1. Awal Baru

1 1 0
                                    

Siota bersinar lembut dan membuat warna lapisan kristal dinding Kastil Utama semakin menyala merah. Cerah di mata, tetapi tak membutakan. Membangun wibawa yang tak terucapkan di antara Kastil Inti Elemental.

Sesosok perempuan berlari-lari kecil dengan dua tas yang terbuat dari kulit Hjortervus. Rambut kecokelatannya yang diikat, berayun-ayun seiring langkahnya. Wajahnya sedikit bulat, dengan kulit seputih pualam. Hidungnya mancung seimbang dengan bibir yang penuh dan kemerahan. Bulu matanya lentik, warnanya seirama dengan warna matanya, kecokelatan.

"Aegis! Bangun! Siota sudah tinggi!" teriak Selena sesampainya di bawah sebuah pohon Ek raksasa yang berdiri tegak di halaman Kastil Utama. Daun dan rantingnya yang tumbuh begitu rumit sehingga membentuk suatu rongga, berderik lembut. Dan, sesosok tubuh meloncat keluar dari rongga itu. Mendarat lembut di atas permukaan Kaca Pelangi yang kokoh menjaga Kastil Utama tidak jatuh ke Dunia Fana, di depan perempuan yang mengetuk-ketukkan sepatunya dan berkacak pinggang.

"Berisik sekali kamu, Selena." Aegis mengorek telinga kanannya. Rambutnya yang kemerahan tampak berantakan.

"Kamu beruntung sudah kubangunkan. Kamu mau terlambat di hari pertama pendidikan?" sahut Selena dengan mengembungkan pipinya.

"Ah! Aku lupa kalau hari ini hari pertama pendidikan. Sial! Aku belum mempersiapkan apapun," panik Aegis sambil menepuk dahinya. "Nanti aku pinjam catatanmu ya?"

"Mana bisa?! Nih,-" Selena melempar salah satu tas di pundaknya kepada Aegis, "-itu buatmu. Sekarang terserah kamu. Aku mau berangkat dulu. Daa." Selena melenggang menjauh sambil melambaikan tangan.

"Ah, terima kasih, Sel. Kamu memang gadis yang baik hati. Tunggu aku! Aku ikut bersamamu," kata Aegis dengan memeluk pundak Selena. Mereka lalu berbaur dengan kerumunan.
***


Di depan salah satu Menara dari sekian banyak Menara di Kastil Utama, para penduduk Asglasphmerhophia berkerumun memadati. Saling bercampur dan tak membedakan. Hanya kadang terdengar desis dengan sedikit kepulan putih lembut menuju awan di beberapa tempat. Pertanda bahwa penduduk elemen api berdekatan dengan elemen air.

Menara Pendidikan. Sekolah utama di Asglasphmerhophia yang mengajarkan kedewataan, yang hanya dibuka pintunya setiap dua moila, atau dua puluh lima tahun Dunia Fana. Sekolah yang setiap dewa yang lulus pasti dipuja oleh Makhluk Fana dan memiliki kesempatan menerima keabadian.

"Selamat datang kepada seluruh penduduk Asglasphmerhophia. Selamat datang di Menara Pendidikan. Kepada para penduduk yang mendaftarkan diri sebagai warga Pendidikan, silakan masuk melalui pintu Kyre. Untuk yang lain silakan kembali!" Teriak seorang wanita dengan rambut pirang panjang di pundak kanan, dan selendang menutupi pundak kirinya. Tubuhnya indah dan kulitnya kecokelatan cerah. Echo. Lalu, dia menuntun penduduk yang mendaftar Pendidikan, memasuki Menara. Aegis dan Selena mengikuti keramaian dengan tenang. Bercampur dalam kerumunan bagai semut dalam sarangnya.


Aula itu begitu tinggi sehingga membuat leher Aegis terasa patah ke belakang saat memperhatikan puncak Aula. Puncak dengan lukisan-lukisan mengenai sejarah pembentukan dunia oleh the Almighty One. Hingga tak terasa kelompok itu berhenti.

"Selamat datang para calon warga Pendidikan. Saat ini, Anda semua berada di Aula Utama Puri Pendidikan. Untuk beberapa saat ke depan, Anda akan diseleksi sesuai dengan Mayerska elemen yang mengalir dalam diri Anda semua. Namun sebelumnya, akan saya jelaskan peraturan dalam Pendidikan:

Pertama, selama setahun dari sepuluh tahun melaksanakan Pendidikan, Anda hanya akan mendapat pengetahuan dewata dasar. Pengendalian dan penguasaan mayerska, pengetahuan bertarung dengan alat-alat keduniawian, dan mengumpulkan mayerska dengan menarik pemujaan dari makhluk fana.
Kedua, mulai moila biru keempat, tapi tanpa meninggalkan pendidikan dasar, Anda akan mendapat pengetahuan pengendalian dan penguasaan mayerska elemen di Menara Pendidikan yang ada di Asrama yang sesuai dengan masing-masing suku.
Ketiga, mulai moila merah kesepuluh, tanpa meninggalkan pendidikan dasar dan pendidikan elemen, akan diajarkan pendidikan mengenai kekhususan kedewaan.
Keempat, diharuskan membuat kelompok minimal tiga penduduk dengan mayerska elemen yang berbeda.
Kelima, dilarang melakukan percobaan mayerska di luar Puri Pendidikan, dikhawatirkan akan mengganggu the Almighty One dan Dewan Tujuh Dewa Utama, serta dapat mengganggu keseimbangan dunia fana. Serta dilarang merugikan penduduk lain yang juga sedang dalam pendidikan.
Keenam, setelah dilakukan seleksi kekhususan kedewaan, semua penduduk yang dikhususkan melakukan pendidikan di siang hari, dilarang melakukan kegiatan apapun yang berhubungan dengan pendidikannya di malam hari, begitu pula sebaliknya untuk yang terseleksi untuk pendidikan malam hari. Kecuali telah mencapai tingkatan yang diakui oleh Dewan Tujuh Dewa Utama.
Ketujuh, siapapun yang melanggar, diharuskan siap untuk diberikan hukuman sepantasnya.

Yang merasa tidak sanggup dengan seluruh ketentuan ini, silakan keluar dan temui Nona Lethe yang berjaga di pintu keluar," Jelas Echo.

Dengung mulai terdengar dan menguat dalam kerumunan. Berbagai ekspresi muncul di wajah mereka. Saling berargumentasi satu sama lain, dan beberapa mulai berbalik pergi.

"Ah, sepuluh tahun, Aegis." Selena menepuk-nepuk pipinya.
"Kenapa memangnya? Bukankah kamu yang memaksaku untuk mengikuti pendidikan?" balas Aegis dengan santai.

Selena merenung lalu mengangguk perlahan.

"Baiklah. Tapi kamu harus janji untuk selalu mendukungku. Oke?"
Aegis menekan kedua pipi Selena. "Tentu saja. Kita kan sudah pernah berjanji soal hal ini sejak kita kecil."
Aegis tersenyum. Memaksa Selena turut tersenyum.
"Kalau begitu sudah diputuskan. Kita akan lulus bersamaan!" Aegis lalu mengepalkan tangannya di udara di depan dadanya.
***

Aula Besar Puri Pendidikan nampak sepi. Hanya tertinggal beberapa penduduk yang masih berdiri terdiam dengan berbagai ekspresi. Echo dengan senyumannya masih terus menanti jikalau masih ada penduduk yang ingin meninggalkan Puri Pendidikan.
"Jadi, hanya tinggal segini yang tersisa. Sonay, tedoe, hjrey, ampfar, ..." Jemari lentik Echo bergerak-gerak bagai melompat-lompat dari satu kepala ke kepala penduduk yang lain, "tedoepolj. Hanya dua puluh dari dua ratus empat puluh pendaftar. Hump. Baiklah."
Echo melompat dari tempatnya mendekati para penduduk yang masih terdiam. Hak sepatunya mengetuk lembut lantai granit Puri Pendidikan dan membuat suatu melodi menghanyutkan. Tangan halusnya lalu menyentuh bahu salah satu penduduk.
"Jadi, kamu sudah siap untuk bunuh diri di tempat ini, Tampan?" tanya Echo dengan genit.
Wajah kaku penduduk itu semakin kaku mendengar pertanyaan itu. Lalu mengangguk dengan bibir tetap terkatup rapat.
"Ringankan bahumu, Tampan. Sebelum nanti bertemu dengan Odin atau Zeus. Dan, kupastikan kamu tak akan suka kalau sudah berurusan dengan mereka. Okay?" Echo meninggalkan penduduk berambut coklat itu dan mengusap dagu penduduk tersebut sebelumnya.
"Lalu, wah, wah, kita punya pasangan di sini. Sudah berapa lama kalian berhubungan?" tanya Echo sambil membelai helaian rambut gelap Selena.
"Kami hanya teman biasa, Nona Manis. Aku masih bisa menjadi pasanganmu hari ini," sahut Aegis sambil tersenyum lebar penuh arti.
"Wah, wah, ada cassanova ternyata. Bolehlah. Tapi buktikan dulu dirimu yah." Echo melayangkan ciuman jauh ke arah Aegis sambil melirik Selena. Echo lalu tersenyum dan kembali ke tempatnya semula. Menatap penduduk yang tersisa.
"Baiklah. Sebelum dimulai. Perkenalkan namaku, Echo. Aku adalah Dewa Bunyi elemen udara. Ada kemungkinan beberapa dari kalian akan bertemu lagi denganku di dalam kelas Bunyi, kelas Udara, ataupun kelas Bahasa. Dan, sekarang, yang akan kita lakukan sekarang adalah penentuan Asrama dan Kelas Pengendalian." Echo berjalan dengan anggun dan mengambil sebuah papan dengan beberapa lembar perkamen terkait di papan tersebut. "Di sini sudah tertera nama kalian semua. Akan kupanggil satu per satu untuk berdiri di antara tujuh gelembung di dalam ruangan yang ada di depan kalian."
Echo lalu berjalan mendekati pintu yang dimaksud dan berdiri bersandar dengan anggun di depannya.
"Setelah kupanggil, kalian masuk ke dalam ruangan ini. Sebelumnya kuingatkan, bahwa saat kalian keluar nanti, pilihan itu adalah takdir kalian. Tak dapat diubah seumur hidup kalian. Baiklah yang pertama, Aerrin!"
***

The School of GodsWhere stories live. Discover now