Mungkin sekarang kau sedang membacanya. Namun sebelum aku menulis ini, aku telah mengatur nafas beberapa kali agar sesak tak terus hinggap.
Dimensimu masih dekat dalam ingatanku. Ia tak memilih jauh atau lantas pergi. Jejakmu memang samar selepas kau ajarkan aku cara merangkai jarak dalam banyak doa doa yang belum sampai. Hingga ketika tiba hatiku dipaksa merestui kehilangan, diriku dihantam luka saat kupikir semua tentang kita akan tinggal. Bukan tanggal.
Kau pergi.
Tanpa kau ulang sepatah katapun dengan pandangan meyakinkan seolah aku bisa baik baik saja setelah ini dan akan cepat mendapat penggantinya. Aku diam, kau tak henti menghujam. Semua alasan kenapa kau memilihku dulu sampai akhirnya kau yang ingin mengakhiri cerita.Kau berperan sanggup pada apa yang kau katakan. Tetapi mataku tidak, perasaanku tidak demikian. Pelan pelan kau ajak aku merelakan bahwa yang harus terhenti tak harus saling menyesali. Sialnya, sesudah kau bilang itu aku menyesal kenapa kita dipertemukan jika yang kutemukan harus yang meninggalkan.
Kepada yang pernah singgah, kau ajarkan aku caranya dekat lalu membawaku pada sekat.
Kau ajarkan aku mengerti, meski akhirnya sebabmu pergi ialah hal yang sulit kupahami.
Kau ajarkan aku bahagia, walau akhirnya kau ganjar aku dengan luka.
Kepada yang pernah singgah. Terima kasih telag menempatkan rasa, tetapi tak bertahan lama.
Terima kasih pernah datang, lalu kini hanya bisa ku kenang.
Terima kasih untuk hal hal yang pernah kita bagi, meski kini aku paham itu tak mungkin terulang kembali.
Dan terima kasih, pernah membuatku mencintaimu walau yang kudapati kau tak merasakan yang sama pada hatimu.
****
Syf.
KAMU SEDANG MEMBACA
About You
PoetryCuma berisikan beberapa puisi hasil gabut Author. Tidak suka? Silakan pergi dari work saya. Plagiat? Terserah. Saya tidak peduli. Namun, penulis yang cerdas adalah penulis yang berkarya dengan hasilnya sendiri. Dwi Assyfa 2018