Bulannya cantik. Laut pun semakin pasang. Tangga-tangga yang berada di bawah tadi sudah tertutup air laut. Kulirik sejenak orang yang berada di sampingku ini. Tadi dia bersandar pada kedua tangannya yang diarahkan kebelakang, sekarang Ia mulai bersendekap. Dia kan tidak tahan dingin.
Aku beranjak dari dudukku. Berjalan kearah tangga turun yang bertolak belakang dari pantai. Aku menuju penjual terdekat. Aku membeli dua cup jasuke. Dan beberapa tusuk ayam madu. Kemudian aku kembali duduk. Kuletakkan makanan itu diantara kami. Dia tersenyum begitu aku datang.
"Aik! Susah-susah saja!" Katanya.
Aku hanya tersenyum. Ah.. aku sudah tidak mampu berkata. Lama sudah, kami tidak bertemu. Membuat kami bingung harus berbicara apa. Dia terus memakan jasukenya.
Mungkin aku yang sedikit memaksa. Menyuruhnya datang kesini. Tapi dia mau juga menjemputku. Sekitar pukul 7 sore tadi, aku dijemput. Dan sekarang baru pukul 8. Tapi hanya sedikit yang kita bicarakan. Kami sibuk menikmati matahari terbenam beberapa saat lalu. Matahari terbenam yang terakhir kulewati dengannya.
"Bang! Terimakasih.. dah mau datang!" Kataku agak lirih memulai perbincangan. Aku agak gugup. Aku benar-benar sudah lama tak bicara padanya.
Azie hanya tersenyum sambil terus memakan jasukenya.
"Tak apalah! Kira penghormatan terakhir kan?!" Katanya cengengesan.
Senyumku langsung memudar. Lagi-lagi Azie tak mau melihatku ketika Ia bicara.
Sejenak hanya deburan ombak memecah keheningan. Lampu-lampu dari kapal besar, menghiasi malam itu. Bulan masih disana, tapi tidak ada bintang. Pengunjung tidak begitu ramai. Karena hari itu bukan hari libur.
Aku berpikir sejenak. Merangkai kata apa lagi yang harus kuucapkan. Azie menjadi sangat pasif. Biasanya dia yang membuat topik. Biasanya Ia yang bertanya setiap hal. Aku hanya tertunduk.
"Kamu terbang bila?" Tanyanya setelah meletakkan cup kosong diantara kami.
"Sabtu!" Jawabku singkat.
Hari ini hari kamis. Berarti lusa aku harus pergi. Entah.. ini keputusan yang tepat atau tidak, aku mengajak Azie pergi ke pelabuhan klang. Kalau dia hanya pasif, maka situasi tidak akan semakin baik. Apa dia sungguh terpaksa.
"Hati-hati!" Katanya.
"Balik terus kawin ya!" Katanya kali ini dia melihatku.
"Doakan saja!" Jawabku dengan senyum yang entah terlihat seperti apa.
"Itu harus..."
Aku menyingkirkan makanan yang ada diantara kami kesisi ku yang lain. Aku bersila sambil menghadapnya. Aku harus bicara juga. Kalau tidak, sampai kami pulang pun hanya ada basa basi saja.
"Bang! Maafkan aku.." Kataku.
"Maafkan aku juga!" Katanya sambil menghela nafas. Tapi tidak melihatku.
"Maafkan aku sudah kacau abang!" Kataku lagi.
"Tidak ada sesiapa yang kacau.." Jawabnya.
"Maafkan bila kata orang-orang itu dah mengusik abang!"
"Tak payahlah dengar cakap orang.." Katanya sekilas menatapku.
Nyatanya tidak begitu. Kenapa dia tidak mau jujur, bahkan di saat terakhir. Aku agak kesal juga. Aku ingin kita berbicara terbuka saat itu. Tapi Azie sangat pintar menyembunyikan perasaannya.
Aku menatap lautan lagi. Tapi tubuhku masih menghadapnya. Entah tiba-tiba aku malas melanjutkan semua ini. Seperti tidak ada gunanya aku bicara baik-baik. Ah.. aku sudah mau menangis saja.
