Rasanya sudah ribuan kali aku menguap siang ini. Shift pagi akan berakhir sebentar lagi. Sebentar lagi. Maksudnya, masih tiga jam lagi, goblok! Kulirik teman satu shiftku. Maya namanya. Anjir! Dia memang nyebelin. Kalau satu shift sama dia, dijamin bakal mati kutu dan ngantuk sepanjang waktu. Kerja sama dia kayak kerja sama tembok. Nggak ada ngobrolny, nggak ada becandanya. Serius terus. Udah gitu, dia galak lagi. Udah berapa kali aku ngelakuin kesalahan yang nggak disengaja dan dia ngomel-ngomel kayak mak lampir. Apa dia nggak mikir ya namanya anak baru pasti sering bikin salah?
Aku menguap lagi untuk yang kesekian kalinya. Dan untuk kesekian kalinya juga aku menghabiskan permen jahe yang ada di meja resepsionis. Kulihat permen jahenya tinggal sisa tiga. Jam masih menunjukkan pukul dua belas. Kapan berakhirnya penderitaanku?
Di saat aku sedang menggerutu dalam hati, dari arah pintu masuk terlihat empat orang pria berkemeja datang. Bellboy membantu mereka membawakan koper-koper mereka. Pasti mereka adalah para bos yang datang untuk menginap di sini demi keperluan bisnis. Mereka berjalan mendekati meja resepsionis. Dengan malas aku membenarkan posisi berdiriku dan merapikan blazerku. Jangan sampai si Rita judes berkomentar lagi.
"Selamat datang di Java Diamond Hotel. Ada yang bisa saya bantu?" ujarku sambil memberikan salam sapaan wajib hotel tempatku bekerja.
Salah satu pria yang berkemeja putih tersenyum. Wajahnya kebapakan dan terlihat ramah. "Sudah booking atas nama Pak Jimmy."
"Baik, Pak. Saya cek dulu, ya?"
Dengan sigap aku langsung mencari di deretan nama tamu yang akan datang. Ah! Ini dia! Jimmy.
"Atas nama Bapak Jimmy Halim, dua balcony room twin beds sudah terbayar lunas, ya, pak?" Aku mengkonfirmasi lagi. Prosedur hospitality hotel.
"Betul, mbak." Dia mengangguk sambil tetap tersenyum.
"Bapak dapat kamar nomor 234 dan 236. Ini kunci dan password wifinya. Mohon untuk tanda tangan di sini, pak. Kamar bapak ada di lantai dua, bisa langsung naik lift. Terima kasih."
Pria berwajah kebapakan itu segera menandatangani kertas bukti check in yang kuberikan. "Sama-sama, mbak."
Ketiga rekan Pak Jimmy langsung bangkit dari duduknya. Tiga rekannya berjalan bersama Pak Jimmy menuju lift diikuti oleh bellboy. Aku memerhatikan mereka dari balik meja resepsionis. Ekor mataku menangkap si Maya yang memerhatikanku dari tempatnya berdiri. Aku membatin, apa liat-liat?!
YOU ARE READING
per-EMPU-an
Chick-LitPer-empu-an (dibaca: pe.rem.pu.an). Kelihatannya sih kata yang sederhana, tapi orang bilang kata itu sakral alias maknanya dalam. Tapi aku ragu..