1

20.3K 716 54
                                    

Perkenalkan aku Beni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perkenalkan aku Beni.

Aku akan menceritakan pada kalian kisah hidupku yang sebenarnya biasa-biasa saja.

Namun kisah cintaku tak seperti kisah cinta manusia pada umumnya. Tapi cinta yang seperti ku rasakan ini, ada nyatanya di bumi.

Aku tinggal bersama ibu, ayah dan kakak tiriku. Kata "tiri" sangat terkenal dengan sifat orang yang jahat bak dongeng yang sering kita dengarkan.

Memang benar. Aku merasakan hal tersebut.

Dia selalu dingin di hadapanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia selalu dingin di hadapanku. Tak pernah memberi senyum padaku. Bahkan masa kecil kami, dia tidak pernah ingin bermain denganku.

Aku iri saat dia bersama saudara atau teman yang lain. Senyumannya mengembang di hadapan mereka. Sedangkan bagiku itu adalah hal termahal yang bisa aku dapatkan.

Mengapa bisa jadi kakak tiri?

Pertanyaan yang sering diutarakan padaku. Terutama setiap aku masuk kelas baru atau sekolah baru.

Dulu ibu Kak Hendra meninggal saat melahirkan dia. Enam tahun berlalu, ayah Kak Hendra menikahi seorang janda. Dia adalah teman sekantornya yang sudah memiliki anak usia empat tahun.

Sempat aku bertanya pada ibu mengapa ayah mau menikahi ibu, alasannya karena ayah membutuhkan seorang ibu bagi anaknya (Kak Hendra). Sedangkan ibu kandungku sendiri membutuhkan suami untuk menafkahi keluarganya.

Itulah mengapa aku dan Kak Hendra bukanlah saudara kandung. Dan dari situ juga Kak Hendra mulai tidak menyukaiku.

Menurut pengasuhku dulu, Kak Hendra membenciku karena dia iri akan kasih sayang kedua orang tua kami yang dilimpahkan padaku waktu itu. Tapi aku tidak terlalu memedulikan apa yang dikatakan pengasuhku.

Kak Hendra tidak pernah membenci ibu tirinya. Malah dia sangat sayang pada ibuku. Sudah jelas yang dia benci di rumah ini hanya aku saja.

***

06.35

Pagi ini benar-benar membuatku kacau.

Seharusnya aku sudah berangkat ke sekolah bersama Kak Hendra. Akibat semalam mempersiapkan tugas untuk presentasi nanti di kelas, sehingga membuatku telat bangun.

Keluarga kami sangat disiplin mengenai waktu. Telat sedetik akan mengubah segalanya. Terutama Kak Hendra, dia pasti marah lagi.

"HEH!! Ngapain sih? Lelet banget lu!"

Benar dugaanku. Dia marah.

"Iya Kak tunggu. Masih pake kaos kaki kok"

Aku tak pernah balik marah padanya. Aku tak sanggup melakukan hal tersebut. Kata teman-teman, aku adalah laki-laki dengan suara lembut ketika berbicara dengan siapapun. Entah itu pujian atau ejekan, aku tak terlalu memedulikannya.

Kami bersekolah di SMA yang sama. Kata ayah biar gampang saat ambil rapotnya, tidak kesana-kemari. Maka dari itu aku selalu berangkat bersama Kak Hendra.

Kak Hendra selalu membawa motor besar kesayangannya saat ke sekolah. Aku selalu diboncengnya, karena aku tidak kuat membawa motor sebesar itu dan tidak berani juga, takut kena marah.

Saat-saat seperti ini yang tak aku suka. Harus berboncengan dengan Kak Hendra membuat dadaku sesak. Sulit mendapatkan nafas. Ingin segera turun dari motor itu.

Kak Hendra selalu menyetir bak pembalap F1. Bayangkan jalanan yang cukup ramai, dengan lihai dia menyalip beberapa kendaraan. Dan lagi, adalah saat ragaku harus berdekatan dengan Kak Hendra. Hal yang sangat canggung bagiku, karena kami tidak pernah sedekat itu baik di rumah, di sekolah atau dimanapun.

***

Sesampainya di sekolah, ku lihat pak satpam hampir menutup gerbang sekolah.

Untung saja rayuan Kak Hendra mampu meloloskan kami agar masuk sekolah. Mereka berdua memang akrab karena Kak Hendra tipe orang yang supel dengan siapapun, kecuali denganku.

"Besok lagi lu telat, gue tinggal. Ngerti nggak!?"

"Iya kak maaf" sambil ku tundukkan kepalaku, aku tak berani menatap matanya.

Bel pertanda masuk kelas sudah berbunyi. Aku buru-buru masuk dalam kelas. Sedangkan ku lihat Kak Hendra masih nongkrong bersama teman-temannya dari klub basket.

Aku sudah tidak peduli sekitar. Yang ku pedulikan kini adalah tugas presentasiku. Aku sangat gugup.

Semua lembaran dan Power Point sudah ku siapkan dengan maksimal. Kini tinggal aku mempresentasikan di depan teman sekelas dan guruku.

Materi-materi yang sudah ku pelajari tadi malam, mulai ku utarakan semua. Ku jelaskan satu-persatu. Sedikit tegang dan tanganku mendingin. Untung saja nada bicaraku tak bergetar.

Akhirnya aku telah menyelesaikan tugasku dengan lancar, walaupun sedikit kendala. Cukup senang dengan pujian teman-teman dan guru. Menurut mereka, penjelasanku mudah dipahami dan ringkas, tidak berbelit. Lega sekali.

Bersambung

Pelangi SegitigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang