Ke Mana Dia?

22 2 0
                                    

Aku terbangun. Cahaya matahari dengan jahatnya masuk menembus korden yang menggantung dengan sombongnya menutupi jendela kamarku yang besar. Kukerjap-kerjapkan kedua mataku dengan malas. Aku memandangi cahaya matahari yang masuk dan langsung menerangi wajahku. Lembut dan hangat rasanya. Aku membalikkan tubuhku dan terkejut. Dia sudah menghilang. Kapan? Aku memandangi bantal guling di sampingku. Ya, dia sudah pergi. Pasti dia pergi saat aku masih terlelap. Kenapa dia tidak berpamitan dulu denganku? Sepertinya akhir-akhir ini dia jadi begitu... Dingin. Pergi secara tiba-tiba meninggalkan aku di sini sendirian. Ah, mungkin dia sibuk, begitulah hiburku dalam hati. Inilah pagiku hari ini, hanya ada cahaya mentari pagi yang menemaniku.

Tanganku mengelus-elus bantal yang menjadi tempat kepalanya beristirahat semalam tadi. Iya, semalam tadi. Aku tersenyum mengingat apa yang terjadi semalam. Dia selalu manis. Terlalu manis. Dan aku pun katanya begitu dengan tambahan kata binal yang selalu diucapkannya dengan desahan manja. Iya, katanya aku manis dan binal kalau di ranjang. Aku tidak tahu. Aku hanya menikmatinya.

Tak terasa aku tersenyum sendiri mengingat bayangan memori semalam. Melihat sosok dirinya yang maskulin berubah jadi manja saat bertemu denganku. Dia selalu begitu. Anak laki-laki yang manja. Dia paling suka kalau dielus-elus kepalanya. Aku paling suka kalau dipeluknya dari belakang. Tapi dia tidak mau memelukku kalau aku tidak mengelus-elus kepalanya duluan.

Laki-laki memang begitu. Mereka mau menangnya sendiri. Tapi itulah titik kelemahan mereka juga. Di saat kuturuti kemauannya, hatinya jadi luluh lantak sendiri. Dia selalu berakhir dengan menuruti permintaanku. Sebentar lagi hari ulang tahunku. Aku yakin dia sudah menyiapkan hadiah yang kutunggu-tunggu sejak lama.

per-EMPU-anWhere stories live. Discover now