Kehangatan

1.2K 127 11
                                    

"Wahai Jensoo-ku, berlayarlah sebisa mungkin sebelum kapal JenLisa menanti."

- horseokthekuda


"Wahai JenLisa berlayarlah dan jangan pernah karam."

- drubyjane

"Wahai ChaeLisa-ku, kesabaran akan berbuah kejutan manis. Tidak perlu buru-buru berlayar. Naikan saja dulu jangkarnya."

- moelent

.
.

Wajar jika Rosé terkejut dengan apa yang malam tadi Lisa katakan. Sejujurnya ia tidak pernah tahu tentang kebenaran yang seluruhnya keluar dari mulut Lisa yang-ia kenal sebagai orang ‘asing’ untuk mereka.
Yang Rosé tahu, Lisa adalah cucu dari adik saudara sepupu kakeknya. Memang, Lisa adalah anak yatim-piatu yang pada akhirnya dibesarkan oleh kakeknya yang sudah mendiang.

.

Rosé memandang kehadiran Lisa yang terlelap di sisinya. Malam tadi mereka menghabiskan waktu bersama dan bercerita tentang kehidupan masa lalu yang didimonasi oleh segalanya tentang Lisa.

Apa yang Lisa suka, apa yang Lisa lakukan di Gangnam, juga tentang bagaimana inginnya Lisa merasakan bagaimana rasanya memiliki orang tua.

“Tapi bukannya Jennie cukup beruntung? Meskipun dia berasal dari keluarga lain, tapi dia memiliki kehidupan bahagia dengan menjadi kakakmu.”

Rosé bangkit dari tempat tidurnya. Diusahakannya untuk tidak menimbulkan terlalu banyak gerakan dan suara agar Lisa yang masih terlelap tidak terbangun karenanya.

“Yang aku tahu, Jennie memang bukan kakak kandungku. Tapi bukan sepenuhnya dia berasal dari luar. Dia…”

Rosé meneguk tetes terakhir di ujung gelasnya. Pagi ini ia harus menyerahkan kelengkapan analisis sebagai bagian dari tugas akhirnya. Tidak terburu-buru memang, tapi biasanya ia akan ikut bersama dengan Jisoo dan itu sangat membantunya untuk menghemat waktu sebab ia tidak perlu terburu-buru untuk menggunakan jasa kereta yang sungguh akan membuatnya lelah sebab begitu banyak manusia yang akan menggunakannya di pagi hari seperti ini.

Rosé memandang mesin penanda waktu yang berada tidak jauh dari jarak tempatnya berdiri. Ia harus bersiap sekitar dua jam lagi untuk berbenah diri. Tapi, pikirannya tentang segala ucapan Lisa malam tadi menjadi beban tersendiri yang membuatnya tidak sepenuhnya fokus dengan apa yang ingin ia lakukan pagi ini.

Segalanya masih berputar di kepalanya.
Bagaimana bisa Lisa tahu kebenarannya? Dan kenapa kebenaran yang ia tahu, berbeda dengan kebenaran yang Lisa jabarkan? Kenapa terlalu banyak hal yang tidak ia mengerti tentang keluarganya sendiri?

“Kau sudah di sini Rosé?” Rosé menoleh ketika Lisa tiba-tiba sudah berada di ujung anak tangga di lantai yang sama dengan yang ia pijak. Kemeja putih lengan panjang yang Lisa kenakan terlihat begitu cocok di tubuhnya dipagi hari dibandingkan piyama tidur berkarakter animasi yang biasa Rosé kenakan. Sekejap, Rosé jadi memandang ke dirinya sendiri untuk mengetahui seberapa besar perbedaan aura diantara mereka, meski mereka sama-sama perempuan.

Lisa mengucek matanya malas. Mulutnya meruncing seperti seorang anak yang dipaksa bangun oleh orang tuanya untuk segera pergi ke sekolah. Tapi di sisi saat ini, tidak mungkin ada yang mendesak Lisa untuk segera bangun ‘kan? Sebab nyatanya hanya mereka berdua yang menetap di sana semalaman.

“Aku baru bangun. Aku harus pergi ke Universitas pagi ini.”
Lisa melangkah perlahan menuju tempat di mana Rosé berdiri. Dan ia hanya diam tak merespon.

Between Her CurtainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang