Brianna - 1

34.8K 1.5K 25
                                    

Aku keluar dari ruang guru, tepatnya setelah menemui wali kelasku.

Kehela nafas panjang, rasa takut, kecewa dan juga gelisah menggerogotiku setelah pernyataan singkat dari wali kelasku yang tidak lagi bisa membantuku untuk menunda jatuhnya tanggal pembayaran yang harus aku berikan. Aku sudah menunggak banyak pembayaran dari SPP, buku-buku penting menghadapi ujian dan banyak lainnya, jika ditotalkan sampai berjuta-juta banyaknya sedangkan ekonomi keluargaku tengah sulit, ah sesungguhnya selalu sulit. Hari kemarin kudengar ayah mengeluh karena lagi-lagi juragan yang mempekerjakan ayah hanya memberikan upah sedikit dan habis untuk kebutuhan rumah yang memang apa-apa tengah naik, ibuku yang hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga pun tidak bisa apa-apa. Meski mereka selalu mengatakan hal yang sama,

"Kamu belajar saja yang rajin, jika ada masalah pembayaran katakan saja pada kami dan kami pasti akan mengusahakannya untukmu nak."

Beberapa tahun belakangan keadaan hidup kami seperti terseret arus, terombang-ambing perekonomiannya bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja banyak kurangnya. Hal itu yang membuatku sampai keteteran sekarang, beberapa bulan ini aku berbohong mendapatkan bantuan berupa 'dibebaskan dari pembayaran apa saja' karena tidak tega melihat kondisi kedua orang tuaku jika lagi-lagi harus berhutang, padahal hutang yang lalu-lalu saja belum sanggup kami lunasi. Dan sekarang aku bingung, kemana harus mencari uang? Jika aku beritahu kedua orang tuaku juga tidak memungkinkan, bisa saja mereka akan kepikiran dan stres karena harus membayarnya.

Kulangkahkan kakiku. Jam istirahat masih panjang bukan berarti aku hendak ke kantin, tujuanku adalah perpustakaan, berharap dengan membaca buku rasa laparku hilang. Rasa perih memang selalu aku tahan di jam-jam sekolah, karena aku sendiri tidak pernah membawa uang saku kalau saja membawa bekal aku biasanya hanya membawa dua buah pisang goreng ataupun pisang yang telah masak dari pohonnya.

Aku duduk di pojokan, tempat favoritku dimana tidak ada satu pun orang lain yang bisa melihatku meringis sambil sesekali memegang perut ataupun mendengar gemuruh pada perutku.

Aku mengambil sebuah majalah, jika dalam keadaan lapar hendaknya kita membaca bacaan yang ringan saja, jika terlalu berat maka akan menguras otak dan berujung perut semakin lapar.

Kubuka lembar demi lembar halaman majalah, sepertinya enak sekali menjadi pengusaha apalagi jika hal tersebut didapatkan karena turun temurun, tinggal berjuang untuk meneruskan.

Ah, jadi seleb papan atas pun sepertinya menyenangkan, lelah dibayar dengan upah yang banyak, mungkin jarang terjadi seleb dicurangi dalam hal 'pembayaran', tidak seperti ayah yang sering kali dicurangi oleh juragannya. Sebenarnya aku ini tengah iri atau terlalu mengeluh dengan keadaan sendiri?

Hendak berjualan pun tidak ada modal, pulang sekolah sore hari dan yang lebih memberatkan di sekolah elit ini murid dilarang berjualan di dalam sekolah.

"Loh Aldytha Brianna?"

Aku mendongak saat namaku disebut oleh salah satu guru di sini, akan tetapi kurasa beliau tidak mengajar di kelasku. Penampilan rapi tentu saja merupakan hal wajib bagi para guru di sini.

"Iya pak, saya?" tunjukku pada diri sendiri, heran dengan hal ini. Kupikir tidak satu pun orang di sekolah ini yang hafal dengan namaku, mengingat bahwa namaku sangatlah tidak penting untuk diingat.

"Sedang membaca apa?" tanyanya, aku sedikit terkejut akan pertanyaan yang keluar dari mulutnya. Kupikir guru di depanku ini hendak menyuruhku membelikan sesuatu ke koperasi.

"Hanya majalah," kataku sambil mengangkat majalah yang kubaca. Majalah dengan sampul berwarna merah, yang kupikir serasi dengan isi dari majalah tersebut.

"Tidak ke kantin?"

Aku mulai risih. Bukan karena aku gengsi mengakui bahwa diriku jarang membawa uang saku, tapi aku tidak terlalu suka jika orang-orang terlalu banyak bertanya di saat diriku tengah pusing seperti sekarang. Atau sebenarnya aku ini terlalu sensitif? Sepertinya kekurangan uang bisa membuat seseorang lebih sensitif dan juga gampang terpancing rasa kesal.

BRIANNA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang