3.

129 12 6
                                    

Indahnya pagi tak pernah bisa mengalahkan indahnya senyummu.

***

Jendela yang masih tertutup rapat. Gelap, dan dinginnya udara masih saja menusuk ke dalam tulang rusuk.

Pria itu masih bergelung manja di bawah selimut tebalnya. Menikmati pagi yang lain dari biasanya. Kali ini, ia bisa tidur sepuasnya. Tidak harus terganggu dengan telepon Jackson ataupun deadline pekerjaan yang harus dikerjakan.

Hari ini, Jae Bum benar-benar hanya akan menghabiskan waktunya untuk tidur di kamar.

Tik. Tok. Tik tok. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun udara masih saja terasa dingin. Seolah ingat sesuatu, pria itu bangun dari tidurnya dan melangkah ke kamar mandi dengan tergesa.

Setelah membasuh wajahnya, pria itu bergegas keluar dari vila dan merasakan semilir angin menerpa kulitnya.

Setelah membasuh wajahnya, pria itu bergegas keluar dari vila dan merasakan semilir angin menerpa kulitnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wooaaa... akhirnya aku benar-benar bisa merasakan embusan angin yang menyejukan ini," gumam Jae Bum seraya merentangkan kedua tangannya. Setelah sekian lama menyibukkan diri dengan tumpukkan pekerjaan, baru kali ini dia benar-benar merasakan ketenangan.

28 Desember, menjadi tanggal yang tak pernah ia lupakan. setiap tahun pada tanggal itu, Jae Bum akan menyempatkan diri ke tempat ini. tempat ia bisa merasakan kebahagiaan meski hanya sebentar.

Dengan penuh semangat, pria itu melankahkan kakinya menuju bukit yang lumayan terjal. di samping kanan dan kirinya masih terdapat sisa-sisa salju yang membeku. Hari ini, ia akan mengunjungi taman di atas bukit yang menjadi tempat favoritnya.

Tempat itu masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. disaat musim dingin begini, tidak ada orang yang mau berlama-lama di taman itu. kecuali karyawan pabrik teh yang berlalu lalang melewati jalan samping taman. Namun kali ini ada yang berbeda. Di atas batu besar pinggir taman itu, seorang gadis duduk di sana beralaskan syal merah muda di bawahnya. Diam-diam Jae Bum tersenyum. Ada getaran lain di dalam dadanya. meski waktu telah berlalu, meski tubuh dan rambutnya telah berubah, tapi ia tahu gadis itu adalah He Na.

"Bolehkah aku duduk di sampingmu?" tanya Jae Bum ketika ia telah berada di dekat Gadis itu. sementara He Na menatap heran pria yang baru saja bicara padanya. Ia memperhatikan setiap inci wajah Jae Bum, hingga ia benar-benar yakin bahwa yang dilihatnya adalah pria yang selalu ada dalam ingatannya.

"Ya," He Na memalingkan wajahnya ke arah lain, meskipun ada rasa bahagia bisa bertemu dengan Jae Bum, namun sedikitpun tak ia tunjukkan perasaan itu di hadapan Jae Bum.

"Bagaimana kabarmu? sudah lama..."

"Aku baik-baik saja," potong He Na cepat, seolah tak ingin mendengar lebih banyak lagi kalimat dari pria itu.

"He Na, aku..."

"Sepertinya aku harus pulang, permisi," lagi-lagi He Na mememotong kata-kata Jae Bum sebelum usaha menahan air matanya gagal. Bagi He Na, mengingat masa lalu itu hanya akan membuatnya lemah. meski sering kali ia mencoba menjadikan kebahagiaan di masa lalunya sebagai semangat untuk melanjutkan hidup.

 Jae Bum memejamkan mata sipitnya, ia tak tahu apa yang terjadi pada gadis itu hingga bersikap seperti itu padanya. Dulu memang ia sering membuat He Na marah dan mengganggunya saat remaja. tapi itu kan dulu. Sekarang mereka sudah dewasa. JAe Bum pikir semua akan berbeda, tapi ternyata tak sesuai dengan perkiraannya.

"Chagiya," panggil Ja Bum saat gadis itu berjalan meninggalkannya. Panggilan yang sangat dibenci oleh He Na di masa lalu.

Gadis itu menghentikan langkahnya sejenak. Menolehkan wajahnya sesaat dengan tatapan tidak suka. Berbagai macam umpatan telah bersahutan dalam pikirannya, tapi bibir merah itu tak bergerak sedikitpun. Ia tak ingin merusak pagi indahnya hanya untuk meladeni pria gila itu. Kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya kembali ke rumah. Bayangan Ramyeon dengan asap mengepul membuat senyum tipis merekah di bibirnya.

Setelah sampai di rumah, He Na disambut oleh Imonya yang sedang membersihkan sisa-sisa salju di halaman rumah orang tua He Na. Wanita paruh baya itu terlihat tersenyum malu-malu memandang pria yang berjalan di belakang keponakannya. Ia ingat setiap tahun pria itu akan berada di vila belakang rumah oran tua He Na untuk berlibur.

"Berlibur lagi? mari masuk," ucap Imo dengan senyum mengembang. sementara He Na merasa heran dan menengok ke belakang.

"Wah," He Na tidak tahu bahwa Jae Bum akan mengikutinya sampai ke rumah. Sepertinya pria itu benar-benar akan merusak harinya di sini.

kemudian mereka bertiga masuk ke dalam rumah bersama-sama. Senyum lebar tak pernah lepas dari bibir Jae Bum, ia sungguh bahagia hari ini. Namun senyum itu surut seketika saat melihat seorang pria yang tengah menikmati ramyeon di ruang tamu rumah itu.

"Jun Young, aku pikir kamu tidak benar-benar datang hari ini," He Na menghampiri pria itu dan ikut menyantap ramyeon dari sendok yang sama. Membuat Jae Bum menatap tajam kedua orang itu.

"Kamu siapa?" tanya Jae Bum cepat. Ia tak suka berbasa-basi meski dengan orang yang tidak ia kenal sekalipun.

Sementara He Na dan Jun Young saling pandang, dengan tatapan yang sulit dimengerti. "Dia kekasihku," ucap He Na tanpa menatap Jae Bum. Jun Young adalah kekasih He Na sejak setahun yang lalu di Australia. Mereka sama-sama kuliah di universitas yang sama.

"Chagiya," lirih Jae Bum seraya tersenyum getir.


***

Hai...

Lama ya updatenya?

Gimana ceritanya? suka nggak? kritik dan saran sangat membantu aku buat lanjutin cerita ini lhooo.

Terima kasih sudah membaca.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PhotographTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang