Prolog

9 0 0
                                    

Hanya perlu satu kali gue melihat dia untuk bisa bikin gue merasa laki-laki paling beruntung di dunia. Anggaplah gue lebay, tapi bagi gue, dia adalah bidadari yang Tuhan kirim untuk memperbaiki hidup gue ke jalan yang benar.

Sementara itu, di sisi lain, dia adalah sesosok kegelapan yang membuat gue kehilangan diri gue sendiri. Dia mengubah gue orang paling kejam dan menyedihkan, sekaligus menjadi anak yang durhaka. Sama sekali gue nggak pernah menyalahkan dia, karena semua yang terjadi memang kehendak gue. Jangan pernah hakimi dia secara sepihak, karena dia hanyalah perempuan polos yang tidak tau apa-apa.

Ketika gue lagi nongkrong di sebuah cafe melihat seorang perempuan yang memakai baju seragam sama seperti yang gue pakai. Dia perempuan biasa, tapi di mata gue, dia memiliki aura berbahaya yang kapan saja bisa membuat laki-laki manapun jatuh hati.

Dia berdiri disana, di sebuah bangunan peribadahan yang gue tau bernama masjid sembari melipat alat ibadahnya ke dalam tas kecil. Namun tiba-tiba, dia meletakkan tas kecil itu begitu saja dan berlari menuju tepi jalan.

Mata gue refleks mengikuti kemana dia pergi. Ternyata ada seorang nenek tua yang terjatuh ketika hendak menyeberang jalan. Sepertinya nenek itu terserempet motor.

Otomatis gue ikut berdiri dan menghampiri mereka yang masih berada di tepi jalan. Bahkan gue nggak peduli sama temen-temen gue yang bingung sama tingkah gue.

"Bentar bro!"

Gue keluar dari cafe itu dan menyebrang jalan, lalu menghampiri dia yang sedang mencoba memapah nenek itu. Bodohnya manusia lain jaman sekarang yang sama sekali tidak peduli untuk menolong. Untung saja dia melihat dan menolong nenek itu.

"Ayo, saya bantu," ucap gue dan memapah nenek itu dari sebelah kiri.

"Nek, sebelah mana yang sakit? Kita ke rumah sakit saja ya," kata perempuan itu ketika nenek sudah kami dudukan di teras depan masjid. Matanya sendu menatap si nenek, bahkan gue rasa dia sama sekali nggak melihat gue.

"Iya, kita ke rumah sakit ya, Nek. Kebetulan mobil saya nggak jauh dari sini," gue ikut menimpali.

Barulah saat itu dia melihat ke arah gue dengan terkejut. Entah karena dia baru menyadari kehadiran gue atau karena gue ganteng. Tapi setelah itu, dia langsung nunduk dan selalu menghindari kontak mata sama gue.

Pengen nanya sebenarnya ke dia apa gue kegantengan sampe dia nggak mau liat gue. Tapi gue nggak mau mempermalukan diri gue dan merusak citra gue.

Nenek itu akhirnya mau dibawa ke rumah sakit setelah kita mohon-mohon. Gue pun mengambil mobil yang tadi gue parkir deket cafe.

"Tas lo awas ketinggalan," kata gue ke perempuan itu yang hanya disambut dengan anggukan.

Sabar, sama cewek cantik harus sabar.

Gue segera melajukan mobil ketika nenek dan perempuan itu sudah berada di kursi penumpang bagian belakang. Dia terus saja mengelus pundak nenek bermaksud menenangkan.

"Teteh sama aa pacaran?" tanya nenek.

Gue otomatis liat spion untuk melihat ekspresi dia. Sementara dia langsung gelagapan dan kelihatan bingung. Diam-diam gue senyum.

"Iya Nek, do'ain ya, Nek," jawab gue secara sepihak.

"Hah? Enggak kok Nek. Saya nggak pacaran," elak dia sekaligus meyakinkan nenek, tanpa sekalipun melihat ke arahku.

Saat itu gue ngerasa bahwa dia memiliki sesuatu yang harus bisa gue taklukkan. Banyak perempuan yang selalu takluk bahkan hanya dengan melihat gue. Mungkin kali ini gue harus mengeluarkan semua pesona yang gue punya. Seolah akal pikiran dan hati gue sejalan untuk melakukan apapun demi dia.

Dia yang memiliki dua lesung pipi, membuatnya semakin terlihat manis.

"Nenek do'akan yang terbaik ya," ucapnya sembari tersenyum walaupun sebenarnya dia tengah kesakitan.


L  A  K  U  N  A

by

me myself mendes

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang