Hari yang Sama

4 1 0
                                    

Suatu saat nanti, takkan kau dengar lagi bising panggilan masuk dari ponselmu yang entah sengaja-taksengaja kau abaikan. Atau pesan singkat di waktu yang kurang tepat, berisikan modus kangen berkedok tanya "apa kabar?".

Aku akan lebih membiasakan diri menerima jarak sebagai pengganti sua. Mengganti hadirmu yang pernah ada dengan segala rutinitas yang mampu membuatku melupa. Aku akan membiasakan itu.

Atau bila sesekali kurindu, aku akan duduk di pelataran senja sambil menikmati kopi seperti yang pernah kita lakukan dulu, hanya saja mungkin kali ini kopiku akan sedikit lebih pahit. Sebab agar aku ingat kembali betapa pahitnya cerita dengan janji manis yang berujung miris.

Suatu saat nanti, takkan kau lihat lagi wajah bingung dari wanita polos yang nekat melipat jarak demi sebuah temu. Juga, takkan kaubaca lagi susunan kata berbentuk puisi. Mengisahkan luka seorang wanita yang dilupakan atau dipaksa melupa.

Aku hanya perlu waktu perihal melupakanmu, atau tak perlu ada yang dilupakan sebab beberapa orang diciptakan menjadi kenangan.

Suatu saat nanti, aku yang ditinggalkan akan bahagia sama sepertimu yang meninggalkan. Aku akan bahagia sepertimu, menata kembali hati untuk tokoh baru yang mau menepi. Mengisi celah jemari dengan genggam menukar sepi. Merengkuh erat mendekap harap merawat mimpi.

Aku akan kembali tersenyum menikmati hangatnya kopi sambil memperhatikan paras manis membias di meja kaca atau cangkir kopi berbahan pualam. Kelak tawaku yang telah alfa dari kedai kopi akan kembali terdengar lagi.

Atau mungkin aku akan tersendak oleh ampasnya, sebab hilang temali sadar tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita tak berkesudahan dari lelaki  yang kesal diburu waktu. Aku sarankan sebaiknya tutup rapat-rapat telingamu atau segeralah mencari kedai lain, sebab tawaku akan terdengar lebih gaduh dari biasanya.

Untuk saat ini, biarkan aku tetap begini. Menikmati pergimu dengan muara bening yang mengalir tanpa kerelaan. Meratap di antara sadar yang semakin membuatku tidak sadar akan sebuah kehilangan.

Perayaan sepi masih meriah dengan sorak-sorai duka dan hiasan warna-warni kembang api yang meletup di atas luka. Belum bisa melupakanmu bukan berarti aku membangkangi bahagia.

Sebab bagiku, melupakanmu adalah prestasi yang masih sebatas mimpi. Aku tahu, melupakanku mudah bagimu, semudah melewatkan detak yang berdetik sembari melahap bubur bersama kekasihmu tadi pagi.

Aku tahu, sulit untukmu mengerti, sembari bermadu kasih dengan tambatan hati yang baru saja menghabiskan akhirpekan bersamamu, menikmati wahana alam ala-ala kekinian beralasan refreshing sebelum fokus kembali bekerja Suatu saat nanti, entah kapan? Yang pasti akan terjadi.

Saat hati mulai sepakat merangkak maju, menikmati kembali beragam perasaan yang ditawarkan gegap gempita rasa. Saat jantungku kembali berdegup lebih keras kala pelupuk mataku menangkap binar senyumnya. Saat aku benar-benar siap menerima sosok terbaik yang padanyalah segala pulangku tertuju.

Dan saat itulah, hanya kepadanya segala keangkuhanku luluh. Namamu yang pernah begitu lantang kupanggil disetiap doa akan berganti dengan namanya. Suatu saat nanti itu, entah kapan? Suatu. Saat. Nanti. Itu saat tidak ada lagi tentangmu. Sebab luka kan terhenti, duka berganti.

****

Syf.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang