CHAPTER 8

7.4K 1.4K 30
                                    


Namjoon dan Seolhee memilih untuk duduk di halaman depan rumah kala Noora tertidur di kamar Seolhee. Gadis kecil itu kekenyangan, mengantuk lalu jatuh tertidur.

Bulan bersinar amat terang, sendirian tanpa ditemani bintang-bintang. Kedua pasangan berbeda jenis itu duduk menatapnya dari bawah, menikmati sisa hari setelah seharian menguras keringat.

"Ibumu menelepon, bertanya apakah kau dan Noora baik-baik saja," ucap Seolhee memulai percakapan.

Namjoon menghembuskan napas perlahan, sudah dua minggu ia tidak memberikan kabar pada ibunya hingga wanita tua itu memilih mengabari tetangganya.

"Kau tidak menghubunginya?" tanya Seolhee penasaran.

Namjoon menggeleng, tersenyum masam lalu berucap, "Biaya telepon semakin mahal. Aku ingin menyimpan uangnya untuk Noora. Bulan depan aku akan menghubunginya setelah mendapatkan pekerjaan tambahan."

"Kau akan mencari pekerjaan lagi?"

"Ya, hitung-hitung tambahan penghasilan."

Seolhee tidak habis pikir dengan pemikiran Namjoon. Pria itu sudah bekerja dari pagi hingga sore, lalu sampai rumah masih harus mengerjakan pekerjaan rumah. Jika menambah pekerjaan, kapan pria itu akan beristirahat?

"Jika boleh aku ingin titip Noora padamu. Hanya pada malam hari, paginya akan segera kujemput. Kudengar di pinggir kota ada pekerjaan sift malam, aku akan mendaftarkan diri."

"Lalu kapan kau tidur?" tanya Seolhee dengan datar, tidak ada ekspresi di wajahnya. Ia teramat lelah dan sedih melihat kesengsaraan pria di sampingnya.

"Tidur?" Namjoon nampak berpikir, sudah lama ia tidak merasakan apa itu arti tidur yang sebenarnya. Setahunya ia hanya berbaring sebentar, memejamkan mata lalu tiba-tiba sinar matahari kembali menyapa. "Aku akan memejamkan mata disela-sela bekerja nanti. Satu atau dua jam, sudah lebih dari cukup."

Jika saja bisa, Seolhee akan memukul kepala Namjoon keras-keras. Menyadarkan pria berotak encer yang selama tujuh tahun menyimpan kepintarannya. Membiarkannya beku dan dipenuhi sarang laba-laba.

"Sudah tujuh tahun, Joon. Semua pasti sudah berubah," lirih Seolhee. "Kau harus kembali. Mereka mencarimu, merindukanmu dan menyesal karenamu. Setidaknya jangan pikirkan orang-orang jahat itu, tapi pikirkan mereka yang terluka karena kepergianmu."

Namjoon hanya tersenyum, lidahnya selalu kelu tiap kali Seolhee mengungkit masa lalunya. Pria itu bahkan tidak pernah tahu jika ada seorang gadis yang mau bertahan dengannya selain almarhum istrinya dulu. Sayangnya istrinya pun ikut pergi meninggalkannya.

"Mereka justru akan semakin terluka jika melihatku kembali, Seolhee."

"Tapi itu bukan salahmu!" sentak Seolhee. "Kau bukan pencuri karya orang lain, bukan juga pelaku pelecehan seksual. Semuanya bohong! Berita menjijikan itu benar-benar tidak berdasar."

Napas Seolhee tersengal-sengal, ia berbicara begitu menggebu-gebu tiap kali kembali membuka fakta yang sebenarnya terjadi. Tapi Namjoon tidak akan tersentuh akan rasa percaya yang diberikan gadis itu. Hanya satu orang, bukankah berbanding jauh dengan jutaan manusia yang menghakiminya kala itu?

"Lupakan, Seolhee. Aku tetaplah Si Pelaku Kejahatan."

[]

SWEET DADDY✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang