•PROLOG•

152 16 13
                                    


"Bahagia itu kita yang buat. Sederhana, kan?"

***

HAPPY READING☆

'''

Gemuruh angin menepuk dedaunan bersama mentari pagi memancar indah di ufuk sana. Iris kelabu menyapu pandang semesta, secangkir teh hangat setia menemani paginya hari ini. Dua perempuan muda dan tua tertawa ria bersama. Si wanita tua sibuk menyiapkan berbagai cerita, sedangkan si gadis muda hanya bersedia menjadi pendengar setia.

"Di dunia ini hanya ada dua golongan, yang baik dan yang jahat." Elis --sang wanita tua-- menoleh ke arah Nayra --gadis kecil yang kini berstatus cucunya-- yang ditatap menatap balik. Iris kelabu bertubrukan dengan iris coklat milik sang nenek, pandangnya penuh tanya.

Elis mengangguk. Dia membelai halus puncak kepala sang cucu, "Sama seperti dulu, ketika Negeri kita dijajah oleh Belanda. Semua warga Indonesia ketakutan. Sebagian orang takut mati karena dibunuh, dan sebagiannya lagi takut mati karena kelaparan." Dia mengangkat kedua sudut bibirnya sempurna. Mengalihkan pandangnya menatap semesta yang terlihat dari luar jendela. "Bahkan.. banyak pahlawan yang gugur karena bela Negara." Dia menoleh lagi,

"Sayang.. sebagian orang sampe sekarang masih ada yang menganggap bahwa semua orang Belanda sejak itu jahat. Tau tidak? Orang Belanda itu enggak semuanya jahat, loh. Malah, dulu Oma punya majikan orang Belanda. Mereka baik, kok. Waktu Oma kecil dulu, Oma sering dikasih permen." Lanjut Elis, sorotnya memancar indah, Penuh sayang, tentunya.

Nayra mengangguk mengerti. Tangannya dia gunakan untuk menopang dagu lalu kembali mempokuskan pandangannya pada sang nenek. "Terus Oma?" Gadis itu memberikan atensinya kuat. Kepalanya dia miringkan ke kiri 90°.

"Terus-"

"Oma itu bohong! Orang Belanda semuanya jahat. Kalo mereka baik, kenapa mereka ngejajah Negara kita?"

Elis dan Nayra tersentak, menoleh pada dekat pintu, --sumber-- terdengarnya suara anak laki-laki itu.

Si anak yang berucap demikian menghampiri dua wanita itu, duduk di sebelah sang gadis kemudian mulai memberikan atensinya pada Elis.

Nayra terpana. Iris kelabu menguar pekat, sorot mata tajam telah diberikan dari sang gadis kecil pada anak laki-laki yang telah merusak suasananya bersama sang nenek pagi ini. Dia melotot.

"Oma, orang Belanda jahat, kan?" Tanya Andres --anak laki-laki itu-- sorot mata tajam yang dimiliki Andres sangat kuat. Kelam, ada sedikit luka didalam bolanya, memancar kuat. Iris kelabu bertubrukan dengan iris hitam pekat, saling menusuk dengan tatapan yang mendasar.

Elis menoleh, dia tersenyum lalu membelai halus puncak kepala Andres. "Enggak kok sayang.. baik dan jahat itu tergantung hati," wanita tua itu menunjuk dada Andres dengan telunjuknya. "Disini, nak. Kalau di hati kamu di tanami kebaikan, maka kebaikan itu akan tumbuh. Namun sebaliknya, jika kamu tanami kejahatan maka kejahatan itu akan tumbuh. Soal baik dan jahat itu bukan negara yang menjadi pembedanya. Jadi, enggak selamanya yang terlihat baik itu baik. Dan enggak selamanya yang terlihat jahat itu sebenarnya jahat." Elis mengulas dengan senyuman.

Wanita dengan rambut putih itu menatap dua cucunya bergantian, "kalau kalian, mau jadi orang baik atau jahat?" Tanyanya,

"Orang baik dong Oma!" Jawab keduanya bersamaan.

"Jadilah baik sampe kapanpun. Lakukanlah hal yang baik dengan cara yang benar. Ya, nak.." ia mengecup secara bergantian kening keduanya.

Andres dan Nayra mengangguk mengiyakan. Senyum terukir disetiap sudut bibir mereka. Sangat berkesan, bahagia yang cukup sederhana.

~🍃~

#100DaysWGA

#P100DWGA

Sekian dari Author, thanks yo!
Kalo kalian suka, jan lupa kasih dukungan yaa.

Menerima kritik saran🌼

To be continue
____

|| Bandung,

03 Agustus' 2020

An-A²Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang