Relakan Maaf Untukku

19 1 0
                                    

Oleh : Firly Annisa Luthfi

_Hidup itu tentang ada dan tiada. Untuk itu jangan pernah bersedih jika suatu saat nanti kamu akan kehilangan satu persatu orang yang kamu sayangi, ingatlah bahwa skenario Allah jauh lebih baik_
(FAL)

Aku sungguh tak mengerti jalan pikirannya. Sudah dua hari ini kami meributkan hal yang sepele. Entah karena sikapku atau sikapnya yang terlalu egois. Susah untuk sekadar duduk bersama, mengobrol, dan bergurau bersama. Rasanya itu memang tak mungkin kami lakukan saat ini, mengingat suasana yang tak kunjung mencair.

"Da, kamu duduk di sana ya?" Sambil menunjuk bangku milikku dan Qena.

"Kamu kenapa Jes, ada masalah sama Qena?" Tanya Dara yang belum juga beranjak dari tempat duduknya.

"Ng... Nggak. Ahh udahlah, yang penting mulai saat ini kamu harus duduk di sana, titik gak pakai koma." Perintahku pada Dara yang sedikit memaksa.

Dara mau tidak mau harus menuruti keinginanku karena dia pasti tidak mau mendengarkanku yang terus merengek layaknya anak kecil meminta permen. "Ahh, lega rasanya nggak satu bangku dengannya." Batinku.

Aku adalah Vanya Jesillya. Namaku di kelas cukup populer karena mungkin ulahku yang sering dibilang aneh dan kadang gak jelas. Peduli? Aku selalu cuek akan hal itu, untuk apa menanggapinya buang-buang waktu saja. Aku suka membaca buku, maka dari itu aku akan marah jika ada orang yang menggangguku.

Tentang Qena, kami adalah sahabat dekat. Permasalahan kami cukup sepele dan kadang itu hanyalah candaan yang tak masuk akal. Tapi beda kali ini? Aku tak mengerti dengannya? Aku salah apa? Kenapa aku dihukum dengan caranya yang diam seribu bahasa ketika bertemu denganku?

Hari kedua ketika aku pindah dari bangkuku agar tidak satu bangku dengannya ternyata salah. Ya, dia tidak berangkat sekolah hari itu. Ingin ku abaikan pertanyaan kenapa dia tidak masuk hari itu, tapi ada secuil perasaan yang mendesakku untuk mencari tahu keadaannya.

Saat pulang sekolah, ku beranikan diri bertanya kepada wali kelasku. Tapi bukankah aku sahabatnya? Mana mungkin seorang sahabat tidak tahu keberadaan sahabatnya sendiri. Itulah yang ada dipikiranku. Untuk itu aku mengurungkan niatku bertanya tentang Qena.

Sudah hari ketiga di mana aku dan dia masuk dalam lubang yang berbahaya. Lubang di mana aku dan dia tak kunjung meminta maaf. Karena batas maksimal marah hanya 3 hari dan selebihnya akan dihitung dosa. Maka dari itu aku ingin meminta maaf, tak peduli aku atau dia yang salah.

Ku tunggu Qena, 5 menit, 10 menit batang hidungnya belum juga nampak. Jam sudah menunjukkan pukul 06.55 WIB. Apa mungkin dia tidak masuk sekolah? Atau dia terlambat? Resah seakan menghantuiku. Sebenarnya aku tak pernah mengambil hati apa yang selalu dikatakan Qena dan aku selalu memaafkan dirinya ketika dia membuatku marah.

Bell berbunyi, menandakan kelas akan segera di mulai. Qena tidak berangkat hari ini. Otakku seakan penuh dengan tanya.

Ku putuskan untuk datang ke rumahnya sepulang sekolah. Aku tak peduli jika nanti dia marah padaku atau kakaknya yang super galak itu memarahiku, yang terpenting hanyalah aku tahu kabar tentang Qena bahwa dia baik-baik saja.

Rumah minimalis yang dipoles dengan gaya arsitek yang cantik membuat siapa saja betah sekadar main di sana. Pagar besi berwarna hitam yang saat ini aku pegang. Tak tahu, harus ku lanjutkan untuk masuk menemui Qena atau pulang tanpa kabar apapun. 5 menit aku terdiam di luar pagar mengumpulkan keberanian untuk tetap menemui Qena. Ku buka perlahan pagar rumahnya.

" Assalamu'alaikum, Qena. " Ucapku sembari tangan mengetuk pintu.

Satu dua kali telah ku coba, tak ada jawaban sama sekali. Aku pasrah. Ku melangkah menjauh dari rumahnya. Tapi saat aku hendak keluar dari gerbangnya, pintu terbuka dan menampikan sosok Bagas, kakak Qena.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Relakan Maaf UntukkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang