Aku berkendara di pagi tanpa matahari yang menemani perjalananku menuju tempat kerjaku. Suasana jalanan sepi, seperti kota asing nan mewah ini yang tidak memiliki sepeserpun kenangan darinya.
Aku menginjak pedal mobilku lebih dalam saat pikiranku mulai mengarah kepadanya lagi, Kartia.
Kartia, pacar cantikku yang hampir kunikahi. Dia adalah satu-satunya wanita yang tidak menilaiku dari penampilan saja, kami bertemu di stasiun dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berbicara kepadanya yang sedang duduk mengenakan summer dress kuning sebetis dengan anggunnya bagaikan seorang ratu.
Hari demi hari kami menjadi semakin dekat, aku diberitahu bahwa ibunya sudah meninggal saat melahirkannya dan ia dibesarkan oleh ayahnya yang sangat ketat terhadap peraturan, ia bercanda tentang ayahnya yang akan sangat marah jika tau dia berbicara dengan pria asing yang ia temui di stasiun sepertiku.
Singkat cerita kami akhirnya berpacaran, setiap hari rasanya seperti sebuah petualangan baru, ia mengajarkan kepadaku bahwa janganlah kau fokus terhadap hal besar saja, jika kau menghargai hal kecil yang kau punya, kau akan merasakan kebahagiaan yang belum pernah kau rasakan sebelumnya.
Sesederhana itu, dan dia selalu mendapatkan hatiku.
Minggu demi minggu pun berlalu, dan setiap kebahagiaan pasti selalu ada akhirnya, sama seperti cerita kami. Saat itu aku mengantar Kartia pertama kali ke rumahnya yang jauh lebih besar dibanding apartementku dengan mobil sederhanaku.
Aku melihat pria berumur empat puluh an berpostur tegap yang ku tebak adalah ayahnya Kartia, Mr. Fost, sudah menunggu di teras depan dengan mata elangnya.
Sesaat setelah Kartia masuk ke dalam rumah dengan kepala menunduk semuanya hancur, Mr. Fost memarahiku untuk menjauhinya ia juga mencaci makiku bahwa aku tidak pantas bersamanya, bajuku terlihat murahan, mobilku terihat kotor, kacamataku terlihat konyol, dan sebagainya.
Aku merasa kaget dan hanya bisa menerima semua itu lalu berkendara pulang setelah Mr. Fost akhirnya selesai melakukan... apapun itu, Kartia tidak membalas pesan maupun telepon dariku dan tidur tidak datang dengan mudah kepadaku malam itu.
Keesokan harinya aku mencoba untuk meneleponnya kembali lalu pada akhirnya diangkat, ia berkata bahwa aku tidak boleh datang lagi ke rumahnya karena dia disuruh untuk terus belajar untuk persiapan mewarisi perusahaan ayahnya kelak, jadi menghabiskan waktu bersamaku bukanlah prioritasnya lagi sekarang.
Aku tahu itu hanya angan-angan yang Mr. Fost buat agar Kartia tidak menghabiskan waktu bersamaku, tapi aku menghormati keputusannya dan mencoba untuk bersabar.
Selagi Kartia "sibuk" belajar, aku juga sibuk dengan pekerjaan kantorku yang serasa tidak habis-habisnya datang, aku berfikir demi Kartia, semua ini deminya, aku harus tetap kuat.
Sudah dua minggu Kartia jarang mengangkat teleponku maupun membalas pesanku, aku sangat rindu terhadap obrolan kami di taman, dan wajahnya yang bersinar saat tersenyum.
Ia pernah bercerita tentang betapa mulianya dedaunan melepaskan diri satu persatu dari batang dalam kondisi kekeringan agar pohon tersebut tetap tumbuh, dan arti dari matahari terbenam yang indah adalah tanda bahwa akhir dari suatu hal dapat menjadi indah.
Walaupun aku hanya berjalan di sebelahnya sambil menikmati ceritanya dan menatap wajah manisnya, aku merasa seperti pria terbahagia di kota tersebut saat itu.
Malam itu aku tiba-tiba berdiri dari kursi kerjaku yang mejanya dipenuhi oleh kertas-kertas kantor yang bertumpuk.
Serasa melayang, langkahku membawaku menuju mobil dan kepada rumah wanita yang kucintai, Kartia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Stories (One Shot)
Short StoryKumpulan cerita-cerita pendek yang dapat mengisi waktu luang kalian, bisa dibaca dimana aj dan kapan aja. Sebelum tidur, sebelum sekolah, setelah putus, bahkan lagi buang air besar juga boleh. [Sinopsis] Story 1: A Little While Aku adalah pria yang...