...

107 16 60
                                    


Asha berjalan gontai. Hari ini dia pulang lembur lagi. Bukan. Bukan lembur. Dia tidak menghasilkan apapun dari lemburan nya itu.

Tepatnya dia baru saja melakukan kerja sosial.

Kemeja hitam nya sudah sangat kusut. Peduli apa. Tidak ada yang memperhatikan nya di malam yang dingin di bulan September ini.

September??

Ck. Bulan yang menyedihkan dimana cinta nya menghilang begitu saja.

Menekan sandi pintu apartemen nya, Asha mendengus pelan.

Sialan.

Dia lupa mengganti sandi nya.

"Gak usah yang ribet. Ntar kamu pusing. Kamu kan pikun."

Suara menyebalkan tiba-tiba terngiang di telinga nya.

"Ck. Sialan."

Asha membuka pintu itu lalu membantingnya kasar. Melepas sepatu dan menyimpan nya asal-asalan di rak sepatu.

Asha menghela nafas pelan. Sepi sekali apartemen nya ini. Kalau dulu pasti akan ada seseorang yang  menatap nya datar sambil berpangku tangan, berdiri di tengah ruangan menyambut kepulangan nya. Sedang Asha hanya akan menyengir lebar dengan wajah yang menunduk takut-takut manja. Sosok itu tidak akan banyak bicara. Hanya menyuruh Asha untuk segera mandi sementara dia memanaskan kembali makan malam mereka.

Menggeleng pelan. Itu kenangan yang sudah berlalu. Sekarang fakta nya Asha sendirian di apartemen nya yang sepi. Tanpa kehadiran sosok Orion di samping nya.

"Fuck!!!" maki Asha. Harus nya dia sudah bisa move on. Nyata nya jangankan untuk move on, tiap detik otak nya penuh dengan kenangan saat mereka masih bersama.

Selesai membersihkan diri, pemuda berperawakan manis semampai itu membaringkan diri nya di kasur. Perutnya lapar. Tapi dia begitu malas untuk bergerak lagi. Sekarang pikiran Asha malah berjelajah di antara kenangan beberapa tahun yang lalu, dimana Orion masih memeluk nya begitu hangat dan nyaman di kasur ini.

Tuh kan. Orion lagi.

Asha rasanya ingin menangis saja.

Ukh, kenapa sial sekali dirinya mengenal cinta pertama pada orang yang salah. Satu gender lagi. Orion dan dirinya sama-sama berjangkun dan sama-sama berpenis.

Asha jatuh cinta pada pemuda angkuh, sombong, dan berharga diri tinggi. Di tambah Orion itu sinis dan bermulut pedas. Memang sih Asha akui, Orion itu tampan. Juga berwibawa. Dan juga ..... baik ?? Entah lah Asha berpikir kalau Orion di balik sikap jutek nya itu, dia memang orang yang baik dan penyayang. Mengingat itu Asha jadi senyum-senyum sendiri. Dia pun jadi mengingat saat pertama mereka bertemu. Sungguh menggelikan.

Malam ini Asha tertidur di temani mimpi indah di dalam kenangan nya.

.
.
.

Rapasha-Asha-Josephine pemuda pemilik rambut ikal pirang pudar dan mata se-hijau Green Canyon itu duduk gelisah di bangku penonton. Dia sedang di jadikan tumbal oleh Tolle-sepupunya-untuk ikut menonton konser sebuah band yang sedang naik daun. Seharusnya dia menolak ajakan Tolle kemarin, meskipun dia memang tidak mengeluarkan sepeser pun, tapi kalau akhirnya dia di tinggal begini, mending dia tidur saja di rumah. Omong-omong Tolle sedang sibuk mengantri minta tanda tangan dari idola nya itu.

"Tolle. Akan ku hajar kau nanti." gerutu nya gemas.

"Asha!! Aku sudah selesai. Ayo pulang."

Tolle tiba2 muncul di belakang Asha dengan wajah sumringah, bertolak belakang dengan ekspresi wajah Asha.

Tapi.... sekesal apapun Asha tetap saja tidak bisa menghajar wajah imut Tolle. Lagi-lagi dia hanya bisa menghela nafas pasrah.

Mereka pulang berjalan kaki. Halte bis agak jauh dari tempat konser.

Dulu, ia dan Orion juga suka gila-gilaan melihat konser band kesukaan mereka. Mereka tidak akan segan mengeluarkan uang lebih hanya untuk mendapatkan tempat bagus untuk melihat idola mereka. Itu dulu. Sekarang Asha, sendiri. Tidak ada lagi Orion. Yang ada, hanya dia dan kenangan mereka.

Tolle melirik ragu Asha. Bukan nya dia tidak tahu sepupunya ini marah padanya. Tapi kalau bukan Asha, ayah nya tidak akan mengijinkan nya untuk pergi. Nasib mempunyai seorang ayah yang lebih mempercayai orang lain-dalam hal ini Asha- dari pada anak nya sendiri.

"Asha. Berhenti merajuk. Maapkan aku. Nikmatilah liburan ini." ucap Tolle santai.

"Aku menikmatinya. Hanya aku membenci September."

Tolle hanya menggelengkan kepalanya. Sepupunya ini benar-benar aneh.

"Kau tau Flay Ashton dari divisi 4 ? Ku dengar gadis itu sepupu dekat Orion."

Asha terkejut sampai menghentikan langkahnya. Netra hijau nya menatap horor penuh tanya pada Tolle.

Flay Ashton??

Tentu saja dia kenal, gadis bermata merah delima itu adalah salah satu partner kerja nya, meski bebeda divisi.

"Jangan menatap ku seperti itu, Ash. Aku juga baru tahu. Aku pikir dari pada kau terus bertanya-tanya tanpa kepastian, mungkin ada baik nya kau bertanya pada gadis itu. Satu tahun lebih lelaki itu menghilang. Dan lihatlah dirimu Ash. Kau seolah kehilangan pegangan. Kacau sekali."

Tolle menatap miris pada Asha yang menunduk menahan segala kepedihan nya.  

"Maapkan aku Ash. Aku tau kau kuat. Kau pintar. Kau juga tulus. Tapi sepertinya kau jatuh cinta pada orang yang salah. Kau memberikan cintamu, jiwa mu, impian mu, semua nya pada Orion. Tapi, apa dia juga melakukan hal yang sama pada mu?? Sudah saat nya kau melepas kenangan mu Ash." lanjut Tolle, tangan nya menepuk pelan bahu Asha yang terlihat begitu rapuh. Memeberinya sedikit kekuatan untuk bisa berdiri kembali seperti sebelum lelaki yang bernama Orion itu mengacaukan hidup Rapasha.

.
.
.
.

Tbc..

September (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang