Kesempurnaan tidak bisa dimiliki.
Aku tahu, sedangkan mereka tidak tahu.
kesempurnaan itu tidak ada digenggamanku.
___
''Berapa lama lagi Aku harus menemanimu disini?'' Tanya Ku prustasi. Aku menghembuskan nafas lelah, bersandar di punggung kursi.
Bagaikan angin lalu, ucapanku tak digubris sedikitpun.
Mengenal pria ini sejak 53 Jam terakhir dalam hidupku, yang berlalu begitu buruk. Membuatku mengetahui satu fakta tentangnya. Dia, Daniel, menjadi buta dan tuli atas segala hal yang terjadi disekeliling, ketika matanya sudah fokus mengunci pada satu titik, wanita dengan tangan yang asyik menari diatas tuts-tuts piano. Menghadirkan melodI yang mengaung lembut, ke segala sisi ruangan Kafe.
''Daniel,'' Aku memanggilnya, berharap dapat menariknya dari imajiner tak tergapainya.
Nama Daniel begitu indah, tapi tak terlalu pantas untuk disematkan pada seseorang sepertinya. Mungkin kalian bertanya, setidak pantas apa nama seindah itu melekat padanya! Aku akan menjawabnya nanti, lebih tepatnya kalian yang akan menentukanya sendiri setelah semua cerita ini ku selesaikan.
''Daniel...'' Panggilku lagi.
Aku tahu dia mendengar panggilanku, namun panggilan tak sabaran dariku, tentu tidaklah sebanding dengan pemandangan indah didepanya, Ia berkata dengan mata memandang penuh binar, ''Aku telah mencintai gadis itu bertahun-tahun.''
Itu terdengar sangat romantis, but Aku sudah terlalu bosan menemaninya selama dua jam lebih dikafe ini, tanpa tujuan yang berarti. Dan tidak di perdulikan sama sekali.
''Kau harus berusaha memahami quote tentang cinta itu tak harus memiliki Daniel, seharusnya dengan melihatnya bahagia, kau sudah merasa cukup.'' Dia tertawa sinis.
''Itu hanya ucapan pengecut bagi orang-orang yang tidak mau memperjuangkan miliknya.'' Tanpa berniat sedikitpun untuk melihat kearahku, Ia berucap.
Aku menggeram kesal, berhasil menarik perhatian dua tiga orang yang mengisi meja berdekatan dengan meja tempatku duduk.
Untuk pertama kalinya, Aku bersyukur duduk di pojok belakang Kafe, hingga dapat mengurangi populasi orang yang akan dengan senang hati menertawai tingkah gilaku, karna Daniel.
Tentu saja untuk duduk di pojok belakang, butuh perjuangan yang akward, memaksa Daniel yang bersikeras ingin duduk paling depan, hingga bisa melihat si gadis dengan lekukan kecil pada pipi kirinya.
''Anna, Katakan padaku siapa yang akan rela melepas miliknya sendiri? Siapa yang akan dengan senang hati membiarkan seseorang merebut miliknya? Atau siapa yang akan dengan tenang, melihat seseorang menyentuh miliknya?'' Daniel bermonolog.
Aku memutar bola mata jengah. Selama dua hari bertemu lagi denganya, jika aku menuliskan kata ekspresif yang selalu Ia lontarkan, mungkin aku sudah mencetak satu buah novel dengan kisah paling miris, seorang Daniel.
''Banyak sekali contohnya. Jack yang memilih mengalah, hanya agar rose selamat, di film Titanic. Dilan yang membiarkan milea bahagia dengan pilihanya, di Dilan milea. ''
Dia tertawa tanpa humor.
''Itu hanya ada di film Anna, kita hidup di dunia nyata. Dan kenyataaan bahwa tidak segampang itu, melepas sesuatu yang berharga dalam hidupmu, harus Kau akui kebenaranya.''
''Yup, namun jika Kau memang mencintainya, seharusnya Kau paham perbedaan ketika Kau ada disisinya dan tidak. Kenyataan bahwa, beberapa orang memilih untuk melepas orang yang mereka cintai agar mereka bahagia, juga harus Kau akui kebenaranya.'' Sanggah ku.
YOU ARE READING
TRTOD : The Red Thread Of Destiny
RomanceSekuat apapun kamu menjaga, Yang pergi akan tetap pergi. Sekuat apapun kamu menolak, yang datang akan tetap datang. Semesta memang kadang senang bercanda .Sujiwo Tejo ___ Sebuah legenda china kuno mengatakan: ''An invisible red thread connects thos...