Pengakuan

287 26 2
                                    

"Aku akan selalu menunggumu, Gusion."

Lesley Vance. Itulah namaku. Aku memiliki rambut panjang bersurai merah marun dengan poni miring memanjang yang membingkai wajahku. Aku mempunyai sifat pemalu dan tidak percaya diri, membuatku tidak terlalu pandai berbaur dengan lingkungan sekitar.

Aku mempunyai seorang teman, lebih tepatnya sahabat sejak kecil dan juga aku sudah lama menyukainya. Sahabatku ini bernama Gusion Paxley. Pria bertubuh jangkung ini mempunyai surai berwarna cokelat, lengkap dengan manik cokelat yang membuat parasnya terlihat semakin menawan. Ia dikenal sebagai sosok yang baik, ramah, dan mudah bergaul—bertolak belakang dengan sifatku. Namun, yang membuatku jatuh hati kepada Gusion ialah sikap perhatian, senyuman serta ucapannya yang selalu dapat menenangkan hatiku. Ialah yang mempertemukanku dengan delapan sekawan ini; Miya, Layla, Kagura, Odette, Alucard, Clint, Hayabusa dan Lancelot. Kehidupan yang sebelumnya sepi kini menjadi lebih berwarna.

Saat itu, bel pulang berdering keras, membuat seisi kelas bersorak gembira. Mereka dengan cepat membereskan barang mereka dan berhamburan keluar kelas. Seperti biasa, aku dan Gusion pulang bersama. Jelas saja karena rumah kami bersebrangan. Kenyataan itu membuatku semakin senang karena dapat lebih dekat dengan Gusion. Karena lokasi sekolah yang tidak jauh dari rumah, kami pun pulang dengan berjalan kaki.

Kami melangkah dalam diam sebelum Gusion mulai angkat bicara.

"Lesley." panggil Gusion pelan.

"Iya?" sahutku seraya menoleh ke arah lelaki surai cokelat tersebut.

Tidak lama, Gusion menghentikan langkahnya. Langkahku otomatis terhenti dan menatapnya bingung.

"Ada apa?" tanyaku yang mulai cemas dengan perubahan sikap Gusion secara tiba-tiba.

"Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," Gusion menatapku lekat, menunjukkan keseriusan yang terlihat dari sorot matanya. Aku sedikit terkejut pada awalnya karena melihatnya seperti ini merupakan pemandangan yang langka. Menyadari hal itu, aku ikut menatapnya dengan serius.

"Apa itu?"

Pandangannya yang beberapa waktu lalu memperlihatkan keseriusan kini menunjukkan keraguan. Gusion mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Sebenarnya, aku..."

Aku hanya terdiam dan menunggu kelanjutan dari ucapan Gusion.

"Sebenarnya, aku... akan pindah ke luar negeri."

Aku termenung sejenak. Serangkaian kata yang dilontarkan Gusion berhasil menohok hatiku. Aku menatapnya dengan tatapan terkejut sekaligus tidak percaya.

"Kapan?" lirihku pelan. Aku mencoba untuk menahan tangis, masih menatap Gusion lekat dengan nanar.

"Besok,"

Tubuhku bergetar. Bagaimana bisa Gusion baru memberitahukannya sekarang? Setidaknya, aku bisa membuat kenang-kenangan sebelum kepergiannya. Tanpa disadari, air mata sudah tidak dapat terbendung lagi dan mulai mengalir membasahi wajahku. Rasanya hatiku seperti tersayat oleh pisau yang baru saja di asah.

Gusion kembali menatapku dengan tatapan bersalah. "Maaf, aku baru mengatakan padamu sekarang. Aku tidak ingin membuatmu bersedih, tapi—"

Belum selesai berbicara, aku sudah berteriak disela-sela isakanku.

"Gusion bodoh! Jangan pernah temui aku lagi!" Aku pun berlari menuju rumah dan meninggalkan Gusion yang mematung di belakang.

————————————————————————————————————

Mohon vote dan commentnya ya, guys! ;3 

Asa Dalam PenantiankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang