»»PROLOG««
Malam itu. Hujan dihari itu adalah saksi bisu hancurnya keluargaku. Aku pikir malam itu sebaiknya aku dibiarkan mati saja, seharusnya Jimin hyung tak perlu datang dan repot-repot menyelamatkan aku jika harus dengan cara yang seperti itu, aku membencinya. Terdengar kasar memang, lain dengan berterimakasih tapi aku malah mulai menyalahkannya sejak hari itu. Ditambah dengan kenyataan jika hanya aku yang mengingat jelas kejadian mengerikan itu, Jimin hyung tidak mengingatnya, ayahku? Dia juga tidak mengingatnya, ia malah berakhir dalam ketidakwarasannya dan aku amat sangat membencinya melebihi benciku pada Jimin hyung yang masih bisa ku tahan, karena ini semua berawal dari kesalahan ayahku. Bagaimana dengan kakak kedua ku? Taehyungie hyung adalah yang paling beruntung, ia tidak akan mengingat apapun karena dirinya tak ada disana malam itu, ia tidak akan merasakan sakit seperti yang aku rasakan, terkecuali dengan persoalan harus menerima kenyataan pahit jika keluarga ini sudah hancur tidak sebahagia dan setenang dulu.
Setiap hari, jam dan detik yang aku lalui terasa sama, tidak ada saat dimana aku merasakan ketenangan dan tidak ada saat aku tidak merasakan sakit lagi. Semua lolucon yang kedua hyung ku keluarkan lewat begitu saja, hanya sedikit kemungkinan itu dapat meperbaiki mood ku, aku hanya perlu berpura-pura baik-baik saja dengan menaikan kedua sudut bibir ku atau menunjukan deretan gigi ku untuk membuat Jimin hyung juga Taehyungie hyung berhenti menghiburku.
Jeon Jungkook itu egois, memang. Terlalu serakah, dalam artian bukan serakah dalam kebahagian tapi sebaliknya. Aku tidak ingin membagi masalahku untuk hyung-hyung ku karena itu malah akan semakin memperburuk keadaan, pikirku. Aku memang seperti itu, selalu mebiarkan diriku sendiri jatuh pada titik terpuruku. Saat kedua hyung ku atau orang lain memandang aku lemah dan berusaha menghawatirkan ku dengan mengulurkan tangannya untuk ku aku malah membencinya, saat itu terjadi entah kenapa aku malah semakin terjatuh lebih dalam lagi.
Setiap kali aku tertidur dan terbangun dengan menemukan kenyataan bahwa diriku masih bernapas didunia ini itu rasanya sangat menyesakan, bagaimana dengan mengakhiri hidupku sendiri? Dengan opsi menggantung diri, lompat dari gedung tinggi atau terjun ke sungai han? Percayalah membunuh diri sendiri tak semudah itu, berkali-kali pun aku mencoba tetap tidak berhasil, bayangan kedua hyung ku, orang tua ku dan orang-orang terdekatku lah yang menghentikannya.
Keluar masuk rumah rehabilitasi sudah terlalu biasa untukku, sampai pada suatu keadaan terburuku saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, berkat aksi perkelahianku yang tidak wajar aku harus rela membuang satu tahun ku untuk mendekam di rumah itu, rumah yang semua orang katakan sangat cocok untuk seseorang yang berkepribadian aneh seperti ku. Jimin hyung bilang kepribdiaku tidak aneh tapi hanya perlu sedikit diperbaiki —katanya, tapi aku tahu hyung berbohong, saat aku dewasa aku mengetahui semuanya, sikap ku yang seperti ini perlu perbaikan besar dan aku sama sekali tak bisa mengendalikan diriku sendiri pada saat-saat tertentu, hingga aku mengetahui alasan dan sebab diriku seperti ini berkaitan dengan insiden terbunuhnya eomma ku juga karena Jimin hyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M FINE (but save me)
FanfictionSelalu berkata baik-baik saja padahal jauh didalam dirinya sudah harus menerima uluran tangan orang lain. Terlalu banyak kebohongan dan hal yang Jungkook sembunyikan, Jimin begitu juga Taehyung tidak pernah tau apa yang sebenar-benarnya adik keciln...