Pertemuan

258 19 2
                                    

Inuzuka Kiba + Tenten Mitsasi
KibaTen

Derap kaki terdengar bergaung dari arah lapangan basket indoor di sebuah sekolah menengah atas ternama. Kapten tim basket Inuzuka Kiba adalah orang terakhir yang berada di sana, memastikan semua bola-bola telah tersimpan dan tidak ada satu pun barang yang tertinggal di sana, sebelum pemuda itu melanjutkan langkah untuk pulang.
Sebuah hal yang langka kalau Inuzuka Kiba tidak pulang ke rumah dengan wajah kuyu. Kiba tidak sedang terburu-buru hari ini, jadi raut wajahnya saat ini bisa dikategorikan bahagia untuk ukuran senior tim basket yang kikir senyum. Jika tiga hari sebelumnya ia harus pontang-panting berkutat dengan tugas-tugas sekolah yang biadab, maka hari ini ia bisa sedikit bernapas lega. Hari ini memang cukup longgar, jadi ia bisa berjalan santai menyusuri koridor sebelum meninggalkan gedung.
Biasanya sore menjelang matahari terbenam sekolah telah sepi. Kiba berhasil mempertahankan rekor sebagai orang terakhir yang berada di sekolah—bahkan mengalahkan satpam—selama hampir tiga tahun. Namun sayang, di hari yang paling baik dalam sebulan ini—menurutnya—Kiba harus merelakan rekor yang ia ciptakan sendiri terpecahkan.
Cukup mengejutkan baginya yang sudah terbiasa akan keheningan kala telinganya sayup-sayup menangkap satu—oh, itu dua suara yang tampaknya saling bercakap.
Masih ada orang?
Kiba memutuskan untuk berhenti berjalan. Sepertinya ada orang dibalik tembok dengan cat mengelupas. Kiba menaikkan sebelah alis. Ia memutuskan untuk mengintip sedikit dari balik tempat persembunyiannya.
Benar saja. Dua siswa berseragam lengkap sedang berdiri berhadap-hadapan, kira-kira berjarak enam langkah darinya.
"Untuk apa?"
Kiba terkesiap. Ia kenal betul dengan suara bernada bingung itu. Hyuga Neji dari 2-B, salah satu juniornya yang juga tergabung dalam tim basket sekolah—ia tadi berlatih bersamanya—dan seorang lagi yang lebih pendek—entah siapa, namun sepertinya itu siswa tingkat dua juga.
"Tidak ada. Kau simpan saja." balas pemuda di hadapan Neji—maaf saja, Kiba memang tidak kenal dia. Namun, apa ia pacar Neji? Mengapa anak itu membawa setangkai mawar?
Kiba makin mengerutkan dahi. Seingatnya Neji belum punya tambatan hati—meski ia tampak dekat dengan siswi populer di sekolah nya—tapi ia sendiri tidak yakin kalau Neji menyukai orang itu.
Jadi siapa?
Bukan masalah bagi Kiba sih . Ia tidak peduli dengan hal seperti ini, namun rasanya kurang sopan jika ia melintas begitu saja di depan dua orang itu, jadi ia memutuskan untuk tetap menonton— hanya alasan saja. Ia sangat penasaran sebenarnya.
Anak yang lebih pendek meraih jemari Neji yang terkepal lalu membukanya, memastikan bunga itu telah tergenggam aman oleh tangan yang lain.
"Simpan saja. Kau tahu? Aku tetap menunggumu."
Cheesy af , Kiba menyahut dalam hati.
"Tenten, dengar. Aku pernah mengatakan ini padamu bahwa aku tidak ingin menjalin hubungan apapun untuk saat ini. Aku tidak berniat melukai perasaanmu tapi kau yang memaksaku mengatakannya lagi." jelas pemuda jangkung dengan wajah lelah.

Jadi namanya Tenten...
Sekilas Kiba dapat melihat sepasang mata segaris itu kehilangan binar semangatnya—hanya sekilas.
"Aku tahu itu. Kau ini, aku tidak memintamu menceramahiku. Aku hanya minta kau simpan saja bunga ini." omel Tenten yang nampaknya sedikit kecewa.
Neji menatap wanita di depannya lama.
"Aku pulang dulu." si wanita melangkah menjauh, meninggalkan Neji begitu saja seakan-akan ia tidak pernah memaksa Neji menerima bunga yang ia berikan.
Ah, kiba mengerti. Ia bisa menarik kesimpulan. Jadi wanita tadi menyukai Neji, tapi perasaannya tidak berbalas. Kasihan juga.

Baru saja ia hendak melangkah menyapa Neji untuk sekadar berbasa-basi, ia melihat anak itu mendengus kecil dan membiarkan bunga itu terlepas dari tangannya. Jatuh begitu saja di lantai yang dingin.
Kiba terdiam. Wow. Itu artinya penolakan habis-habisan, bukan?
Ia mematai juniornya yang melangkah pergi, baru kemudian berjalan mendekati tempat di mana Neji dan Tenten berdiri beberapa waktu yang lalu. Entah mengapa, hatinya tergerak untuk mengambil setangkai bunga yang dicampakkan pemiliknya.
Ia mengamati bunga itu teliti. Sebenarnya si Tenten itu bodoh atau bagaimana? Seharusnya dia mengerti kalau pada akhirnya bunga ini akan dibuang dengan mudahnya oleh Neji.
Sungguh Kiba tidak pernah memahami suatu hal. Mengapa memberi bunga kepada orang lain untuk menyatakan perasaan? Banyak yang bilang kalau setiap bunga memiliki pesannya sendiri, tapi Inuzuka Kiba adalah orang yang realistis. Bahkan balita pun tahu bunga tidak bisa bicara, apalagi menyampaikan pesan tersirat.
Namun ia malah mengantongi mawar yang masih segar itu dan membawanya pulang. Hm.
. TBC

Jangan lupa vote + komen ya 😉
K

alo bisa follow aq 😁

MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang