Hari-hari kami lewati dengan baik meski ada saja kerikil di antara kami, kuyakin pernikahan orang lain pun sama demikian. Hanya saja banyak sifat tak terduga dari Zan yang kerap kali membuatku menatapnya tidak percaya. Selain dirinya yang mesum akut, Zan juga seorang lelaki yang penakut akan film horor, ia takut dengan hewan lucu berbulu lembut yang tidak lain adalah kucing.
Yah, dirinya memang penuh kejutan.
Aku berlari menghampiri pintu rumah utama yang sudah beberapa bulan ini kami tempati, kupikir memandirikan pernikahan adalah jalan wajib yang harus ditempuh setiap pasangan suami istri.
Kubuka pintu, dan di sana Zan tengah berjalan ke arahku dengan tas kantor miliknya. aku mencium punggung tangan suamiku, ia membalasnya dengan mencium keningku syukurlah aku sudah membasuh masker bau kotoran kuda namun ampuh untuk wajah yang kupakai tadi.
"Kangen," katanya dengan manja. Dan sifat yang baru-baru ini terasa dominan adalah sifatnya yang terlalu amat manja padaku, lihat saja sekarang ia tengah bergelayut manja pada tubuhku yang tak seberapa besar ini.
"Mandi?" tanyaku, dan ia mengiyakan.
"Mau mandi dulu, lalu makan malam bersama istri tercinta," katanya. Aku meletakan tas kerjanya, setelah itu turun kembali ke meja makan untuk menyiapkan semua yang sudah selesai kumasak tadi. Yah, masak sambil memakai masker wajah bukanlah hal aneh untukku akhir-akhir ini, sebab biasanya setelah makan malam aku akan merasa malas untuk sekedar memakai masker dan hanya akan bermanja-manja ria bersama Zan di atas ranjang sambil bercengkrama ringan, kuanggap itu sebagai cerita pengantar tidur.
Kami makan malam bersama, kurasa semakin kesini porsi makan Zan semakin bertambah dan itu membuatku merasa senang.
"Terima kasih," katanya sambil mengusap ujung kepalaku yag tengah bersandar di dadanya, kami berniat menunggu rasa kantuk dengan bercengkrama di atas ranjang, seperti biasanya jika di antara kami sama-sama masih belum mengantuk.
"Untuk?" tanyaku padanya, belum mengerti kearah mana ia akan berbicara.
"Semuanya," katanya pelan. "Aku selalu merasa beruntung memiliki istri sepertimu, Freesia. Aku benar-benar lelaki beruntung, aku mencintaimu." Zan mengecup dahiku setelah mengatakan hal itu padaku. Tubuhku terasa gemetar setiap kali mendengar penuturan cintanya padaku, aku percaya pada priaku ini. Pria dengan kesabarannya yang luar biasa.
"Aku juga beruntung memiliki suami sepertimu," kataku padanya. Kupeluk perutnya dengan erat dan semakin membenamkan wajahku ke dadanya yang terasa hangat.
"Freesia, apa kamu mencintaiku?"
Aku mendongak, sedikit kaget dengan pertanyaannya yang sepertinya belum ingin kujawab itu. aku menatapnya dalam. "Beri aku waktu sedikit lagi, bisakah?" tanyaku dengan pelan, aku takut menyakitinya.
Zan mengangukan kepala, "Tentu Freesia, aku akan menunggu waktu yang kau janjikan itu."
Kami menghabiskan malam selama dua jam hanya untuk saling berbincang, lagi-lagi ingin semakin, semakin dan semakin saling mengenal satu sama lain hingga tidak ada satu pun yang tidak kami ketahui.
Zan adalah pria hangat, semakin ke sini kehagatan itu terasa semakin nyata untukku, pria itu juga merupakan tipe lelaki penyayang keluarga. Selalu membuka tangannya lebar dengan senyuman setiap kali tidak bertemu bahkan hanya beberapa jam saja.
~
Hari ini aku tengah menonton acara gosip yang rutin ditayangkan setiap jam sepuluh pagi. Meski di depan sana tengah ada gosip yang tengah panas-panasnya, aku tidak yakin selama acara itu berlangsung aku selalu menyimaknya sebab di otakku saat ini tengah menampilkan wajah Zan yang tengah tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
FREESIA (Completed)
Short StoryFreesia, gadis penikmat status lajang itu harus menerima nasib akan pernikahan dadakannya dengan pria asing! -oneshoot-