[1] - Maroko

107 13 11
                                    

Semua tentang warna di Maroko, dari menara, rempah-rempah di pasar-pasar kuno dan kota padang pasir berbata merah sampai jilbab boduin yang kaya dengan warna biru membuat Elis sangat tertarik untuk mengunjungi Negeri terbenamnya matahari itu.

Semesta yang seakan berpihak pada Maroko juga membuat wanita tua itu sangat ingin memotretnya untuk hasil fotografinya tahun ini.

Di temani dua cucu kesayanganya bersama beberapa pegawainya yang juga ikut serta dalam perjalanan dirinya ke Maroko.

Maklum, wanita dengan umur yang sudah menginjak kepala enam itu masih saja senang menjadi fotografi. Potret yang diambil Elis juga sangat menarik walau usianya kini sudah tidak muda lagi. Ditambah, perubahan fisik pada nenek tua itu juga membuat dirinya merasa cepat lelah.

Sejak kecil, Elis memang sangat menyukai alat potret. Saat umurnya lima belas tahun, dia sering menabung uang untuk membeli bermacam kamera. Hingga saat ini, benda tustel itu masih saja menjadi koleksi yang sangat dijaga oleh Elis.
Mulai dari kamera yang dibelinya di tahun 1970 an hingga kamera-kamera zaman sekarang.

Walaupun kamera digital pertama milik Elis itu dengan model lama dan masih belum praktis serta belum sepenuhnya menjawab persoalan-persoalan yang terjadi, tapi Elis tetap menjadi peminat yang setia pada benda tustel pertmanya. Selain dari kelebihan kamera pertama Elis yang dibelinya di tahun 1970an, ternyata benda itu juga menjadi awal mula dari kemudahan dan kepraktisan teknologi fotografi digital yang dinikmati sekarang ini.

Setelah penemuan dari kamera digital model lama pertama, kamera-kamera digital selanjutnya terus bermunculan dengan perbaikan-perbaikan dari model sebelumnya, dengan berbagai fitur serta kemampuan yang baru. Sama seperti saat ini, kamera yang Elis genggam sekarang juga kamera terbarunya yang dibeli pekan lalu.

Alasan terkuatnya hanyalah, agar di Maroko dirinya bisa mendapat potret yang sangat bagus. Nenek tua itu juga berkata, bisa saja ini adalah kunjungan terakhirnya ke Negri orang sebelum dirinya dipanggil Sang pencipta. Begitu katanya.

"Oma! liat itu, sunsetnya bagus, kan?" Seru Nayra, iris kelabunya menyatu dengan sinar matahari, berkilau indah.

Elis menoleh, dia melihat Nayra dengan senyum manis terukir di wajahnya. Surai berhembus terkena angin sore, pupil berkilau indah tersorot surya. Senja saat ini ada menemani para insan itu. seorang laki-laki berdiri di dekatnya Nayra. Elis menyipitkan kelopak matanya, pantulan sinar mentari itu cukup membuatnya sedikit kesusahan untuk melihatnya lebih jelas

Dari belakang, Elis diam-diam mempokuskan netranya pada objek didepan, ia menggunakan tangan kirinya untuk memegang kamera sambil jari-jari kriputnya memegang grip zoom lensa. Tangan kanannya memegang bagian shutter kamera, kedua sikunya menekan tubuh perlahan, sebelah netranya menyatu dengan lensa, satu matanya menutup rapat-rapat. "Nak, lihat sini!" Pintanya,

Mereka menoleh.

Jepret

Hasil yang bagus. Dua remaja yang mengukir senyuman telah masuk pada lensa milik wanita tua itu. Backgroundnya juga sangat menarik, dengan menara yang menjulang tinggi dibelakang sana, ditambah senja yang masih setia menemani liburan mereka kali ini.

 Backgroundnya juga sangat menarik, dengan menara yang menjulang tinggi dibelakang sana, ditambah senja yang masih setia menemani liburan mereka kali ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

An-A²Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang