Prolog

434 23 2
                                    

Banyak Typo
Jangan lupa tekan ⭐

PROLOG

Sejak kecil Luna selalu saja dimanja, diberikan banyak hadiah dan kasih sayang dari semua anggota keluarga. Tapi itu semua tidap pernah cukup untuk membuat gadis kecil itu merasa puas, Luna selalu menginginkan yang lebih.

Luna tersenyum licik, untuk seorang anak kecil, dia sudah bisa melihat masa depan dan masa lalu seseorang. Salah satu kemampuan khususnya, membuat gadis kecil itu semakin angkuh dan egois. Luna terus saja membuat semua orang menjauhi Luhan-kembarannya.

"Luna, main yuk" Luhan menghampiri Luna, dia tersenyum ceria saat menatapnya tidak suka. Kita bisa main apapun yang ingin Luna mau. Ujarnya kemudian, masih senyum yang melebar.

"Mengganggu saja!" Batin Luna kesal, sampai sekarang dia tidak pernah mengerti semua pikiran dan tingkah laku Luhan. Seakan gadis yang sangat mirip dengannya itu tidak pernah tersinggung dengan perlakuan semua orang, yang selalu mengabaikannya.

"Tidak mau, membosankan!"Seru Luna dengan angkuhnya, dia sekilas menatap kearah mata hitam Luhan. Tatapan itu terlihat lain, seperti ada sesuatu yang dirahasiakan gadis itu.

"Ibu, Luhan ganggu Luna nih" Luna berteriak nyaring saat melihat Ibu mendekati mereka, dia langsung memeluk Ibu dengan manja, Luna tersenyum mengejek kearah Luhan yang hanya terdiam.

"Tidak!" Bukan itu ekspresi yang ingin kulihat. Batin Luna frustasi, saat Luhan menatap mereka dengan tatapan kosong, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman yang membuat siapa saja tahu kalau gadis itu memaksakan dirinya.

"Luhan, sudah berapa kali Ibu bilang, jangan mendekati Luna!!" Seru Ibu dengan intonasi marah, wanita itu langsung menarik lengan Luna menjahui Luhan. Menjauhi gadis kecil itu bagaikan virus penyakit yang berbahaya.

Luhan menatap kepergian mereka tanpa membiarkan senyuman menghilang dari bibirnya, tapi kemudian saat gadis itu sudah tidak bisa melihat kedua sosok itu. Senyuman Luhan menghilang, kini tatapannya terlihat menunjukkan kepedihan yang menyayat siapapun yang melihatnya.

Luna memejamkan matanya perlahan, suara nyanyian Ibu mengantarkannya kealam mimpi. Dalam tidurnya, gadis kecil itu terus menyunggingkan senyuman puas dan senang. Tapi kemudian, Luna terlihat gelisah.
"Luhan..." Luna menatap sosok didepannya tanpa berkedip, "apa yang kau lakukan disini?" gumamnya, gadis itu menatap jauh kedalam mata hitam pekat Luhan. Tatapan gadis itu menyiratkan kesedihan yang mendalam, bahkan terlihat nyata saat Luhan menatap kosong kearah Luna.

Jantung Luna terasa sakit, gadis itu meremas dadanya dengan ekspresi kesakitan yang teramat sangat. Dia bisa melihat air mata mulai mengalir dikedua pipi Luhan, dan yang membuat Luna takut adalah...

Luna mengernyit ngeri, pisau dalam genggaman Luhan terlihat haus akan darah, terlebih lagi karena pisau itu sudah terbasuh dengan darah kental yang menetes dari ujungnya. Entah darah siapa.

"Maafkan aku." Luhan berseru lirih, "maafkan aku..." gadis itu terus saja mengulangi kata-kata itu. Dan kemudian pisau yang digenggamnya terangkat, tapi kenapa ujungnya mengarah pada tubuh Luhan.

"Luhan..." Luna mulai berteriak histeris, tubuh Luhan seperti digerakkan oleh sesuatu, gadis itu tampak takut dan sedih. Luna terus saja meneriakan nama Luhan, tapi gadis itu seakan tidak mendengarkan suaranya.

Luhan terus saja mengulangi kata-kata itu, berulang kali dengan suara yang terdengar lirih. Dan kemudian teriakan Luna terdengar, saat pisau itu mulai menembus jantung Luhan. Tapi gadis itu tidak menjerit sakit, dia hanya menangis-tangisan yang terdengar memilukan hati.
Ibu mengguncangkan tubuh Luna yang berkeringat dingin, "sayang. Kamu tidak apa-apa? Mimpi buruk yah? " Ibu terlihat khawatir, tapi gadis itu hanya menggeleng perlahan.

ForgivenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang