Satu

142K 4K 17
                                    

Shaila menatap tubuhnya yang sudah dibalut pakaian kerja dari cermin menghela nafas pelan, ia tidak percaya sudah tiga tahun mengenakan pakaian seperti ini setiap bekerja. Kemeja soft pink  kebesaran yang dimasukkan kedalam celana dasar berwarna biru langit yang longgar disertai blazer pink yang besar juga menutupi tubuhnya.

Setelah dirasa lipstik bewarna nude sudah menempel dibibir dan kacamata bulat ala anak jaman sekarang sudah bertengger, ia segera melangkah menuju rak sepatunya dan tanpa banyak berpikir langsung menyambar Dolly Shoes biru langit miliknya. Bertemakan outfit biru langit dan pink diawal minggu sepertinya cukup membuat paginya sedikit lebih bersemangat, apalagi warna kuteks yang senada membuat hari ini terasa sempurna.

Motor matic berwarna biru miliknya pun sudah dipanaskan sedari ia makan pagi lima belas menit yang lalu. "Berangkat sekarang kak Shai?"

Shaila mengangkat kepalanya yang ia pasangkan helm ketika mendengar sapaan itu, Shaila tersenyum mendapati tetangga jauhnya itu sedang rutin berjalan-jalan pagi bersama anaknya yang begitu senang menaiki sepedanya. "Iya nih, Kinar sudah jalan-jalan paginya ya??"

Shaila harus berjongkok untuk melihat ekspresi lucu bayi berusia lima belas bulan itu. "Udah kak Shai." Jawaban Rena -ibu Kinar dengan suara menyerupai bayi.

"Hati-hati ya kak bawa motor nya, Kinar pulang dulu mau mandi dan makan pagi. Dah.."

Shaila tersenyum kecil dan membalas lambaian bayi mungil itu. Tapi ia segera tersadar dan meilirik jam tangan nya. Sepertinya ia harus berangkat sekarang.

***

"Shaila!"

Tetangga kubikelnya itu nampak berlari kecil agar bisa menyamai jalannya. Dengan nafas terengah-engah Hani menepuk bahu sahabatnya itu. "Lo kok gak nongol digrup kantor sih? Padahal semalem lagi rame lho."

Shaila tidak ada alasan untuk tidak memutar bola matanya malas. "Kalian bahasnya gak penting sih, jadi gue tuh males nanggepinnya."

Hani berdecih sebal, "Penting tau, lagian ini yang kita bicarakan pemilik perusahaan loh, gimana gak excited coba. Kita tuh cuma perusahaan cabang yang gak pernah dilirik Shai ini tuh moment banget, mana boss besar menggoda iman begitu. So pasti jadi hot news lah."

"Gue gak peduli, dan lo tau tentang hal itu Han. Gue cuma ingin hidup gue gak terusik apapun dan semua berjalan baik seperti selama ini. Mau ada boss besar itu disini juga gue gak mau tau, gue cuma pengen menikmati hidup gue yang masih tenang ini." Hani menghela nafasnya pelan, ia sangat tahu kondisi sahabat nya ini.

Tapi segera ia ubah ekspresi ibanya menjadi ekspresi jenaka, "Yah gue juga paham sih. Lo kan lagi dekat sama pak manager kita yang manis itu, jadi daripada mengharap yang gak pasti macam big boss ya lebih baik yang sudah ready pelaminan ya gak."

Shaila segera mengelak ucapan temannya itu. "Cuma teman kok, jangan bikin gosip deh Han. Kalo didegar pak Devan kan gak enak."

Setelah mengurus absensi mereka segera menuju kubikel masing-masing. "Lagipula gue masih sangat muda. Umur gue masih dua puluh satu tahun."

Hani menghela nafas sebal,"Gue kesel banget kalo lu udah bahas umur, berasa tua gue. Harusnya lo itu sama kayak gue dua puluh empat tahun. Tapi yah lo juga terlalu cepat sekolah, gue gak bisa menyalahkan hal itu."

Shaila terkikik geli. "Jadi kakak Hani, gue itu belum ada pikiran untuk berhubungan dengan lelaki sekarang karena ingin menikmati semua yang gue punya sekarang sebelum semuanya hilang begitu saja. Paham? Termasuk pak Devan yang udah gue anggep abang sendiri."

"Iya iya paham. By the way, akhir minggu ini kita jadikan Q-time nya?"

"Ya jadi dong."

Kemudian ruangan menjadi hening karena mereka mulai sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hanya suara ketikan keyboard dan bunyi kertas yang dibuka.

Tiba-tiba Hani menggeser kursinya mendekat Shaila. "Big boss udah sampe di kantor. Lagi di lobby sekarang, kayaknya dia mau cek semuanya deh."

Shaila mengerutkan kening lalu menatap Hani tak paham. "Terus?"

Entah mengapa hari ini rasanya ia merasa Shaila begitu menyebalkan. "Ya gak terus-terus dong Shai, kalo itu memang benar pasti nanti big boss bakal keruangan kita."

"Ya biar aja kali Han, lagipula ruangan kita juga bersih dan enak dilihat. Dia gak bakal banyak komen yakin deh, dan satu lagi bukannya berniat sombong tapi pekerjaan kita selalu jadi terbaik di perusahaan cabang penerbit ini. Jadi lo gak perlu khawatir." Ya Tuhan! Rasanya Hani ingin sekali memukul belakang kepala temannya itu. Yang Hani maksud bukanlah hal itu tapi, Ah sudahlah.

"Bodo amat Shai Bodo." Berbeda dengan Hani yang memasang wajah kesal tertahan Shaila malah tampak bingung sekarang dengan sikap temannya itu. Tetapi Shaila hanya bisa berpikir positif mungkin temannya itu sedang dalam siklusnya, pekerjaan Shaila sedang banyak-banyaknya saat ini jadi ia harus selalu fokus.

Pintu kaca penghubung ruang kerja milik Shila dan Hani dengan lorong kantor terbuka. Dengan segera Hani dan Shaila bangkit dari duduknya setelah sebelumnya melirik siapa yang datang. Devan berdiri disana dengan senyum profesional miliknya. "Bos besar masih berada di lantai satu, saya kesini untuk memberitahu bahwa kalian berdua harus ikut rapat dadakan sekarang."

Shaila dan Hani saling menatap satu sama lain. "Maaf pak tapi rapat kali ini akan membahas apa ya?" Hani langsung angkat bicara.

"Saya juga tidak tahu, tetapi bos besar yang akan memimpin rapat kali ini dan meminta saya untuk memberitahu perwakilan dari setiap lantai."

"Baik pak." Jawaban yang sama dengan nada berbeda. Shaila dengan nada patuhnya dan Hani dengan nada antusiasnya. Sejurus kemudian Devan segera pamit keluar karena masih ada urusan lain.

Hani berdecak pelan. "Alibi banget itu si pak Devan, ngapain coba dia capek-capek kesini kalo cuma mau kasih tau gitu doang. Padahal dia bisa langsung kasih tahu digrup kantor gitu atau chat langsung lah. Ketara banget pengen ketemu Shaila untuk melepas rindu Aw-" Hani mengusap lengannya pelan dan menatap temannya itu sebal.

"Jangan berpikir aneh-aneh deh Han, mungkin emang pak Devan lagi cari kerjaan aja pergi ke satu lantai ke lantai yang lain untuk kasih tahu hal itu. Udah deh mendingan kita langsung ke meeting room aja."

"Iya iya."

Vote and Comment!!!

OFFICIAL (MOVE TO DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang