Bab 2

23 2 3
                                    

Takdir
Manusia hanya bisa berencana sedangkan Tuhan yang mengatur segalanya.

Elsa POV

Aku melangkahkan kakiku berjalan menuju kantor dengan perasaan kesal, karena tindakan cerobohku hampir saja membuat orang lain kehilangan nyawa. Aku berhenti lalu menghela nafas “Huuufft!”.

Aku kaget karena seseorang menepuk pundakku dari belakang “Woy Elsa.” Panggil Dania sahabatku.

Aku melengos dengan lesu “Udah kebiasaan banget ngagetin orang.” Jawabku dengan berlalu meninggalkan Dania.

“Elsa, tungguin!” Dania sedikit berteriak dan belari menyusulku.
Ketika kami sampai dimeja dan duduk Dania bertanya dengan wajah jahil. “Kenapa? Lagi marahan sama sih Veno?” Tanya Dania penasaran.
“Putus!” jawabku dengan enteng.
“Ntar siang palingan udah baikkan lagi.” Jawabnya sambil nyengir Kuda.

Aku mengangkat bahuku acuh, Dania saja berpikiran seperti itu tidak akan ada lagi untuk kali ini.

“Dania.”  Untuk beberapa saat aku diam dan ingat dengan kejadian tadi pagi.
“Kenapa?” tanyanya.
Aku menopang dagu dan melihat Dania yang sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya

“Tadi pagi gue hampir mau bunuh anak orang.” Aku bergedik ngeri.
Tangan Dania berhenti mencari dan dia menatapku lalu terkekeh mendengar apa yang aku ucapkan

“Suka ngelawak lo Sa!”
“Cari apa sih Dania?” tanyaku dengan penasaran.
“Cari Lipstik Sa, perasaan dibawa deh” Dania mengingat-ingat .

“Eh, beneran mau bunuh anak orang? Hebat lo sekarang!” tanyanya.
“Buat apa bego Lipstik? Kan bibir lo udah merah juga.” Kataku dengan malas.

“Gue gak sengaja pas lampu merah gak sadar dan gak berhenti, ada mobil dari arah kanan. Syukur gak nabrak mobil gue, nabrak pembatas jalan.” Jawabku dengan rasa syukur.

“Terus gimana? Orangnya marah gak?” Tanya Dania merubah posisi duduknya.
“Ya marah bego, mobilnya hancur.” Jawabku kembali bergedik ngeri. “Tapi dia gak minta ganti rugi, dia bilang uangnya buat gue kursus nyetir biar gak ada anak orang yang mati gara-gara gue.” Lanjutku dengan mengerutkan kening.

Dania tertawa, “Lu sih masa gak tau lampu merah. Syukur gak kenapa-kenapa.” “Eh orangnya bapak-bapak ya?” Tanya Dania.
“Orangnya cakep, tapi gue gak suka” jawabku acuh.
“Lha ngapain juga mau suka sama tuh orang?” Dania menggelengkan kepalanya “Tapi lo bilang cakep? Tumben gak suka? Kok bisa?” lanjutnya menahan senyum.

Aku mengingat-ingat wajah dan kemarahan laki-laki tadi pagi, “Gak suka Dan, iya cakep tapi galak.” Gumamku tidak tertarik.

Semua karyawan berdiri dan mengucapkan salam kepada Manager HRD,

“Selamat pagi pak.”
“Iya pagi.” Jawabnya dengan ramah.

Semua karyawan kembali melanjutkan aktivitas mereka, dan Dania bertanya “Cakepan mana, Veno atau orang yang nabrak lo sa?” Dania sedikit terkekeh.

Aku hanya memotar bola mata mendengar pertanyaan tidak penting milik Dania.

Malam ini aku pulang kerumah karena Mama ingin bertemu, aku memang tinggal sendirian di Apartement. Aku sudah jarang pulang kerumah, aku ingin menjadi orang yang mandiri tanpa melibatkan orang tuaku lagi.

“Ma, Mama Elsa datang.” Teriakku ketika sudah memasuki rumah Mama, aku celingak celinguk mencari Mama.
“Eh Elsa udah datang ya.” Kata Mama sambil berjalan menujuku dan kami berpelukan.

“Elsa kangen Mama.” Kata ku sedikit manja. “Kamu sih kaya sudah lupa jalan pulang kerumah aja!” Jawab Mama melepas pelukan. “Hehe Elsa sibuk Ma.” Aku memberikan sedikit alasan yang logis. “Alesan aja, ya sudah ayo kita makan dulu!” Ajak Mama menarik tanganku.

Elno  POV

Hari ini aku merasa sangat sial, yang pertama tidak biasanya aku bangun telat. Kedua aku hampir mati diperempatan jalan karena gadis bodoh yang tidak bisa menyetir. Dan sekarang yang terakhir aku merasa sangat lelah dengan setumpuk dokumen yang harus segera aku tanda tangani. Bahkan tanpa aku sadar matahari sudah berganti bulan.

Aku melirik jam yang melingkar di tangannku dan sudah menunjukkan pukul 07.13 WIB, mataku menatap dokumen yang bertumpuk di atas meja ini dan memikirkan sesuatu. “Aku memerlukan sekretaris.” Gumamku pada diri sendiri.

Aku berjalan mengambil minum di Kulkas, diruanganku memang di sediakan Kulkas. Dan aku tidak suka bila kulkas itu kosong.

Aku adalah Elno Stevenson. Aku punya segalanya, aku sempurna untuk ukuran seseorang laki-laki  berumur 26 tahun. Aku berkencan dengan setiap Perempuan, mereka dengan suka rela datang kepadaku tanpa aku minta. Hanya saja aku tidak menyukai mereka, tapi jangan kira aku adalah gay. Aku laki-laki normal, aku hanya membangun tembok tinggi untuk melindungi hati. Aku mengubur perasaanku. Orang-orang sering mendiskripsikan aku sebagai laki-laki berwajah malaikat berhati iblis. Tak apa, aku tidak terganggu dengan kata-kata semacam itu. Aku punya aura yang dingin dan kejam. Tidak memberi kesempatan kedua untuk siapapun.

Aku berdiri didekat jendela kaca besar yang menghadap ke Kota, lampu-lampu Kota yang menambah keindahan Kota Jakarta pada malam hari. Aku sudah sangat lelah, sebaiknya aku pulang.

Hari ini aku memang sengaja tidak diantar oleh supir pribadiku sehingga aku harus menyetir mobil ini sendiri. Aku menelpon anak buahku untuk memintanya mencarikanku sekretaris baru, karena sekretaris lamaku sudah mengundurkan diri karena alasan sudah menikah. Dan aku kerepotan tanpa sekretaris.

“Baiklah tuan akan saya carikan dengan cepat dan tepat.” Jawab Budi pria yang sudah 30 tahun mengabdi di perusahaan.

“Baiklah.” Jawabku singkat dan mematikan sambungan telepon.

Saat aku memikirkan betapa bosannya hidupku, handphoneku mengeluarkan suara dengan Id Caller “Mama”.

“Iya halo ma?” jawabku malas.

“Besok kamu kerumah Mama. Ada sesuatu yang ingin Mama sampaikan!” kata Mamaku dengan nada membujuk seperti biasanya.

“Elno sedang sibuk Ma.” Jawabku dengan malas.

“Elno.” Kata Mamaku dengan nada yang sedih, dan seperti biasanya aku sudah tidak bisa menolak Mama kalau sudah begitu.

“Oke Ma, besok siang Elno kerumah Mama.”

Dengan nada yang terdengar sangat senang Mama menjawabku “Baiklah Mama tunggu, Dah sayang!” lalu sambungan telepon terputus.

Begitulah Mama, perempuan keras kepala yang begitu aku sayangi. Aku selalu saja kalah berdebat dengannya.

Aku sampai di Apartement dan teringat kejadian naas yang menimpaku tadi pagi. Gadis bodoh itu, aku memikirkannya. Wajahnya familiar, tapi aku tidak ingat pernah bertemu dengannya. Mungkin hanya perasaanku saja.

Aku menghempaskan diri ke atas kasur dan memejamkan mata, aku lelah sekali dan akhirnya tertidur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Angel Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang