#1 UJIAN NASIONAL

9 1 0
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


                                                            (Ilustrasi tokoh Tan; Yamazaki Kento)


"Ujian Nasional bukan sebuah nyawa yang tanpanya akan membuatku mati, bukan. Tapi, Nenekku adalah nyawa, jika tanpanya maka akan hilang duniaku. Setidaknya, jika ini adalah hari terakhirnya, aku bisa membagikan senyumku untuknya, aku akan tetap merasa hidup." (TAN)

Hari ini adalah musim penghujan. Daun-daun yang masih muda berceceran di halaman rumah. Aku lebih suka menyeruput coklat panas dari pada teh hangat. Setidaknya coklat panas yang kuseduh, akan lebih menenangkan pikiranku kali ini. Kubuka buku dairy yang sudah sejak setahun lamanya aku tinggal di rumah Nenek. Mungkin di hari yang menghujan ini, aku ingin kembali mengisahkan sosok Tan pada kalian. Sosok yang mengajarkan aku bahwa senyuman akan selalu memiliki tempat tersendiri.

***

"Ada yang beda hari ini, Tan? Kau terlihat bahagia?"

Tan hanya melihat ke arahku yang menyapanya, berpura-pura tersenyum dan berlari. Aku hanya melihatnya tak mengerti. Tan mungkin benar-benar bahagia hingga ia harus belari, dan,"Bruk!" Tan menabrak sepeda kayuh di depan gerbang sekolah. Beberapa temannya yang masih menunggu mikrolet terlihat cekikikan melihat Tan yang jatuh tersungkur. Tan pun ikut tertawa.

Kejadian itu yang membuatku terus mengingat bahwa Tan selalu bahagia, atau bahkan terlalu bahagia. Ia hanya sering menebar senyumnya dari pada berbincang dengan lawan jenis, kecuali dengan diriku. Dia lebih terbuka padaku, maka dari itu aku dapat menceritakannya pada kalian saat ini.

Tan adalah seorang laki-laki berwajah tampan, dengan dagu lancip dan mata berbinar, serta senyum yang sangat manis sekali. Ia masih memiliki darah keturunan Jepang, karena buyut-bunyutnya dulu merupakan orang Jepang. Ibunya meninggal selepas melahirkan dirinya, dan ayahnya pun meninggal saat ia duduk di bangku kelas tiga es de. Saat ini ia hanya tinggal bersama Neneknya yang sudah mulai sakit-sakitan.

Kakinya selalu cakap berlari untuk menolong orang. Pernah suatu hari, tangga di samping kelas XI hampir terjatuh menimpa seorang siswi, Tan yang sedang berjalan dengan kawan-kawannya langsung berlari, seakan ia memiliki naluri seorang pahlawan. Ya, Tan adalah seorang pahlawan, begitulah kami sekawanan menyebutnya.

Jika saat SMU, para anak-anak sering menghabiskan uangnya untuk bermain di game di warnet saat libur sekolah, tidak untuk Tan. Ia lebih memilih menemani Neneknya berkeliling taman kota. Seakan ia tak pernah menyia-nyiakan hidup masa SMU nya yang menurut kebanyakan orang indentik dengan kata 'bersenang-senang', 'menghabur-hamburkan', dan membenar-benarkan diri sendiri.

"Tan, kamu mau kemana?" aku menyapanya ketika ia selesai menaruh bola basket.

"Aku mau beli minum di kantin," ucapnya sambil tersenyum, dan berlalu.

Saat Tan selesai bermain basket, dapat dipastikan dirinya selalu dibuntuti cewek-cewek SMU yang centil dan membosankan. Tan hanya tersenyum dan tak mempedulikan sapaan mereka lagi. Biasanya, bagi seukuran siswa keren seperti Tan mereka akan sering di sebut cowok playboy, tapi ini tidak berlaku bagi Tan. Ia benar-benar jauh dari itu, bahkan tak seorang siswi di sekolah pun dapat menjadi pacarnya.

Tapi anehnya, mereka yang menyukai Tan tidak pernah marah karena diabaikan, hm, sebenarnya Tan tidak pernah mengabaikan mereka, buktinya setiap disapa, ia tersenyum. Ia benar-benar hanya ingin menjadi pahlawan untuk orang lain, terlebih neneknya.

Siapa yang tak suka laki-laki seperti dia, yang manis, baik, dan selalu ramah. Tan adalah simbol keramahan saat itu. Tan bagi kami sebagaimana nama panggilnya seperti sutan, yang memilki nilai kebangsawanan, meski ia tak memiliki uang sebanyak para bangsawan, tapi ia selalu ada untuk menolong, dan tersenyum. Itu adalah hartanya yang paling berharga.

Di hari terakhir kami bertemu, Tan terlihat berjalan lebih cepat, lebih tepatnya berlari kecil.

"Tan, kau mau kemana?"

"Nenekku menelpon, dadanya sesak, aku harus menemuinya."

"Hari ini Ujian Nasional, Tan. Bagaimana jika kau tak lulus?" aku ikut panik karena benar-benar Ujian Nasional bagai ujian kematian yang menjadi perhitungan siswa-siswi bangsa. Tapi, Tan menjawab tenang, dan itu yang tertulis dalam dairiku.

"Ujian Nasional bukan sebuah nyawa yang tanpanya akan membuatku mati, bukan. Tapi, Nenekku adalah nyawa, jika tanpanya maka akan hilang duniaku. Setidaknya, jika ini adalah hari terakhirnya, aku bisa membagikan senyumku untuknya, aku akan tetap merasa hidup."

Ia masih sempat tersenyun, kemudian berlalu. Aku menatap punggungnya, mengamatinya hingga ia hilang di belokan kelas XI.

 Aku menatap punggungnya, mengamatinya hingga ia hilang di belokan kelas XI

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


-------

*Hai, namaku Ulya Luz. Sudah lama pengen berbagi cerita lewat wattpad. Sebenarnya cerita Tan ini sebagian  pernah aku pos di web, dongengulya.wordpress.com. Semoga temen-temen suka cerita Ree tentang Tan ini yah. selamat membaca cerita selanjutanya. :)

TANWhere stories live. Discover now