Bab 2.

20 3 0
                                    

"Hai gue Dimas.." sapanya sambil mengulurkan tangan.

Aku hanya menatap sekilas uluran tangan itu.

Cihh! Sok akrab banget. Udah tebar pesona sekarang sok akrab. Menyebalkan.

"Baik anak-anak sekarang buka bukunya bab 5." Kata pak Seno.

Aku mulai membuka buku dan mencoba menyimak penjelasan super ngebut dari guruku yang ajaib ini.

"Psst!!" Apaan deh SKSD banget nih cowok.

Aku hanya meliriknya lewat ekor mata.

"Ikutan dong bukunya, gue murid baru belum punya buku." Aku juga tau dia murid baru gak usah diperjelas lagi.

"Pinjem yang lain aja, gue lagi fokus." Jawabku cuek.

"Ah elah, barengan kenapa si? Kayak sensi amat sama gue." Cih lagi-lagi dia ngomong kaya udah kenal lama aja.

Akhirnya dengan tak ikhlas aku menyimpan buku di tengah-tengah meja. Karena beberapa temanku sudah menengok ke mejaku mendengar keributan yang terjadi.

Satu jam pelajaran berlalu, bab barupun sudah berganti. Separuh teman sekelas sudah kehilangan kesadarannya.  Kepala mereka sudah tidak tegak lagi, tapi terkulai lemas di atas meja.

Seperempat lagi ada yang ngobrol, makan dan ada yang main game di handphone.

Dan seperempat yang tersisa menyimak pelajaran dengan mata yang terkantuk-kantuk.

Dan kalian tau? Pak Seno membiarkan saja muridnya seperti ini.

Ckckck. Tak baik-tak baik.

Aku melirik bangku di sebelahku. Hebat juga dia masih tetap sadar dan menyimak dengan benar.

Kalo aku? Aku juga menyimak tapi sambil ngemil sukro di laci meja. Biar gak ngantuk.

Aku mencoba agar kesadarkanku tetap terjaga. Aku mengok ke arah jam, pyuhhh 20 menit lagi istirahat.

Aku gak yakin aku masih tetap tegak 20 menit kedepan.

Aku menopang daguku dengan tangan sambil terkantuk-kantuk. Huuh.. aku mendesah panjang. Sungguh cobaan yang berat.

KRIINGG!

Aku tersentak, bunyi bel tanda istirahat yang nyaring membuat kesadaranku kembali full.

Aku mendesah lega, akhirnya semua penderitaan ini berakhir juga.

Aku membereskan buku yang ada di meja dengan semangat.

Akupun berlalu dari meja untuk berburu makan.

***

*Dimas POV

Hai nama gue Dimas Alif Prakarsa, gue dipanggil Dimas. Tapi orang rumah sering memanggilku mas Alif. Aku anak pertama dari dua bersaudara.

Aku punya adik perempuan berumur 6 tahun yang energik dan bawel. Mamaku yang cerewet dan Ayahku yang  perhatian.

Ah..sungguh keluarga yang menyenangkan.

Pagi ini aku berangkat ke sekolah baruku dengan semangat.

Sekolah baru, teman baru, semangat baru, dan gebetan baru.

Itulah yang aku pikirkan saat menyetujui ajakan Ayahku untuk pindah rumah sekaligus sekolah.

Aku menyusuri koridor menuju ke ruang kepala sekolah.

Saat aku berjalan banyak pasang mata yang memperhatikanku.

Yah.. tak masalah. Biasa orang ganteng lewat. Aku sudah biasa dengan tatapan memuja dari mereka.

Terimakasih pada ayahku yang mewariskan gen ganteng ini.

Dan disinilah aku berdiri. Dihadapan teman sekelas dengan didampingi Pak Seno.

"Perkenalkan nama saya Dimas Alif Prakarsa, Saya pindahan dari Bandung. Salam kenal semoga kita dapat berteman dengan baik." Kataku sambil melemparkan senyum pada penjuru kelas.

"Ya silahkan Dimas, duduk di bangku yang kosong." Perintah pak Seno padaku.

Aku pun berlalu setelah menemukan satu-satunya bangku kosong yang dihuni oleh seorang gadis yang lumayan.. cute.

Akupun duduk dan mengulurkan tangan mencoba beramah tamah.

"Hai gue Dimas.." sapaku.

Dia hanya melirik sekilas uluran tanganku.

Satu kata untuk cewek ini.

Jutek.

Tapi aku malah penasaran padanya.

Pelajaran pun dimulai. Aku yang anak baru bingung karena belum punya bukunya. Jadi kutengok kesebelahku, huh tidak ada pilihan lain lebih baik aku minta barengan saja padanya.

"Psst.. Ikutan dong bukunya, gue murid baru belum punya buku."

"Pinjem yang lain aja, gue lagi fokus." Jawabnya jutek abis.

"Ah elah, barengan kenapa si? Kayak sensi amat sama gue." Kataku mencoba untuk mempengaruhinya.

Dan ya.. dia menyimpan bukunya ditengah meja walau dengan ogah-ogahan.

Sepanjang jam pelajaran aku tidak fokus pada apa yang diajarkan.

Tapi aku fokus pada teman sebangku-ku yang bahkan namanya saja aku belum tahu.

Aku sungguh terhibur dengan ekspresi wajahnya. Jam pelajaran pertama dia nampak fokus memperhatikan penjelasan pak Seno.

Jam pelajaran kedua dia memperhatikan pelajaran sambil nyemil Sukro yang entah dia dapat dari mana.

Dan dua puluh menit terakhir dia sudah menopang dagu sambil terkantuk-kantuk.

Dia sungguh lucu.

KRIINGG!!

Dia terperanjat karena suara bell tanda istirahat. Tapi dia langsung terburu-buru memasukan semua bukunya kedalam tas. Dan berlalu dari kelas.

Aku masih memperhatikannya sampai punggungnya hilang di pintu kelas.

Tanpa sadar seulas senyum kecil terbit di bibirku.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

How to TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang