"Bagaimana hasil pemeriksaan kalian Gus?" tanya ibu saat aku mampir ke rumah sepulang dari kantor. Ada beberapa dokumen yang kuperlukan tertinggal di rumah ibu.
"Hasilnya baik semua Bu. Bagus dan Dinda sama-sama normal. Tidak ada yang bermasalah. Hanya perlu bersabar sebentar," jawabku."Lalu Dinda bagaimana? Apa dia mau program ke dokter Ida?" tanya ibu memastikan bahwa kami mau menjalani program kehamilan pada dokter yang direkomendasikannya.
"Kami sudah program ke dokter kenalan Bagus bu. Dulu teman SMA Bagus. Kebetulan bertemu kembali di grup wa, dan kami sudah membuat janji untuk menjalani program dengan dia."Tak mungkin aku mengikuti saran ibu untuk program di dokter Ida. Tentu aku mencari dokter lain yang aman untuk menyimpan rahasiaku. Syukurlah aku punya teman seorang dokter kandungan. Padanya kuminta untuk merahasiakan semua ini. Dari siapapun, termasuk Dinda. Biarlah dia tahu bahwa semua tak ada masalah.
Ibu, begitu menginginkan aku dan Dinda segera punya momongan. Lima tahun usia pernikahan kami, memang cukup lama untuk penantian akan datangnya penerus garis keturunan kami. Meskipun banyak juga pasangan lain yang telah bertahun-tahun menikah namun tak juga kunjung mendapatkan anak.
"Gus, boleh ibu memberi saran?" nada suara ibu seperti meminta persetujuanku. Namun aku tak menjawab. Kutunggu kalimat berikutnya dari ibu.
"Jika hasil pemeriksaan itu keliru, dan ternyata Dinda mandul, apa yang akan kamu lakukan Gus?" Sudah kuduga itulah yang akan disampaikan ibu.
"Kami akan terus berusaha Bu. Sudah ya Bu, Bagus sedang tidak ingin membahas ini. Banyak kerjaan di kantor, sangat menyita pikiran Bagus.""Tapi Gus, seperti yang pernah ibu sampaikan, ini demi garis keturunan kita! Keturunan Ibu, istri pertama Romomu. Pertimbangkan saran ibu yang dulu."
Ibu, begitu berambisi dengan garis keturunannya. Dan harapannya ada padaku. Anak satu-satunya ibu dengan Romo Haryokusumo.Seandainya ibu tahu permasalahan yang sebenarnya. Ah, sudahlah. Tak kuhiraukan apa pun saran ibu. Bagiku yang terpenting adalah perasaan Dinda. Sering Dinda menangis diam-diam di kamar. Dan aku tahu penyebabnya adalah ibu yang terlalu sering mengintimidasinya. Terkadang kata-kata ibu juga menyakitkan. Secara tidak langsung aku bisa menangkap arah perkataan ibu. Apalagi kalau bukan tuduhan bahwa Dinda tidak bisa memberikan keturunan alias mandul.
Sampai detik ini tak satupun dari keluargaku yang mengetahui hal sebenarnya. Bahkan Dinda pun tak tahu menahu. Yang dia tahu kami berdua sama-sama normal. Tentu saja aku harus menjaga reputasiku. Demi nama baikku di keluarga ini, juga di lingkungan dan kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETURUNAN
General Fictionanak adalah titipanNYA namun ketika harta menutup mata hati haruskah mendapatkannya dengan segala cara?