17. Kabar Dari Melbourne

25.2K 2.8K 93
                                    

"Ta .... "

Ya ampun, pagi-pagi gini telingaku udah sakit banget gara-gara Sashi teriak sambil lari-lari ke arah kubikelku. Padahal ini anak baru dateng. Belum juga sapa-sapa yang lain.

"Apa sih, Sas?"

"Rakha, udah pulang semalam."

What? Ini dia berita yang kutunggu-tunggu. Kulihat Mas Bagas, Alan, dan Disty udah pasang kuping baik-baik. Ih, dasar ya.

"Terus?"

"Rekha udah bilang soal lo, katanya Rakha minta kontak lo."

Serius???? Aduh, prospek bagus gak boleh disia-siain.

"Lo kasih gak?"

"Iya lah, prospek cerah. Tenang gue teman yang baik."

"Siapa Rakha, Sas?" Tiba-tiba Alan datang dan ikut nimbrung di kubikelku. Gak ketinggalan si Disty juga, cuma Mas Bagas aja yang stay cool duduk di tempatnya.

"Sepupu gue."

"Anak mana? Mau ngapain minta kontak Aretta?"

"Eh, siapa lo. Gaya banget kayak bokapnya Aretta aja."

"Cakep emang, Sas?" Gantian Disty ikut bertanya.

"Lo liat juga klepek-klepek."

"Tapi Sas, gue gak seratus persen yakin sama Rakha. Apalagi waktu itu Rekha bilang kalau Rakha mana mau ngurusin hal remeh kayak gini."

Ini aku serius, lho. Aku nggak mau nantinya berharap jauh sama si Rakha itu tapi malah dianya gak peduli sama sekali.

"Ta, Rakha balik kalau bukan buat nyari bini, buat apa?" jawab Sashi gemas, "pokoknya lo percaya diri aja."

"Yah, kalau lo beneran mau ketemu sama si Rakha - Rakha itu, gue cuma bisa bilang hati-hati," ucap Alan dengan tampang melasnya itu.

Tiba-tiba Disty menyambar sambil menepuk punggungnya. "Lo kira Aretta mau nyebrang kudu hati-hati."

"Ya, pokoknya hati-hati ketika hati ingin memilih hati yang lain supaya hati benar-benar menemukan hati sebenarnya yang dicari."

BODO AMAT.

***


Jadi setelah tadi pagi Sashi bilang ke aku kalau si Rakha minta kontakku, selang beberapa jam tepat jam makan siang sih, si Rakha ngehubungi aku. Kurang kebih begini.

Rakha
Ini Aretta? Sy Rakha sdrnya Sashi

Me
Iya, oh ini Rakha yg di melbourne ya

Rakha
Minggu ktemu bs?

Me
Bisa

Rakha
Nnti sy krm almtnya

Ya kayak gitu. Kalau diliat sih, si Rakha ini jaim banget ya. Irit ngomong gitu, tapi ya aku kan belum pernah ketemu langsung jadi gak masalah ini.

"Ta, gak turun?"

Aduh, ini si Tama bikin kaget aja deh. Orang lagi ngelamun tiba-tiba dikagetin. Untung gak serangan jantung.

"Lah, lo sendiri kenapa masih di sini?"

"Tadi kan gue diajak papi meeting baru kelar."

"Oh, iya."

"By the way, Ta, tadi gue denger lo mau ketemu sama sodaranya Sashi, ya?"

"Iya, Tam."

"Gue doain yang terbaik deh buat lo, Ta. Semoga yang ini nggak kayak yang kemarin."

"Iya makasih, Tam."

"Jangan buru-buru ambil keputusan. Jalanin dulu, lihat dulu orangnya kayak apa, supaya yang udah-udah gak keulang lagi."

Memang benar yang dibilang Tama, aku gak boleh gegabah langsung memutuskan seperti apa. Mau hidup enak kedepannya aja harus kerja keras, masa mau nyari pendamping hidup sampai akhir hayat sembarangan milih.

***

"Buat Mas Bagas apa harapan lo di hari paling spesial ini?"

Yap, sore ini kami lagi merayakan ulang tahun Mas Bagas sebagai sesepuh di divisi ini. Jadi, sebagai junior-junior yang paling baik, kami mengadakan acara kecil-kecilan di salah satu restoran dekat kantor.

"Ta, arah jam sembilan."

Disty berseru ke arahku. Lalu, aku langsung menengok sesuai aba-abanya. Namun, yang kudapati hanya seorang laki-laki bertopi hitam sedang duduk sambil menyesap secangkir kopi atau mungkin teh.

"Kenapa?"

"Dia ngeliatin lo terus dari tadi."

Hah? Kok serem sih.

"Lo diam aja, biar terus gue yang liat. Si Alan juga tadi udah gue kasih tau. Lo jangan panik."

Oke, oke. Aku diam saja. Kiranya memang orang ini mencurigakan setidaknya ada Disty dan Alan yang bisa menolongku.

Sambil terus mendengarkan candaan dari teman-temanku ini, sering kali Disty menyuruhku untuk menengok tujuannya untuk memberitau kalau aku tau sedang diperhatikan orang itu.

"Ta, pindah tempat. Lo di sana dekat Davienna aja."

Sip, aku nurut banget kali ini. Deg-degan, Mak.

Kukira saat aku pindah tempat, orang itu akan berhenti memperhatikanku. Nyatanya, dia malah ikut berpindah supaya tambah leluasa melihatku.

"Gila, gue samperin juga lama-lama."

Alan bangkit berdiri, tapi keburu ditahan Mas Bagas. Diikuti tatapan dari teman-teman yang lain.

"Kenapa, Lan?"

"Cowok pake topi hitam itu ngeliatin Aretta terus, Mas."

Kompak semua temanku menengok ke arah cowok tadi dan dia justru kabur, mungkin karena tau kalau dirinya sudah ketahuan oleh kami semua.

"Wah, gak beres. Gue curiga, jangan-jangan ada kaitannya sama Lukas," ujar Mas Bagas yang bikin aku jadi makin deg-degan.

"Gue kejar aja atau gimana, Mas?"

"Jangan dulu. Baru kali ini kan lo semua ngeliatnya? Nah, kalau besok-besok kejadian lagi, baru kita kejar."

Gusti, sebenarnya ini ada apa? Apa iya ini ada hubungannya dengan Lukas atau bahkan Rahajeng? Aku cuma mau hidup enak aja kok susah?

***

Holaa, I'm back. Sorry update lama banget ya karena sudah mulai sibuk dengan rutinitas duniawi. Hehe. Btw, sorry juga nih kalau ada typo. Karena gak direvisi lagi.

Sama aku mau ucapin terima kasih banyak atas antusias kalian semua. Love you, genks.

08:20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang