6. Batal (2)

170 5 0
                                    

Selamat membaca :)

Mendengar perkataan Wijaya aku jadi kesal dan marah dalam hati. Dia juga tidak menjawab pertanyaanku, justru berbalik menanya keadaan Amel. KESAL! Sudah sempat berfikir bahwa semua itu untukku, untuk menghibur aku yang sedang kesal seharian. Tahunya dia beri kepada Amel. Meski Amel sahabat terbaikku. Aku tetap cemburu bila pacarku tercinta memberi perhatian pada orang lain. Tidak ada yang boleh dapat perhatiannya selain aku! Apalagi saat mendengar semua itu untuknya. Amel malah terlihat bahagia seperti anak kecil yang diberi permen sementara aku bersungut dalam hati. Dengan berat hati bungkusan itu kuserahkan pada Amel. Kalau ditanya bagaimana perasaanku saat ini. Hancur! Kamu jahat Wijaya Kesuma! Batinku menggerutu.

"Hmm... kalau baik-baik saja, boleh aku bawa Amel keluar? Aku lagi bosan nih!"

"Kemana?" Kataku

"Tentu saja. Silahkan." Jawab Zahra padanya.

"Aku tidak mau! Aku mau tidur, ngantuk!" jawabku kesal.

Rasanya aku kesal setengah mati. Beberapa kali dia mengabaikan pertanyaan dariku, justru memilih bicara pada Zahra. Sengaja buat aku kesal atau bagaimana? Batinku bertanya. Aku tidak paham dengan pemikiran dan tingkah laku Wijaya hari ini. Karena kesal aku tidak peduli lagi pada mereka yang terus berbicara. Dia tetap berdiri di depan pintu sebab tidak diperbolehkan masuk ke dalam kamar kami. Tidak diizinkan seorang lelaki memasuki kamar kos. Itu aturan pemilik kos kami. Dia juga permisi pada Amel untuk mengajakku keluar dengan alasan bosan. Bukankah seharusnya aku yang bosan dan butuh hiburan? Diakan tahu aku kesal! Kenapa tidak peka sih! Lagi-lagi aku mendengus kesal dalam hati.

"Kenapa gak mau?"tanya Wijaya.

"MAU TIDUR!" Jawabku ketus.

Aku berbalik dan tanganku ditarik oleh wijaya. Dia membawaku keluar tanpa alas kaki. Aku kesal dia menarik tanganku membawaku keluar dengan paksa.

"Apa sih kamu? LEPASKAN!" Kataku dengan emosi meledak.

"Naiklah! Kita pergi."

"Aku tidak punya kunci. Aku lupa menaruh kuncinya."

"Ini milikku, aku punya kunci cadangan. Naiklah sayang. Kalau kamu marah, kecantikan kamu meningkat loh. Nanti kalau kamu tambah cantik aku makin banyak rival, yang." Bujuknya merayuku.

Sekarang kami berdua berada disamping sepeda motor miliknya. Dia memintaku naik ke sepeda motor agar kami pergi ke suatu tempat. Aku tidak tahu Wijaya hendak membawaku kemana. Yang pasti kata-katanya membuat aku terbuai menahan senyum. Dia pintar sekali merayuku. Merayu? Entahlah aku pun bingung ini ratuan atau tidak, yang ku tahu aku senang mendengarnya. Kulihat dia melangkah ke arah kamar. Mau apa dia? Pikirku.

"Pakailah sayang!"

---

"Pakailah Amel, sayang."

"Untuk apa?"

"Lihat kaki kamu, tidak pakai alas. Aku takut kaki kamu terluka."

---

"Ayo, kita pergi. Naiklah! Semakin kamu kesal terlihat makin cantik, sayang."

"Halah, gombal! Kemana?"

"Ke suatu tempat."

"Iya, mau kemana?"

"Naiklah!"

Wijaya membonceng aku yang duduk dibelakangnya. Sepanjang perjalanan aku merasa menyesal karena sudah sempat berpikir buruk padanya. Saat dia melangkah menuju kamar kos, ku kira dia akan menghampiri Amel. Ternyata tidak! Dia berjalan dan membungkuk mengambil sandal milikku yang terletak di depan pintu. Hal mengejutkan terjadi saat aku menolak memakai sandal hingga ia berlutut tepat di depanku, mengangkat kakiku memakaikan sandal satu per satu. Ah, rasanya hatiku tidak karuan dibuatnya.

ANAK ANGKAT GAIBWhere stories live. Discover now