8

11.1K 555 35
                                    

Aku pulang dengan keadaan acak. Mentalku sungguh kacau berantakan. Dengan uang dua ribu rupiah, dia menyuruhku pulang naik angkutan umum.

Astaga sehina itukah aku? Setelah memuaskan nafsu bejatnya, kini aku dibayar seharga lembaran dua ribu rupiah.

Tak banyak bicara, aku langsung pulang saja. Aku tak mau lama-lama berada di Neraka itu.

Di dalam angkutan umum, aku hanya bisa terdiam. Sedetik pun mataku tak mau berkedip. Ku rangkul erat tas ranselku untuk berwaspada. Kejadian-kejadian tadi membuatku trauma besar.

Untung saja penumpang malam itu tidak terlalu banyak. Jadi aku bisa menjauhkan diriku ini dari orang-orang.

***

Ada hal yang lebih menakutkan saat aku sampai di depan rumah.

Kak Hendra sedang duduk santai di teras rumah. Biasanya dia lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar kalau sudah berada di rumah.

"Udah selesai acaranya?" tanyanya sinis.

"Udah" jawabku dengan lirih dan singkat.

"Lu nggak lihat ini jam berapa? Kalau diajak ngomong lihat kesini" sembari memegang bahuku, berusaha untuk memutar badanku. Namun aku berhasil menepisnya.

"UDAH!" jawabku lantang dan berlari meninggalkannya.

Aku tak mau Kak Hendra melihatku dengan keadaan seperti ini. Aku juga tidak mau Kak Hendra melihat lebam yang melingkar di leher ku.

Aku tak habis-habisnya menangis di dalam kamar. Mengelap tubuhku seakan-akan dapat menghilangkan bercak dosa yang telah ku perbuat.

Aku tidak menyangka hal buruk seperti itu bisa terjadi padaku. Aku memang mengaguminya, namun harapanku tak sejauh itu.

*tok tok*

"Woy makan!"

*tok tok* semakin keras.

"Woy!"

*tok tok tok!* semakin keras dan kencang.

"Gue dobrak ya!"

Dengan langkah malas ku buka pintu kamarku.

"Ngapain aja sih lu?"

"Mandi"

Aku melingkarkan handuk pada leherku untuk menutupi lebam yang ku dapat.

Pandangan Kak Hendra meneliti lagi. Meneliti apakah aku berbohong atau tidak.

Betul aku sekarang sudah berbohong dua kali. Dan entah apa yang akan aku petik dari kebohongan yang ku tanam ini.

"Ya udah buruan. Setelah itu makan"

"Iya"

Kembali ku tutup dan mengunci pintu kamarku.

***

*tok tok*

"Ben~"

"Beni~"

'Siapa sih?'

"Beni bangun nak udah pagi"

Ku buka pintu kamarku, mempersilahkan Ibuku masuk.

"Kamu nggak pergi sekolah? Udah ditungguin kakakmu di depan itu lho"

"Loh nak kamu kok pucet banget. Badan kamu panas. Kamu sakit?"

"Emmm" bibirku lunglai tidak mau mengucapkan satu kata sekalipun.

"Ya sudah sekarang kamu istirahat lagi. Biar Ibu bikinin surat izin. Nanti Ibu kesini lagi bawain sarapan ya?"

"Heemm"

Entah mengapa padahal berat badanku hanya 45 kg, tapi pagi ini untuk berdiri dan berjalan rasanya berat sekali.

Aku baru sadar. Semalam saat menangis terus-menerus, aku mulai lelah dan aku terlelap begitu saja.

Yang tak aku terima kenapa pagi ini aku bisa demam. Padahal aku tidak sering minum es atau jajan sembarangan.

"Beni~ sarapan dulu nak"

"Kamu kedinginan ya sampai pakai syal gitu?"

"Iya bu" aku juga tidak mau Ibuku melihat lebam yang ada di leherku.

"Habis sarapan, kamu minum obat ini ya. Oh iya Ibu mau bilang. Besok Ibu dan Ayah harus pergi ke luar kota. Kira-kira dua minggu"

"Kok lama. Ibu sama Ayah mau ngapain?"

"Ayah ada urusan kantor di luar kota. Ayah nyuruh Ibu buat menemani di sana. Kamu sama Kak Hendra di rumah berdua nggak apa-apa kan?"

(Peluk) "Jangan lama-lama"

"Iya Ibu dan Ayah janji kalau urusannya sudah selesai, kami bakal pulang secepatnya. Sudah sudah jangan nangis nggak apa-apa cup cup"

Bayangkan saja dalam keadaanku yang hancur saat ini, Ibuku pergi bersama Ayah.

Padahal Ibu adalah tempat ternyamanku di dunia ini. Walaupun aku tak akan menceritakan dosa yang sudah ku perbuat, setidaknya berada di sisinya aku merasa aman.

***


*TING!*

[1 pesan diterima]

'Udah sembuh?'

'Hah?'

Bersambung

Kira-kira siapa ya yang ngirim pesan itu? Hehe.

Hai Pembaca Setia Pelangi Segitiga.

Wah saya senang sekali respon untuk karya saya yang kedua ini cukup baik.

Doakan saya ya semoga saya diberi ide-ide yang menarik untuk mebumbui setiap karya saya. Hehe.

Oh iya saya juga ingin mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan untuk Indonesia yang ke 73. Semoga kita bisa merdeka dari apapun yang membelenggu diri kita.

Dan saya juga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha bagi Pembaca Setia PS yang merayakan.

Jangan lupa bagi satenya buat saya ya! Hahaha.

Sekian dulu salam-salam dari saya. Enjoy your reading! ^^

Jangan lupa vote + follow + simpan cerita ini di perpustakaan anda. See you ♡

Pelangi SegitigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang