengan mata tertutup saja kakak dengan mudah bisa merebut bola darimu." Ujar kak rai.

"Bagaimana kamu bisa menjadi pemain basket yang hebat dan menjadi penerus kakak di sekolahmu itu? Atau jika bisa menjadi kapten basket putri." Kakak memang benar. Seluruh keluargaku memang pemain basket bahkan kakek sampai kakek buyutku bersekolah di tempatku sekarang dan semuanya menjadi pemain basket terkenal yang telah membawa nama baik sekolah, bahkan pernah menjadi pemain internasional. Ibuku saja juga suka bermain basket dan pertemuan pertama dengan ayahku juga karna basket saat pertandingan.

Hanya saja aku sedikit berbeda. Aku mempunyai tangan yang sangat spesial sebagaimana yang di ketahui keluargaku saja. Tapi untuk teknik bermain aku tidak bisa dan tubuhku kadang mudah lelah.

Aku melangkah kesal menuju pintu keluar dari lapangan basket milik keluarga ini. Sampai di pintu aku membalikkan badan menatap kakakku dari kejauhan.

Because Of BasketballTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang