Terlambat

10.8K 357 6
                                    

Tok! tok!

"Selamat pagi, Pak! Maaf saya terlambat," ucap Belinda dengan sedikit gugup. Sesaat setelah menutup pintu ruangan rapat dewan.

Belinda hanya bisa tersenyum kecut, saat tampak olehnya semua orang sedang memandanginya dengan tatapan aneh.

"Silahkan mengambil tempat!"

Belinda menganggukkan kepalanya saat seseorang yang baru ia lihat memintanya untuk duduk.

"Oh tidak!" gumam Belinda saat melihat kursi yang tersisa hanya ada di samping kanan orang yang baru saja menyuruhnya duduk.

"Saya harap, ini yang pertama dan terakhir kamu terlambat, ok!" tegasnya, sambil matanya tak berkedip memperhatikan Belinda  yang baru saja meletakkan tas kerjanya di meja.

"Baik, Pak! Saya akan berusaha untuk tidak lagi terlambat," jawab Belinda sembari mengangkat mukanya. Tertegun sejenak begitu matanya bertemu wajah si Bos.

"Rendra!" desis Belinda. Namun cepat-cepat tangannya menutup mulut. Berharap tidak seorang pun yang mendengarnya.
Termasuk orang yang baru saja ia sebut namanya.

Tetapi, ternyata dia belum beruntung, karena orang yang ia maksud mendengar suara desisan Belinda.

"Apa kita pernah kenal sebelumnya?" tanya Alvarendra kaget, matanya semakin menajam memandang wajah direktur anak perusahaannya itu.

"Apa kita bisa melanjutkan acaranya lagi, Pak CEO yang terhormat?" sela seorang pria separuh baya yang duduk di kursi paling ujung, berseberangan dengan kursi Alvarendra.

Belinda menarik nafas panjang, pria yang ia kenal sebagai kepala bagian keuangan itu secara tidak langsung sudah menyelamatkannya, walau sesaat.

Acara berlangsung, perkenalan Alvarendra Hanggoro sebagai CEO yang baru, menggantikan ayahnya yang memiilih pensiun.

Acara inti selesai, tiba saatnya acara ramah tamah, membuat Belinda sesegera mungkin bangun dari duduknya hendak pergi menjauh.

"Ibu Belinda ada yang masih ingin saya tanyakan. Kenapa tadi anda memanggil saya dengan nama, Rendra?" selidik Alvarendra, sembari mengingat-ingat wajah perempuan di depannya.

Alvarendra penasaran, hanya teman masa sekolah SD dan SMP-nya saja yang memanggil dirinya dengan nama Rendra..

"Nggak, Pak ... nggak, maaf. Saya hanya asal nyebut aja tadi," gagap Belinda menjawab pertanyaan Bosnya.

"Saya izin ke kamar kecil sebentar!" ucap Belinda yang  terburu buru melangkah ke luar dari ruangan.

Meninggalkan Alvarendra yang masih berpikir, dan mengingat wajah gadis itu. Namun, tidak di temukan bayangan di masalalu tentang wanita ini.

Akhirnya dengan membawa perasaan penasaran. Alvarendra kembali berkumpul dengan para dewan direksi yang sedang menikmati jamuan.

Belinda, terduduk di kursi dekat meja sekretaris yang kosong, ternyata Rendra tidak mengingat dirinya.

"Tentu saja dia tidak mengingatku, memangnya aku siapa? Kenapa juga harus dia ingat?" gumam Belinda, sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

Dulu, Belinda hanya seorang anak perempuan yang gemuk, tomboy dan dekil. Sekarang lihat dirinya. Sudah menjadi seorang gadis yang langsing, cantik dan mempunyai jabatan yang tidak main main.

Berbeda dengan Alvarendra yang memang dari kecil sudah tampan, pintar dan kaya.

Memang, lebih baik Belinda berpura-pura tidak mengenalnya, agar tidak terjadi interaksi yang berlebihan.

Tangan Belinda langsung bergerak membuka pintu dan masuk ke ruangan kembali. Kali ini dia benar benar berusaha menjaga jarak.

"Belinda ...!"

MASIH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang