Di antara sela cahaya matahari yang menyilaukan, Hanna tanpa sengaja menatap mata itu. Begitu juga sebaliknya.
Mata Ghufron.
Seakan seuruh dunia membeku, seakan waktu pun berhenti Hanna tak mendengar suara teman-temannya lagi saat itu. Seakan ia bberada di ruang semesta yang penu keheningan. Ada yang membasu hatinya sebasah mata air. Jantung Hanna berdegup kencang, begitu menyadari semuanya.
Adalah dia. Ghufron yang berbulan-bulan lalu namanya telah membuat ia bingung penasaran. Sosok yang dulu sempat menitipkan salamnya lewat sarah. Orang yang pernah membuat Hanna menyerah untuk mengenalnya.
Hanna tak percaya begitu melihat kedua sudut bibir Ghufron yang sedikit tertarik ke atas. Menyimpul senyum cukup tulus bersama matanya yang mencengkramperasaan Hanna. Tersenyum bagai ada sebuah kelegaan bersama langkah kaki yang terus dipacu mengikuti pria di depannya yang tak lain adalah ayah Ghufron itu sendiri.
Cukup tiga detik.
Hanna segera memejamkan mata. Tatapan itu adalah anugerah dari Allah yang tak boleh dinodai dengan tindakan langsung untuk terus melihatnya lagi. Karena tatapan pertama itu anugerah, sedangkan tatapan selanjutnya berarti nafsu.
Hanna memulihkan kesadaran. Semua seakan kembali hidup. Ia kembali mendengar teman-teman yang bercanda ria, mendengar kicauan burung pagi, dan mendengar seruan di sampingnya.
"Hanna, hey, hayo.. liatin siapa?"
"Eh," Hanna tergagap "Apaan, sih. Kagak. Orang sini ngelamun mikir mi goreng kok."
"Serius?"
Semua tertawa, pipi Hanna seketika menyemburat merah. Entah mengapa semenjak sampaian sala berbulan-bulan lalu, ada suatu hal yang berbeda pada dirinya. Hanna mencibir kesal, lantas bangkit dari duduk.
"Katanya mau beli mi? Laper? Ayo, dong. Lama bener."
"Oke-oke... santai."
Hanna segera berbalik, beranjak pergi ke asrama untuk mengambil uang. Sejatinya ia menghindar. Bukan menghindar karena lapar seperti yang ia katakan. Ia menghindar dari seruan makcomblangan mereka. Karena ia takut, ia tahu benar, mungkin seruan itu dapat membuat salah satu dari mereka terluka.
Terluka, cemburu karena kabarnya ia dulu sempat suka dengan Ghufron. Sempat menaruh hati pada Ghufron. Namanya Rona, gadis manis dari seberang pulau yang sebaya dengan Hanna. Dan gadis itu, tadi duduk tepat di sampingnya..
Zakia- teman Hanna sejak kecil, kini ikut berdiri. Berlari mengikuti Hanna. Ia juga lapar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hannania
RandomTentang cinta Tentang perbedaan Tentang ukhuwah Tentang menerima dan melepaskan.