Thalia's Point of View
Louis menjemput ku pukul delapan pagi. "Hi!" Sapa ku. Ia hanya tersenyum di balik kaca mobilnya.
Shit! Tangan ku tak bisa bergerak. Louis membuka kaca mobilnya. "Mau sampai kapan di situ?" Tanya Louis.
"Aku tidak bisa membuka pintu ini." Jawab ku. Don't do this to me Thal! Tangan mu kenapa hah? Gerakan tangan mu! Buka pintu itu!
"Pintunya tidak terkunci." Kata Louis.
Ya Louis aku tahu pintunya tidak terkunci. Tapi tangan ku yang terkunci. Jangan terlihat aneh Thal!
"Ya pintunya tidak terkunci. Aku ... Aku hanya tidak bisa membukanya sendiri Lou." Ucap ku terbata - bata.
"Maksud mu, aku harus membuka pintu itu untuk mu?" Tanya Louis
Aku terdiam menampilkan senyum tipis.
Seterusnya Louis memutar bola matanya. "Oh come on Thal!" Desisnya kesal. Ia turun dari mobil, membukakan pintu untuk ku. Lalu ia membanting pintu dengan sangat kencang sebelum akhirnya masuk mobil.
Louis pasti menganggap ku menjijikan. Menanggap ku bukan gadis mandiri. Menganggap ku gadis merepotkan yang harus di bukakan pintu mobilnya seperti tuan putri.
Aku tak tahu kenapa tangan ku selalu berhenti setiap bersama Louis.
Aku menunduk. Memerhartikan tangan ku. Kau ini kenapa Thal?
Louis menghapus air mata ku dengan tissue. Hey, aku tak sadar bahwa aku telah menangis.
"Louis maafkan aku atas semuanya."
"It's ok. Jangan menangis. Aku tidak bisa melihat perempuan menangis." Ia tersenyum.
Yes! Tampilkan senyum itu Lou, kamu tahu? Kamu lebih baik dengan senyum itu.
"Tidak lagi, aku suka senyum mu." Ucap ku.
"Benarkah? Apa yang menarik?" Louis mulai tertarik dengan pembicaraan kita. Aku menghela nafas karena Louis sudah tidak terlihat kesal lagi.
"Ya, teruslah tersenyum untuk ku Lou. Sampai kapan pun." Ujar ku yang sudah pasti membuat Louis terus menampilakan senyum di wajahnya.
***
"Pegang ini Thal." Ucap Louis menawarkan kameranya untuk memoto kepiting di atas pasir dengan hembusan air laut.
"Tidak Lou, aku tidak mau menjatuhkan kamera mu ke air." Aku menolaknya. Tidak untuk kali ini. Aku tidak mau merusak barang - barang mu Louis.
"Memangnya kau akan menjatuhkannya ke air? Tidak kan?" Kata Louis.
Aku menarik nafas.
Berlari ke arah batuan besar dan duduk di atasnya. Louis mengikuti ku. Ia duduk tepat di samping ku.
Ku harap tidak menjatuhkannya. Pikiran ku tidak akan menjatuhkan kameranya Lou. Tapi raga ku pasti menjatuhkannya.
Louis menatap ku. Ya aku tahu, dia hendak bertanya ada apa dengan ku.
"Tangan ku mati rasa Lou." Kata ku memandangi lautan yang luas.
"Mati rasa?" Tanya Louis.
"Ya! Terkunci, semua yang ku genggam pasti terjatuh." Jelas ku.
Aku yakin, Louis belum mengerti maksud ku. Dia pasti masih mencerna setiap kata - kata ku.
"Aku tahu, kamu pasti menganggap ku aneh." Gumam ku.
"Thal-"
Ucapan Louis dipotong oleh ku. "Aku minta maaf. Tapi tetaplah tersenyum pada ku walaupun kamu menganggap ku aneh. Motivasi aku untuk berjuang. Aku lelah Lou." Aku terisak karena tangisan ku sendiri.
Louis merangkul ku dengan tangannya yang panjang. Ia menyenderkan kepala ku di bahunya. "Let it go, Thal." Ujarnya.
Louis bersenandung. Itu membuat ku menjadi sedikit tenang. Hey, aku tahu lagu yang dinyanyikan Louis. Aku pun ikut bernyanyi bersamanya. Sungguh menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Day // l.t
FanfictionLouis menemukan kotak kayu yang isinya surat - surat tulisan Thalia sebelum meninggal dunia. Membacanya satu persatu surat membuat hatinya teriris. Louis terlambat sadar bahwa dia mencintai Thalia. Terlambat. dan sekarang Thalia sudah pergi.