Pulang

57 6 3
                                    


All the memories come back, but never does~ Titania

***

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 14 jam, akhirnya pesawat tiba di bandara Soekarno-Hatta.

Keluar dari pintu kedatangan, aku celangak-celinguk mencari keberadaan kakak ku yang hari ini ditugaskan mama menjemputku. Dan akhirnya aku melihat nya yang tersenyum sangat lebar. Aku melangkah menghampiri nya dan memeluknya. "Welcome back to Jakarta, dek!" Katanya sambil mengusap kepala ku pelan yang ku balas dengan menggosok-gosokkan hidung di jaket yang dia gunakan.
"Jorok banget sih kamu dek, itu bekas iler kamu nempel semua di jaket kakak ntar." katanya sambil mendorong kepalaku pelan.
Aku berikan cengiran lebar padanya.
"Udah yuk, kita langsung pulang aja. Nanti aja di rumah kangen-kangenan nya, soalnya Mama udah bolak-balik telponin kakak nanyain kamu udah sampe apa belom." katanya sambil merangkul pundakku.

Setelah semua barang-barang ku akhirnya masuk ke bagasi mobil, kami segera meluncur pulang menuju rumah. Dalam hati aku berdoa semoga laki-laki itu sedang tidak berada di rumah. Meski pun hari ini kemungkinan dia berada di kantor mengingat ini sudah hampir jam 12 siang dan ini bukan hari libur, tapi tetap saja aku merasa was-was.

Aku menoleh kepada kak Beni yang sedang fokus menyetir. Aku perhatikan wajahnya yang jauh lebih dewasa dibandingkan 4 tahun lalu. Jarak umur kami memang lumayan jauh, 6 tahun. Aku berumur 22 tahun saat ini dan kak Beni 28 tahun.
Aku teringat jika laki-laki itu juga seumuran dengan kak Beni, dan dalam hati aku berkata "mungkin laki-laki itu telah berubah banyak sekarang."

Aku menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran tentang laki-laki itu.
"Kenapa dek? Pusing ya, atau masih jetlag?" katanya sambil menyodorkan botol minuman dengan tangan kiri nya. "Minum dulu biar agak seger." katanya.

Setelah air di dalam botol itu tandas, aku pun berdehem.
"Kak."
"Kenapa dek?"
"Kalau bisa nggak usah bilang-bilang ke tetangga ya kak kalau aku pulang."
"Kenapa? Takut Daniel tau juga ya? " tanya nya sambil terseyum.
"Bukan gitu, aku cuma gak mau aja ada yang tau kepulangan ku ini, ya setidak nya untuk sementara."
Kak Beni hanya tersenyum menanggapi, tapi tiba-tiba berkata lagi, "tapi kakak gak menjamin ya kalau mama gak bakalan ngomong ke tetangga." katanya.

"Nanti aku juga bakalan ngomong sama mama."

"Terserah kamu deh, dek. Kakak mah yang penting kamu senang." katanya tertawa.

***
Kami telah sampai di depan rumah namun aku masih diam di dalam mobil sambil memperhatikan sekeliling. Aku memperhatikan rumah di seberang, tidak ada mobil dan itu membuatku merasa lega. Setidaknya dia tidak melihat ku datang.

Aku pun segera melompat keluar mobil dan berlari masuk ke rumah yang pintu nya tidak di kunci. Aku lihat mama sedang membantu bibi surti menata makanan di meja makan.

"Mama, Tita pulang." aku sedikit berteriak.
Mama akhirnya melangkah ke arah ku dan memeluk ku, setelah itu aku mencium kedua pipi nya.

"Kangen ma."
"Baru dua minggu lalu loh kita ketemu dek, gimana mama yang selama 4 tahun ini. Udah kamu setiap diminta pulang kalau liburan juga nggak pernah mau."

"Iihh mama."

"Eh anak gadis Papa sudah pulang toh, sini nak peluk papa mu dulu. Masa cuma mama aja yang dikangenin. Emang sama papa nggak kangen ya?" tiba-tiba papa datang dari belakang ku.
"Papaa." kataku langsung memeluk nya.
"Kangen sama Papa juga dong."
Papa hanya menepuk-nepuk pelan punggung ku.

"Kamu cari kerja di Jakarta aja ya nak,  jangan jauh-jauh lagi. Cukup 4 tahun ini aja kita ldr nya." kata Papa sambil tertawa. Aku hanya tersenyum, hati ku terenyuh mendengar Papa berkata seperti itu.
Di saat mata ku sudah mulai panas, tiba-tiba suara Mama terdengar,
"Udah ah, Papa ini malah bikin Tita mewek begini. Mending sekarang kita ke meja makan, trus makan siang. Kan kasian Tita pasti udah kelaparan Pa. Ayo sayang ada ceker kesukaan kamu tuh tadi Mama masak." kata Mama sambil menarik tangan ku. lembut.
"Beneran Ma?" kata ku semangat.
"Iya, makanya buruan."

"Loh, kak Beni mana bi? Gak ikut makan siang bareng ya?" tanya ku.

"Buru-buru balik ke kantor tadi neng, ada meeting mendadak katanya."

Kami memang terbiasa makan bersama di meja makan. Makan tidak akan dimulai jika salah satu anggota keluarga masih masih belum ikut di meja makan.

"Ya udah deh bi, sini makan bareng aja sama kita." kata ku

"Eh, gak usah neng. bibi buru-buru mau ke warung depan komplek nih. Nanti bibi mah gampang aja makannya. Yang penting teh, Neng Tita makan yang banyak. Pasti kangen toh sama masakan Indonesia?" katanya sambil nyengir.

"Oke deh bi."

Akhirnya aku,Papa dan Mama pun makan dalam diam. Diam-diam aku sangat senang karna akhirnya bisa menikmati masakan mama yang tidak  ada dua nya dan tidak akan ditemukan dimanapun juga, termasuk di Amsterdam. Terakhir aku menikmati ceker ayam yang sudah disediakan Mama. Di rumah ini hanya  aku yang suka makan ceker ayam, bahkan kak Beni sering mengejek ku karna hal itu.
Pernah satu kali aku ngambek sama kak Beni dan mendiamkannya selama 3 hari karna membuang ceker ayam ku ke tempat sampah.
Akhirnya setelah meminta maaf berkali-kali dan disertai dengan sogokan traktir nonton bioskop sebanyak 4 kali maka akhirnya aku berhenti mendiamkannya.
Kekanakan memang, tapi begitu lah kami.

" Dek," suara Mama mengagetkan ku.

"Itu si Daniel selalu nanyain kamu loh sama Mama. Mama aja sampe bingung mesti jawab apa."
"Ma, udah deh. Gak usah bahas tentang kak Daniel lagi ya. Aku males bahas soal dia. Malah kalo bisa nih ya Ma, tetangga gak boleh ada yang tau kalo Tita pulang. Jadi Mama gak usah bilang-bilang dulu. Biar aja mereka tau sendiri akhirnya. Apalagi kak Daniel, jangan sampai dia tau deh."

"Loh, kok gitu sih dek. Padahal kan Mama besok rencana nya mau ngajakin kamu arisan di rumah bu RT.    Kok kamu malah mau main petak umpet begini."

"Udah lah Ma, masa Tita baru aja pulang gini, malah diajak bahas tentang Daniel. Mama kayak gak tau aja gimana sensitif nya Tita setiap kali kita bahas tentang dia."

"Tapi kan Pa, Mama cuma-"
"Tita mau ke kamar dulu deh Ma, ngantuk banget nih. Capek tau duduk 14 jam di pesawat. Dah Ma, Pa." kata ku sambil mencium pipi Mama dan Papa

"Eh, Dek. Mama belum selesai ngomong loh." teriakan Mama terdengar.

Aku hanya tertawa kecil melihat betapa cerewet nya Mama. Sejujurnya aku sangat merindukan suasana di rumah ini. Apalagi kamar ku yang tidak banyak berubah sejak 4 tahun lalu. Aku merebahkan diri di kasur dan memejamkan mata. Rasa rindu berhasil menyusup di hati untuk kak Daniel. Pikiran ku melayang mundur ke 4 tahun lalu. Pertemuan terakhir kami, dan kenangan-kenangan sebelum saat manyakitkan itu tiba. Sangat manis sampai aku sendiri sakit dibuat nya.



Tbc

Bang Daniel masih belum muncul, dengar-dengar kapal nya masih jauh😆😆😆(just kidding)
Hope yu enjoy ya.

Luph yu all.

Bekasi, 24 Agustus 2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Titania & DanielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang