2 - Sweet Surrender

47 9 2
                                    

Dia tak bergeming ketika aku duduk di dalam, di samping kursi pengemudi. Jimin tampak sedikit tegang, aku tidak tahu apa yang terjadi hari ini, tetapi sesuatu sepertinya tampak tidak benar.

Lelaki bersurai hitam itu hanya fokus di jalan, dia tidak mengatakan apa-apa atau menyalakan radio seperti biasanya.

"Kau bisa menyetir atau tidak?" tanyaku, rahang tajamnya menunjuk ke arahku, "Hati-hati dengan siapa kau berbicara, baby."

Ah! Matda, aku harus memanggilnya Tuan. Why is this kinky shits never ends? (Ah! Benar.)

"Apa yang terjadi? Apakah kau punya masalah?" Aku harap tidak, "Aku baru saja memecat 2 orang bawahanku karena mereka tidak memberikanku gadis-gadis yang cukup cantik."

Akhir-akhir ini aku membantunya mengatur jadwal—layaknya sekretaris. Tapi kenyataannya aku bukan, aku hanya 'peliharaan' yang jatuh hati pada majikannya.

Aku tak tahu bagaimana prosesnya hingga aku terjembab dan terperanjat dalam lembah kekelaman ini. Kau tahu wanita penghibur, kan? Yap. Jimin adalah mucikari terkenal, yang melahirkan banyak pelacur kelas kakap. Dan akulah salah satunya—miliknya seorang.

"Adakah sesuatu yang ingin kau katakan padaku? Seperti ... apa saja? Aku akan mendengarkan," ujarku.

"Mungkin kita harus berbicara tentang bagaimana kau harus 'membuatku merasa lebih baik' malam ini, sayang."

Baiklah, aku tak suka bagaimana dia menekankan beberapa kalimat tadi.

"Dan mungkin juga kita bisa berbicara tentang perjanjian bodoh ini."

"Apa yang kau maksud?" Lelaki itu malah terkekeh. Tapi aku suka, Jimin sangat mempesona saat ia menunjukkan gigi rapihnya.

"Aku tak suka memanggilmu Tuan. Bagaimana jika kau biarkan aku—"

"Kau sangat lucu, princess."

Menit berikutnya, dia melirik ke wajahku—dari tempat dimana dia mengendalikan roda Alphard hitamnya.

"Sejauh ini, tak ada yang semenarik dirimu. Aku sangat menyukaimu."

Aku tak menyadari bahwa kita telah sampai di rumah megah Jimin, rumah bergaya futuristik berlantai 2 itu berada di distrik elit di salah satu daerah di Gangnam.

"Kau perlu gendongan?" Jimin memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku jinsnya lalu berjalan ke arahku.

"Aku bisa berjalan sendiri," jawabku, lalu mengekor di belakangnya.

Aku hanya masih tak percaya, aku tinggal disini bersama seseorang yang kucintai secara sepihak.

Setelah kami berdua masuk, pintunya tertutup keras. Tangannya menjepitku, aku terperangkap di antara tatapannya yang mematikan, dan nafasnya yang hangat membuatku merinding.

"Kau sedang apa Park Jimin?" tanyaku sedikit berani.

"Kau bilang kita harus mengatur ulang semua perjanjian ini, hmm?" Ah, benar.

"Benar. Tapi apakah kita akan seperti ini selama pengaturan ulang?" tanyaku meragukan apa yang akan dia lakukan sedetik kemudian.

Ia berjalan menjauh dariku, "Mau coklat panas?"

"Tentu!" Aku berlari dengan senyum yang terpampang di wajah. Aku akan membuatnya menyerah dengan mudah.

Aku memeluknya dari belakang, menyandarkan tubuhku di punggung kekarnya. Rasanya hangat seperti perapian di musim dingin.

"Apa yang kau lakukan? Cepat minum ini sebelum dingin," aku merasakan suaranya dari telingaku yang menempel di punggungnya.

"Iya, iya."

Kami membawa gelas masing-masing, lalu duduk di ruang tengah dengan Jimin yang berada di seberangku. Menit selanjutnya, ia menatapku seolah aku melakukan hal yang tidak disenanginya.

"Baik, princess. Perjanjian yang mana yang perlu kita hapuskan?"

"Kau ingat saat kau menyuruku untuk memanggilmu Tuan? Aku rasa aku seperti pembantumu, kau merendahkanku padahal kau adalah pacarku," ujarku.

Tatapan serius itu berubah menjadi eye smile yang meluluhkanku, "Kau sangat lucu ketika kau marah. Kau tahu itu?"

Terkadang aku tidak mengerti dengan perubahan moodnya yang tiba-tiba. Di menit ini, Jimin tersenyum bak malaikat. Mungkin pada detik tertentu, dia akan marah padaku dan memasang raut wajah seram dan mengancam eksistensiku di sisinya.

"Arasseo. Kau ingin aku berbuat apa?" ujarnya lembut.

"Aku ingin kita menjadi pasangan biasa. Aku sudah kenyang dengan fetish gilamu itu. Kau ini pacarku, bukan majikan atau tuanku."

Ia berpindah ke sampingku dan mendekapku, "Maafkan aku. Aku hanya menyukai sebutan itu. Aku merasakan keamanan dan kenyamanan ketika cinta dalam hidupku memanggilku demikian. Entah, mungkin ini terdengar aneh. Tapi, dengan sebutan itu, aku merasa dicintai dan diinginkan."

"Jadi, selama ini kau merasa tidak diinginkan?"

Jimin menatapku untuk waktu yang cukup lama, aku merasa hatinya lunak oleh pernyataanku sebelumnya, "Aku menyerah. Aku sangat amat menyukaimu." Jadi, apakah ini yang dinamakan oleh orang-orang sebagai kepasrahan yang manis? Aku sangat senang sampai senyumku tak memadam sampai detik ini.

Aku jadi ingat bagaimana Jimin menyelamatkanku dari laki-laki gila itu.

Jungkook has been a complete stranger to me, since he came to save me.

Aku mendengar langkah, ringan dan berirama. Langkah itu menjadi dekat dan lebih dekat ke arahku. Langkah-langkah itu diikuti oleh suara hujan, aku duduk di trotoar yang sedikit basah. Langkah itu terhenti, aku melihat sepasang kaki beralas kakikan converse hitam di depanku, aku pun mengangkat kepalaku ke atas dan melihat sosok seorang pemuda yang tengah memegang payung kuning.

"Kenapa kau ada disini?"

"Aku ...," aku tak dapat melanjutkan kalimatku. Ia menutup payungnya dan ikut duduk di trotoar yang mulai basah seluruhnya.

I left my love on the pavement.

"Aku baru saja kehilangan seseorang."

Hatiku melunak mendengarnya, sementara itu juga, aku merasa seperti seorang gadis paling bodoh yang menyesali seorang bocah yang tidak mencintaiku karena aku adalah diriku. Aku pikir semua laki-laki seperti itu.

"Apakah kau juga mengalami hal yang sama sepertiku? Apakah kau juga kehilangan seseorang?"

Aku tersenyum miris, "Aku tidak kehilangan siapapun, tapi aku kehilangan masa depanku. Aku rasa aku tidak dapat menikah dan memiliki jodoh yang baik. Aku mendadak membenci laki-laki."

"Kita tidak membunuh perempuan setelah kita menelanjangi mereka, tapi kita para lelaki tidak mampu membedakan apa yang 'dilarang' dengan apa yang 'diperbolehkan' ketika itu menyangkut kesenangan. Kau hanya merasakan bagian dimana sesuatu dilarang. Dan kau belum sampai pada babak dimana kau merasakan sesuatu yang diperbolehkan."

Aku harus mengatakan, pria ini adalah orang aneh. Dia berbicara dengan caranya sendiri tentang masalahku. Tapi aku harus mengakui, apa yang dia katakan itu benar.

"Apa yang dilarang, itu bisa berubah seiring waktu. Sebelum kita dilarang untuk duduk di trotoar, maukah kau tinggal di rumahku untuk sementara waktu?"

Aku mengiyakannya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MaliciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang