Bagian 2

1 0 0
                                    

Ana sedang mencabuti rumput-rumput liar yang berada di halaman rumahnya dengan tenang ketika seseorang menepuk bahunya dengan keras sehingga membuatnya terjungkal ke belakang karena kaget.

"Hahahahaha," orang itu tertawa dengan keras begitu melihat Ana terjungkal dengan rumput-rumput liar yang berhamburan jatuh ke wajahnya.

"Haish!" Ana bangkit berdiri kemudian mendorong bahu seseorang yang terus saja tertawa itu dengan kencang sehingga giliran orang itu yang terjatuh ke tanah. Ana pun berinisiatif untuk menaburi tubuh seseorang yang ia dorong tadi, dengan rumput-rumput liar yang sudah dicabutnya beserta beberapa bulir tanah yang tak sengaja diraup oleh tangannya.

"Hahahaha kau tampak seperti kue raksasa dengan toping rumput liar beserta tanah, Max!" Ana tertawa terbahak-bahak sampai matanya berair.

"Kau sungguh jahat, An." Max memasang wajah pura-pura sedihnya.

Ana yang melihatnya, mendengus jijik. "Hentikan tatapan itu. Kau benar-benar menjijikan!" Ana menyemprot Max dengan air yang keluar dari selang.

"Ana! Lihat bajuku jadi basah!" Max bersungut-sungut, marah.

"Hahah, apa salahku? Aku hanya membantu membersihkan bajumu saja. Dan, ingat! Seseorang yang menjahili Ana, akan dibalas berkali-kali lipat oleh Ana itu sendiri!" Ana membanting selang yang dipegangnya, kemudian berjongkok untuk kembali mencabut rumput-rumput liar yang mengganggu pemandangan, menurutnya.

"Oh, astaga. Apa yang terjadi denganmu, Max?" Janet muncul dari pintu utama sambil membawa beberapa cemilan yang niatnya akan dia berikan pada Ana.

Max melirik Ana dengan sebal, kemudian menatap Janet kembali. "Ana yang melakukannya."

"Hahahah, sudah kuduga," Janet meletakkan cemilan di meja santai yang berada di halaman rumah, kemudian bergabung dengan Max dan juga Ana.

"Sebaiknya kau ganti baju dulu, Max. Kau akan kedinginan," Janet menatap Max dengan prihatin.

"Sudah, biarkan saja dia! Dasar pengganggu!" Ana melirik Max sekilas, kemudian kembali berkutat dengan rumput liar.

Sementara Max, dia sudah berjalan mendekati Ana. Tanpa membuang-buang waktu lagi, langsung saja dia menjewer telinga Ana dengan keras.

"Aaaaa!!!!" Ana refleks berteriak nyaring. Dia merasakan telinganya berdenyut-denyut, sakit.

"Lepaskan!!! Dasar kalian pasangan gila! Sepertinya hobi kalian sama! Yaitu menjewer telingaku!" Ana memukul-mukul tangan Max yang masih setia bertengger di daun telinganya.

"Hahahah, sudah Max. Kasihan dia," Janet melepaskan tangan Max dari telinga Ana.

"Kalian benar-benar menyebalkan!" Ana mengusap-usap daun telinganya yang terasa panas sekarang.

"Kalau kau tidak dijewer, maka kenakalanmu itu tak akan berhenti. Jadi lebih baik kami menjewermu saja." Max mengusap-usap pucuk kepala Ana dengan sayang.

"Huh, alasan," Ana kembali mencibir. "Huah, lebih baik aku pergi ke halaman belakang dan menggali lubang untuk tempat peristirahatan kalian berdua."

"Hahah, dasar psikopat!" Janet tahu bahwa itu hanyalah candaan, dia sudah hapal dengan kebiasaan adiknya itu.

"Tidak, Net. Ini benar-benar nyata! Kau akan lihat nanti. Dan kau akan terharu. Kau akan berkata 'ya ampun, betapa baiknya adikku ini'" Ana mencoba meyakinkan Janet akan kata-katanya.

"Sudahlah. Pergi ke kamar dan baca saja koleksi novelmu itu!" Max mengibaskan tangan, menyuruh Ana pergi dari halaman depan dengan secepatnya.

"Dasar orang gila!" Ana kembali mencibir. Kali ini dia menurut, pergi meninggalkan halaman depan. Tapi bukan berarti dia menuruti ucapan Max untuk pergi ke kamar. Dia akan mengamati percakapan pasangan itu.

Harry & HerryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang