2

449 66 20
                                    

Musim semi tiba. Hari nya cerah dan hangat. Banyak orang dan keluarga yang piknik untuk menikmati bunga indah. Tapi tak banyak juga orang berlalu lalang, sibuk dengan panggilan telefon dan pekerjaan mereka masing-masing.

Lelaki berambut hitam ini salah satunya. Yoongi ingin sekali lihat bunga. Tapi urusan perusahaan membuatnya pusing tujuh keliling.

Hari ini, kemarin, dan esok juga pasti akan sama sibuknya. Sebab ada kesalahan yang membuat perusahaannya harus mengalami proses pemulihan yang rumit ini.

Sudah dua hari ia tak pulang ke rumah. Terlalu sibuk dan capek. Jadi ia menyuruh asistennya untuk mengepak sedikit pakaian dan dibawa ke kantor. Ia jadi telat makan. Kepalanya suka pusing. Begini jadinya kalau tak menuruti kata orang tua. Yoongi terlalu memaksakan, padahal ia gampang drop.

“Hyung, ini kopinya,” Yoongi berterimakasih pada asisten sekaligus sahabatnya yang sudah seperti adik sendiri.

“Makasih, Mark. Tau aja kamu kalau aku hampir mati,” kekeh Yoongi sebelum menyeruput kopinya. Sang asisten mendengus kesal.

“Sudah dibilang pulang saja. Dasar keras kepala!” Omelnya. Selain bekerja sebagai asisten pribadi, Mark Lee ini juga utusan keluarga Yoongi sebagai mata-mata. Kalau ada sesuatu, pasti ia laporkan. Mark tahu kalau Yoongi tidak tahu tentang hal ini. Tapi Mark tidak tahu kalau Yoongi ternyata tahu kalau Mark mengira ia tidak tahu tentang hal ini, padahal ia tahu. Jadi sampai sekarang Yoongi pura-pura.

“Apa boleh buat..kamu tahu kan aku sekarang krisis?” ucap Yoongi. Tangan mungilnya sibuk membolak-balikkan berkas-berkas penting yang mungkin bisa membantunya menyelesaikan keadaan rumit ini. Mata sipitnya meneliti setiap kata yang tertulis disana.

“Tapi kamu tetap harus tidur. Jangan lupa makan juga, hyung!” kalau sudah begini, Mark seperti Chaerin—ibu Yoongi—saja. Makanya Yoongi tertawa karena teringat ibunya.

“Iya, aku nggak akan lupa.” Setelah Yoongi berjanji pada Mark untuk benar-benar makan dan tidur, Mark pun pergi. Yoongi sendirian.

Disaat sendirian seperti inilah, tembok pertahanan Yoongi hampir runtuh. Ingin menangis rasanya, tapi tak ada air mata yang terurai. Ia tidak bisa menangis seperti ini. Ia akan kelihatan menyedihkan. Yoongi tak mau seperti itu.

Disaat sendirian seperti inilah, rasa rindu itu hadir. Bersamaan dengan angin musim semi yang berhembus pelan, Yoongi pun mulai merindukan orang itu. Lagi.

Ia merutuki dirinya sendiri. Sudah janji untuk benci. Tapi rindu tetap datang lagi.

“Jeon Jungkook, bagaimana kabarmu?” Bisiknya dalam kerinduan yang mendalam.

Tapi tenang saja. Tuan Rindu hanya singgah sementara. Setelah itu ia pergi, dan Tuan Benci kembali menempati singgasananya.

--

“Selamat pagi, Mark,” sapa Yoongi setelah memarkirkan mobilnya. Ia juga menyapa beberapa karyawan menggunakan bahasa jepang. Mark menghampirinya.

“Hyung, kamu benar-benar menepati janjimu ya?” Mark berucap kagum. Yoongi mengangguk. Toh, ada untungnya juga ia pulang ke rumah dan pergi tidur.

“Sudah sarapan, hyung?”

“Memangnya kalau belum, kamu mau traktir?” ledek Yoongi. Mark mengerang malas.

“Buat apa aku traktir? Uangku nggak banyak,” elak Mark. Bohong. Gaji Mark lumayan besar kok. Apalagi ia sering dapat uang bonus dari ayah Yoongi.

“Lalu kenapa kamu tanya?” heran Yoongi. Lalu ia melihat senyum licik di wajah Mark itu. Sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia sangat yakin. Tapi apa?

you're my || kookga [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang