Prolog

36 1 0
                                    


Happy reading

***

Mataku berbinar saat bola itu di sambut dengan baik oleh anak laki- laki itu. Aku mendekatinya.

"Hai!" Sapaku padanya. Aku mengulurkan tanganku mengajaknya berkenalan. "Bolehkah aku berkenalan denganmu?" Tanyaku seraya tersenyum.

Ia hanya menatap tanganku dengan tatapan dinginnya. Seakan tidak peduli. Ia kembali memainkan bola tersebut. Tapi berkali- kali ia mencoba melemparkanya ke dalam ring, berkali- kali juga bola itu tidak masuk.

Aku sering memperhatikan ia bermain di lapangan kecil ini. Setiap kali bola itu melantun, hatiku seolah terhibur karnanya. Hari ini aku sengaja kembali datang hanya untuk memperhatikan ia melempar bola yang kadang- kadang masuk lalu ia terlihat senang, dan kadang melantun ke tempat lain kemudian ia menggeram kesal.

Ia terlihat sangat menggemaskan dalam pandanganku, walaupun aku berpikir mungkin kami seumuran. Dengan ukuran tinggi badan yang sangat kontras jika dibandingkan dengan tiang ring yang tinggi, ia melakukan gerakan itu berulang- ulang. Walaupun aku tau itu tidak bisa dijadikan alasan. Aku mendapatkan kesempatan saat bola itu malah melantun ke arahku. Aku mengambilnya dan tidak akan menyia- nyiakan untuk berkenalan dengannya.

Melihat ia yang mengabaikanku, aku bertekat tidak akan menyerah. "Aku bisa mengajarimu." Ujarku lagi saat bola belum juga masuk ke dalam ring. Ia hanya mendengus tidak tertarik akan ucapanku.

Ia kembali bermain sendiri seolah aku tidak ada disini. "Bolehkah aku mencobanya?" Tanyaku lagi. Ia tetap tidak peduli.

"Kamu tidak akan bisa bermain dengan emosi seperti itu." Ia melempar bola itu dengan kesal dan malah kembali melantun mengenai kepalanya.

Ia tampak meringis. Melihatnya seperti itu aku mendekatinya. "Kau tidak apa- apa?" Tanyaku khawatir.

Ia memalingkan wajahnya dariku, dan kembali mendrible bola. Ekspresi dingin yang aku dapatkan belum juga membuatku menyerah. Ia mencoba melempar bola ke dalam ring, dan malah berputar- putar lalu jatuh keluar.

"Aku 100% percaya basket tidak akan pernah berhasil dimainkan oleh seseorang sepertimu." Ia menghentikan permainannya, sepertinya ucapanku mengenainya.

"Basket hanya bisa dimainkan oleh orang dengan hati yang tenang dan fokus. Pemain akan menikmati setiap gerakan, dan dengan teknik bermain yang diketahuinya ia akan mudah menguasai bola. Bukan bola yang akan bekerja sama dengan ring, tapi kita yang harus mengontrol bola menuju ring. Jika dirimu masih mengedepankan amarahmu, maka lanjutkan saja permainan sia- siamu." Lanjutku menatapnya. Ia menatap kosong bola yang dipegangnya seakan meresapi apa yang baru saja kukatakan, sepertinya ini akan berhasil.

"Memangnya apa yang bisa dilakukan orang sepertimu yang hanya banyak bicara saja?" Serunya kencang dan melemparkan bola padaku.

Lambungan yang mendadak tersebut masih dapat aku tangkap. Lalu ia berjalan menjauh dariku seperti akan kembali pulang. Aku menyerigai menatap punggungnya. Sebelum ia semakin menjauh, aku segera memposisikan tubuhku menghadap ring dengan kedua tangan dan jarak yang sedikit jauh dari tengah lapangan aku melambungkan bola tersebut.

Sringg

Bola terjatuh dari dalam ring dan mengelinding ke arah kakinya. Ia yang telah membalikkan badan dan berhenti berjalan menatapku seakan tidak percaya apa yang dilihatnya seolah bertanya bagaimana aku dengan mudahnya bisa memasukkan bola? Aku menyerigai senang.

Melihatnya masih berdiri di tempat. Aku mendekatinya dan mengulang pertanyaanku.

"Hai, bolehkah aku berkenalan denganmu?" Tanyaku tak lupa dengan senyum terbaikku.

Ia mengangguk pelan.

***

Thanks for reading.

Part pendek ini hanya untuk prolog. Tunggu kelanjutannya ya!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Because Of BasketballTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang