"H-Hana,"
Gadis yang masih terduduk di tepi ranjang itu menatap Ryuna datar, tidak memberi ekspresi apapun.
"K-kamu pasti marah banget ya sama kakak?"
Hana masih saja diam, tidak berkutik. Kali ini ia membuang pandangannya ke arah lain.
Apa setiap hari Hana selalu mengurung diri seperti ini?
"Kamu pasti nggak bisa maafin kakak kan?"
Ryuna menghampiri Hana kemudian mengelus rambut Hana berulang kali. "Maafin kakak,"
Namun kali ini Ryuna merasa Hana menggeleng.
"A-apa—"
"Bukan salah kakak." Hana berucap singkat.
Ryuna memandang Jinyoung yang sejak tadi berdiri di ambang pintu, menyaksikan keduanya.
"Aku begini bukan nyalahin kakak, aku cuma merasa kehilangan." jelasnya lagi. "Aku yakin kakak juga ngerasain hal yang sama kayak aku."
Ini sudah sebulan semenjak kepergian Woojin, dan Hana baru saja berbicara kepadanya.
"Nggak papa, aku udah ikhlas kak." Hana tersenyum miris.
Yah, mau bagaimanapun Hana larut dalam kesedihan, Woojin tidak akan kembali.
"Jadi? Kamu maafin kakak?"
Hana menggeleng.
"Enggak ya?"
"Bukan." Hana memegang tangan Ryuna yang sedari tadi mengelus rambut panjangnya itu. "Maksud aku, kakak ga salah. Ngapain minta maaf?"
Ryuna tersenyum. Tolong, mungkin keluarga Woojin adalah satu-satunya yang semua anggotanya memiliki hati bak malaikat seperti ini.
"Yang nabrak kak Woojin? Gimana?"
Ryuna kembali melihat Jinyoung yang kini sedang menghampiri mereka dan duduk di kursi tepat di depan Hana.
"Nggak usah dipikirin, udah disidang kok." itu Jinyoung yang menjawab, yang dibalas anggukan Ryuna.
Hana tersenyum.
Benar-benar cantik.
"Kak Jinyoung lama gak main kesini, Hana kangen," kemudian Hana berhambur ke pelukan Jinyoung.
Jinyoung membalas pelukan Hana. "Iya kakak juga kangen sama Hana,"
"Hana, jalan yuk ke Mall?"
****
"Hana mau nonton? Apa mau main?"
Hana yang asik berlarian setelah keluar dari mobil akhirnya berhenti.
"Hm, apa ya, Hana dulu kalau kesini sama kak Woojin pasti beli kopi dulu,"
"Hana suka kopi?"
Hana menggeleng. "Enggak. Kak Woojin yang suka, tapi karena kebiasaan minum kopi ya jadi Hana bisa dibilang suka sih,"
Ryuna terkekeh, kemudian menatap Jinyoung di sampingnya.
"Kayak lo dulu ya?"
Ryuna mengangguk.
"Hana, liat-liat ini dulu yuk," ajak Ryuna membawa Hana ke toko sepatu.
"Kalo gitu gue yang pesen kopinya ya, lo mau rasa apa?" tanya Jinyoung pada Ryuna.
"Kayak biasanya aja, masih inget kan?"
Jinyoung tersenyum kemudian mengangguk. "Kalo Hana?"
"Samain aja kayak kak Ryuna,"
"Siap tuan puteri," kemudian Jinyoung pergi membeli kopi sendirian.
"Hana mau beli? Kakak traktir deh."
Hana menggeleng. "Kata Mama gausah beli sepatu terus, sepatu Hana udah banyak, nanti di buang lagi sama Mama," Hana mendengus, kemudian Ryuna mengacak rambutnya pelan.
Kemudian Hana berhenti tepat di depan salah satu sepatu berwarna hitam putih bermerk adidas.
"Kenapa?"
"Dulu Hana pengen beliin kak Woojin ini, tapi belum sempat kak Woojin ulang tahun Hana udah dikirim ke Singapura,"
Ryuna terdiam di tempatnya, ikut menatap sepatu itu.
"Pasti kak Woojin seneng kalo Hana beli ini," Hana kemudian tersenyum, Ryuna mengelus punggungnya dari belakang.
"Kalo gitu, ayo kita beli."
"Buat apa?" Hana menghela napas. "Kak Woojin udah gak bisa pake ini lagi,"
Andai Ryuna bisa menangis disitu, pasti Ryuna akan terisak-isak sekarang.
"Buat kamu pake, biar ingat kak Woojin terus," Ryuna kemudian memintakan nomor 37 kepada staffnya, sesuai dengan ukuran kaki Hana.
"Kakak yang traktir hari ini. Hana mau apalagi?"
Hana hanya terdiam sampai kopi mereka datang.
***
Mereka bertiga akhirnya menikmati matahari terbenam di tepi Danau sambil memakan camilan yang mereka beli di sekitar situ.
"Nunggu itu nggak enak, tapi Hana suka nunggu matahari terbenam," Hana berucap seketika, membuat Jinyoung dan Ryuna tertawa.
Tidak tahu kenapa, hanya lucu saja.
"Sama kayak kak Woojin dulu bilang, 'nunggu itu nggak enak Han, tapi kalo buat kakak, nunggu seseorang yang kakak suka itu menyenangkan.' yah dan aku tahu sekarang kalau orangnya itu kakak," lanjutnya lebih panjang, membuat Ryuna melirik Hana dalam.
"Kak Ryuna baik, cantik juga. Hana suka, pantes kak Woojin juga suka."
"Kak Jinyoung juga pasti suka kak Ryuna gara-gara itu? Kalo Hana cowok, pasti Hana bakal pacarin kak Ryuna deh."
Ryuna tertawa, kemudian melirik Jinyoung yang kebetulan meliriknya juga.
"Kak Jinyoung," Panggil Hana lirih.
"kenapa sayang?"
Aduh Jinyoung manggil sayang ke Hana tapi Ryuna yang dagdigdugser gini.
"Tau nggak sih, beberapa minggu sebelum kak Woojin pergi ninggalin kita, dia bilang ke aku, 'Hana, kalau kakak sama kak Ryuna gak sama-sama lagi, nanti titipin kak Ryuna ke kak Jinyoung ya,' gitu. Hana awalnya nggak ngerti sih maksudnya, tapi sekarang Hana paham."
Jinyoung menatap Ryuna dalam, sedangkan Ryuna sedang dalam pikirannya sendiri.
Itu juga kalimat yang pernah Woojin katakan pada Ryuna.
'Kalau nanti kita udah nggak ada, kamu balik aja ya sama Jinyoung?'
Ryuna hanya tidak menyangka, kalau perpisahannya akan sepahit ini. Akan setragis ini, akan dengan cara seperti ini.
Tidak sadar, airmata Ryuna menetes, yang kemudian langsung di hapus dengan punggung tangan Jinyoung.
"Jangan nangis," lirihnya.
"Iya kak, sekarang Hana paham maksud kak Woojin. Jadi—" Hana memotong ucapannya selama beberapa detik sebelum melanjutkan,
"Kak Ryuna mau nggak balik sama kak Jinyoung, buat kak Woojin?"
****
GAIS KUHARAP KALIAN MASIH MENGINGAT CERITA INI.
AKU BENERAN SIBUK HUHU, KALIAN PASTI LUPA SAMA AKU YA?
AKU BENERAN NIAT MAU TAMATIN INI KOK, JADI JANGAN DIHAPUS DULU YA DARI LIBRARY :")
btw sorry for typo, jari aku gede soalnya.