Nine

111 5 0
                                    


Hari ini adalah hari kedua Ahn Solbin tidak masuk sekolah. Setelah bel pulang berbunyi, Senna langsung bergegas menuju halte bus. Otak dan hatinya sangat tidak bisa tenang. Pikiran-pikiran buruk terus menghantui kepalanya, terutama karena belum ada balasan chat dari Solbin. Tentu saja Senna tidak berhenti setelah menghujani Solbin dengan chat spam kemarin. Namun sahabatnya itu tetap tidak menggubris semua chat Senna.

Bus tujuan Senna sampai di halte, dan ia masuk bersama dengan beberapa murid lainnya. Untunglah ada satu bangku yang belum diduduki, sehingga Senna bisa duduk di dekat jendela.

"Ini kan bukan bus ke rumahmu, kau mau kemana?"

Senna terlonjak kaget dan melihat Seongwoo yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. "Apa yang kau lakukan disini?"

"Mengantarmu pulang. Tapi sepertinya kau tidak akan langsung pulang?"

Senna memijat dahinya dan menghela nafas. "Untuk apa kau mengantarku pulang?"

"Bukan kemauanku. Lagipula nanti aku harus ke cafe." Seongwoo membisikan kalimat terakhirnya, takut jika ada murid lain yg mendengar.

"Kalau begitu kau langsung ke cafe saja sana."

"Sudahlah masih ada dua jam sebelum jam kerja." Seongwoo lagi-lagi mebisikan kalimatnya. "Memangnya kau mau kemana?"

"Rumah Solbin."

"Mau menjenguknya?"

Senna menganggukan kepala. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Seongwoo. Bahkan terhadap fakta bahwa Daniel yang menyuruh Seongwoo mengantarnya. Tatapan gadis itu terpaku pada layar yang menampilkan kalau Solbin sudah mambaca chat-nya.

Sudah dibaca. Kenapa tak dibalas?

Senna lagi-lagi menghela nafas. Seongwoo yang duduk disebelahnya sempat melirik layar hp Senna, sehingga ia tahu apa yang menjadi pikiran gadis itu.

"Kalian sedang bertengkar?" Seongwoo bertanya dengan hati-hati. Tapi respon yang diberikan oleh Senna hanya gelengan lesu.

"Kalau dipikir-pikir kegiatanmu seminggu ini penuh untuk menjenguk, ya? Kemarin kau mengunjungi ibuku di rumah sakit, hari ini kau menjenguk Solbin di rumahnya." Seongwoo berusaha mengalihkan pikiran Senna, namun respon yang diberikan Senna masih minim, hanya senyum tipis.

Merasa seperti berbicara sendiri, Seongwoo memilih diam dan menikmati perjalanan. Setelah 20 menit duduk di bus akhirnya mereka turun di sebuah halte, dan berjalan memasuki kompleks perumahan elit.

Kepala Seongwoo tidak henti menengok kanan dan kiri, mengagumi desain rumah-rumah elit tersebut. Namun harus Seongwoo akui bahwa kompleks perumahan Senna jauh lebih elit. 

Perbedaan status inilah yang membuat Seongwoo menjadi bahan bully di sekolahnya, sekolah elit yang isinya adalah anak pejabat ataupun pengusaha kaya. Sedangkan Seongwoo hanya seorang anak yang beruntung bisa masuk sekolah itu karena beasiswa.

Senna berhenti di depan pagar sebuah rumah minimalis dan langsung memencet bel. Tidak mendapat jawaban, ia memencetnya sekali lagi. Dan tepat pada saat itu seorang wanita paruh baya berbicara melalui interkom.

"Iya?"

"Bibi Song ini aku Senna, bolehkah aku masuk?"

"Aah... Senna, sudah lama kau tidak kesini. Tapi Solbin sedang sakit saat ini."

"Iya, aku kesini ingin menjenguknya, dan memberikan catatan pelajaran."

"Tunggu sebentar ya.."

Cukup lama dua siswa itu menunggu di luar rumah, sampai akhirnya seseorang membuka pintu pagar sedikit. Ternyata orang itu adalah Bibi Song.

It Must Be You...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang