Omake

125 17 0
                                    


Inuzuka Kiba+ Tenten Mitsasi
KibaTen

Kiba berkeringat sebagaimana ia tengah bermain basket, namun kenyataannya yang ia lakukan saat ini hanyalah meminta seseorang untuk menjadi kekasihnya.
"Senpai, aku tidak bermaksud menolakmu, tapi kau tahu sendiri, kan, aku masih menyukai Neji." ujar Tenten ragu-ragu. Ia takut seniornya itu akan marah padanya.
Kiba malah menggaruk pipi canggung. Dari sekian banyak persiapan untuk menembak Tenten, mengapa ia lupa kalau anak ini bahkan belum
move on dari Neji?
Namun Kiba malah mengendikkan bahu, "Terserah padamu sih. Tapi bila kau lelah menunggu, kau bisa mencoba mencari sesuatu yang baru ." Tenten menelan ludah gugup.
"T-Tapi Senpai, aku bahkan tidak mengenalmu dengan baik—"
"Oleh karena itu belajarlah melupakan Neji dan berpaling padaku. Mengapa kau bodoh sekali, sih?" hardik Kiba, berlagak marah. Padahal ia sangat menikmati menyaksikan Tenten yang kini sangat kikuk, tidak tahu lagi harus bagaimana.
Kiba jadi menyentil jidat wanita di hadapannya.
"Auw, sakit!" protes Tenten, mengelus keningnya yang mungkin memerah karena Kiba.
Yang lebih tua merengut.
"Aku butuh jawaban asal kau tahu saja." Tenten berhenti mengusap dahi. Sejenak ia mengamati wajah masam Kiba, lalu melirik seseorang yang sedari tadi terabaikan. Matanya mengintip-ngintip Neji, dan ia dapati anak itu balik menatapnya. Ternyata sudah sadar.
"Hei, kalau kau bersamaku, tidak akan ada cerita kau yang mengejar-ngejarku dengan memberi mawar setiap hari. Tidak perlu menunggu cintamu terbalas, karena saat ini aku bahkan menawarkan perasaanku untuk disambut olehmu." celetuk Kiba ringan, mengembalikan atensi Tenten. Oh, ia suka sekali saat mata itu melebar kaget.
"Mau tidak?" Kiba kembali menyudutkan Tenten.
Si gadis panda menahan napas. Ia tampaknya mempertimbangkan keputusannya matang-matang. Ingin sekali ia melirik kembali lelaki lain yang masih setia berdiri di tengah lapangan. Hatinya bertanya-tanya, apa Neji merasa kecewa? Apa yang ia rasakan saat ini? Tidak apa-apakah jika ia memangkas perasaan yang tumbuh subur dalam dasar hati dan menggantinya dengan bibit yang baru?
"Kau melamun." Lagi-lagi Tenten dibuat terkejut, kali ini karena sentuhan lembut di pipi montoknya. Kiba menaikkan kedua alis, seakan kembali menagih jawabannya.
Tenten membuang napas yang sedari tadi ditahannya.
"Baiklah, aku mau jadi kekasih Senpai."
God ! Akhirnya Kiba punya alasan untuk pulang ke rumah dengan wajah cerah.
"Terima kasih untuk mawarnya, Kiba Senpai."
Oh, oh! Apa kini Tenten melempar senyum padanya? Kiba rasa ia bisa melepas semua lapisan bajunya saat ini juga karena dinginnya cuaca tidak lagi berdampak padanya, Tenten yang menghangatkannya. Astaga, mengapa Kiba jadi seperti lelaki puber yang baru jatuh cinta?

MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang