PART 1

28K 223 3
                                    

Aku terbakar.

Terikat.

Sesak.

Aku tak berdaya. Kedua tanganku terborgol di atas kanopi ranjang.Api sudah melahap nyaris semuanya.Jilatannya menari-nari di hadapanku.

Terbatuk-batuk.Aku tahu aku sekarat.

ini memenuhi paru-paruku.Aroma kematian sudah mengekangku.Lalu,di antara kabut tebal dan api aku melihatnya...

Sesosok gelap berkelebat berjalan mendekat.Seolah-olah dia termuntahkan oleh api.Dia tinggi,besar dan aura di sekitarku terasa menusuk mencekam,lebih mengerikan ketimbang fakta aku bakal mati terbakar.

Manusia itu bergerak semakin cepat. Di antara kepulan tarian asal aku mampu melihatnya secara jelas.Sebuah benda runcing dan tampaknya tajam tergenggam erat di tangan kirinya.

Tanganku berusaha keras melepaskan borgol yang mengikat secara panik.Mulutku membuka siap meneriakkan sesuatu,akan tetapi segalanya gagal.Tenggorokanku tercekat,seperti pantulan bisu di udara.

Sosok itu semakin cepat,kilatan tajam ujung runcing seperti baja mengkilap memantul mengenai retinaku.

Kupejamkan mata,siap menerima kemungkinan terburuk.

Lalu.Aku mendengar suara.

Samar-samar,tapi,cukup bagiku menyadari itu suara pria.

Sesuatu yang hangat melingkupiku.Bahkan dalam kondisi kegelapan karena menutup mata,aku bisa melihat cahaya terang melingkupiku.Warnanya seputih salju.Menyedotku ke dalam pusaran gelombang tak berujung.

Bahuku berguncang hebat.Namaku disuarakan kencang.

Selanjutnya. Mataku terbuka.

******

Aku tersadar.

Terengah-engah.Banjir keringat.Tapi setidaknya aku sudah tak lagi berada di alam mimpi.

"Yvone.."

Suara itu lagi.Serak dan parau,khas lelaki yang begitu maskulin.

Kelopak mataku mengerjap cepat beberapa kali. Butuh waktu bagiku agar mata ini bisa beradaptasi pada keremangan cahaya kuning lampu motel,setelah beberapa jam yang terasa seperti berabad-abad dalam kegelapan.

"Yvone" ujar suara maskulin itu lagi.Kali ini di sertai sentuhan lembut pada bahu kananku.

Tubuhku bergelenyar menerima sentuhan dari tangan kapalan yang terasa panas di atas kulitku. Mendongakkan kepala,kudapati sosok lelaki terseksi dan sulit ditolak karena segala daya juga pesonanya.

"Devon..." bisikku lirih.

Atau lebih tepat kupanggil Paman Devon.Adik tiri Ayahku,anak angkat keluarga Deveraux.

Wajah perseginya yang teramat tampan berada di atasku, memperlihatkan tubuh seksi telanjangnya serta terlalu banyak kulit emas kecoklatan.

Aku baru sadar jika masih berada dalam posisi tidur memunggunginya ke sisi kanan ranjang. Bisep kanannya menjadi bantalku, badanku tertekuk dan dia memelukku erat dari belakang.

Tangannya basah oleh keringatku. Sepasang manik mata jingga memandangku penuh kecemasan. Melaui kedua pupilnya aku bisa melihat bayangan wajahku sendiri.

Gadis bertulang pipi tinggi tapi mungil, dengan kulit kelewat pucat. Rambut pirang gelap lurus sepunggungnya berantakan dan tampak lengket. Sepasang iris birunya memancarkan ketakutan murni.

Kurasa aku menggigil, karena bahuku bergetar hebat.

" Yvone..." panggil Devon lagi. Kali ini terdengar lebih jelas tak seperti tadi yang samar-samar.

Mudah baginya memutar badanku hingga kini menghadap ke arahnya. Kedua tangan besar serta kulit tebal yang mengeras memegang lembut pipiku, perlahan dia mengarahkan wajahku hingga bertemu matanya. Aku merasakan hembusan ketenangan batin tatkala membaca sesuatu dalam sepasang manik jingga indah miliknya.

'Tenanglah Yvone, tenanglah sayang, itu cuma mimpi. Segalanya hanyalah mimpi buruk.'

Aku mendesah panjang, memejamkan mata. Lalu kubiarkan Devon menarikku ke dalam dekapan eratnya.

Tangannya yang berotot melingkari tubuh mungilku. Kaki kirinya menopang kedua kakiku lalu satunya lagi dililitkan hingga mengelilingi keseluruhan kakiku. Dia terasa begitu posesif namun aku nyaman atas segala perilakunya padaku.

Hanya dengan Devon aku merasa begitu aman, terlindungi, juga dihargai.

Devon menundukkan kepalanya, mengecup dalam-dalam puncak kepalaku. Pipiku menekan dada bidangnya, tangannya terselip di antara otot dan kulitnya serta kasur, melilitkan pelukanku.

Aku suka aroma tubuh Devon setiap pagi, terutama hari ini. Campuran cengkeh dipadu sisa seks hebat kami semalam.

Lalu, aku merasakan sesuatu yang keras menekan perutku. Tanpa perlu menengok ke bawah aku sudah tahu apa itu.

Kami berdua sedang dalam posisi bertelanjang bulat, hanya ada selimut tebal menutupi, dan sudah paham bukan kelanjutannya.

Mendonggakkan kepala, kilatan di mata Devon memancarkan gairah juga nafsu berkobar.

Sebuah ide gila terlintas di benakku. Secara sengaja kugesekkan perutku pada ujung kejantanannya yang telah menegak sejak tadi. Devon mengerang, dalam satu gerakan cepat dia berhasil membuatku terlentang di atas kasur, kedua tanganku di satukan di atas kepalaku hanya memakai satu tangannya. Dia duduk bertumpu pada lutut dalam posisi menindihku.

Aku mendesah pelan, gairah yang terjulur akibat ekspresi Devon atas keinginannya padaku membuatku menggila.

Devon mengeram, dadanya naik turun, miliknya sudah tegak di hadapanku.

Aku tahu apa yang dia butuhkan begitu juga sebaliknya.

" Aku menginginkanmu Devon..." bisikku lirih. " Sekarang, beradalah di dalam diriku"

Devon menyeringai mesum, tapi sialnya terlalu tampan. " As you wish my sugar"

Membungkukkan tubuhnya, bibirnya yang panas merangkup bibirku . Dia menciumku dengan kasar, hanya ada nafsu di dalamnya, tapi aku menyukainya dan tak mau dia berhenti.

Seks hebat pagi ini telah membuatku lupa pada mimpi-mimpi burukku.

Juga, pada segala kebencianku atas dunia.

Karena untuk kali pertama, aku bersyukur sudah dilahirkan sebagai. Aku.

BLOOD AND ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang