"Kapan kamu mau nyusul lho, Ta. Kerjaan udah enak, umur udah cukup, tunggu apalagi?"
Lalita Kinanti hanya tersenyum seadanya menanggapi komentar yang kerap kali ia dengar. Fokusnya kembali hilang diantara sapuan brush make up yang menari di atas wajah kliennya hari itu. Matahari pagi belum menunjukkan semburat warna, tetapi Lalita sudah memulai akhir pekannya di suatu apartemen di sudut kota Jakarta Selatan.
"Mama ah," sela sebuah suara dengan keras.
"Lha, bener kan apa kata mama?" Perempuan paruh baya itu bersikeras seraya mengulas warna merah ke bibirnya dan akhirnya berjalan meninggalkan ruangan tempat mereka berada.
"Thank you ya, Ta," gumam seseorang gadis berparas ayu yang duduk di hadapan cermin. Riasan make up yang bernuansa blush-tone tidak dapat menutupi ekspresi gugup yang ada di wajahnya.
"Enggak usah dididengerin apa kata nyokap gue," bisiknya pelan. Lalita pun tertawa mendengar komentar sahabat kesayangannya itu.
"Lo juga, jangan nervous ya. Still can't believe you're getting married today. Boleh nangis kok, makeup gue tahan air." Lalita meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya dengan erat, berusaha memunculkan senyum di lengkungan bibirnya.
"Lo dateng kan nanti?"
"Iya, tapi kayaknya gue mau ke kantor dulu, ada barang yang ketinggalan disana."
"I see. Anyway Ta...nanti jangan dateng sendirian ya."
"Ah, lo sama aja kayak nyokap lo," gurau Lalita sembari menepuk bahu sahabatnya itu.
"Seriusan, ajak siapa gitu. Cowok bayaran juga boleh. Supaya lo gak ditanya-tanyain terus."
"Lo kira cowok itu go-food? Bisa dipesen kapan aja."
Tawa mereka pun berderai, menutup pagi itu dengan perasaan hangat.
###
Sambil sesekali menguap, Lalita menatap pantulan wajahnya yang terlihat di pintu lift gedung kantor. Wajahnya terlihat kuyu dan mengantuk, semburat warna ungu gelap menghiasi kantong matanya. Genap sudah 3 tahun ia mendalami profesi sebagai MUA—tanpa meninggalkan pekerjaannya sebagai Editorial Secretary di majalah D'Bonair— sehingga tidak asing baginya untuk bekerja di akhir pekan. Permintaan klien yang mengharuskan ia untuk memulai pekerjaannya sedari dini hari membuat Lalita selalu mengenakan pakaian rumahan yang nyaman, berbeda dengan gaya kesehariannya sebagai seorang pekerja di majalah lifestyle. Bahkan menurut kata anak-anak kantor, Lalita kalau mau makeupin orang kayak mau ke Indomaret.
"Kak Lalita? Ngapain disini?" Sebuah suara yang berat memecah perhatian Lalita dari kesibukannya mengambil setumpuk kertas miliknya yang tertinggal di kubikel. Pandangan mata Lalita menangkap sosok pemilik suara tersebut.
"Mau ambil barang yang ketinggalan. Lo sendiri ngapain, Kas?"
Lukas. Lukas Mongkaren. Satu dari beberapa junior-junior yang sedang menjalankan program magang di kantor D'Bonair. Entah kenapa, Lukas selalu bersikeras untuk memanggilnya dengan sebutan Kak, berbeda dengan teman-teman sejawatnya yang kerap dipanggil dengan sebutan Mbak.
"Udah dua hari ini gue nemenin Ardan lembur, tapi si Ardan sialan malah semalem cabut abis ditelpon Mbak Hayyu."
Sontak tawa Lalita pun pecah, membuat Lukas semakin bersungut-sungut akan kekesalannya.
"Dikiranya kita gak tahu mereka mau ngapain apa," gumam Lukas pelan.
"Padahal anak magang kan gak boleh lembur, Kas."
"Kemaren Mas Joni juga bilang begitu." Lukas menjelaskan seraya meregangkan tubuhnya di kursi. "Ini mau pulang kok."
"Gue juga mau pulang."
Bodoh. Lalita tidak tahu kenapa ia mendadak menjawab seperti itu, kesannya seperti ia mengharapkan suatu jawaban istimewa.
Lukas mengedikkan kepalanya seraya memakai jaket motornya. Ia menggigit bibirnya, terlihat berpikir akan sesuatu sebelum berbicara.
"Apartemen lo di Menteng kan, Kak? Mau gue anterin sekalian jalan balik?"
"Boleh."
###
"Kak."
"Ya?"
"Ternyata kalau lo nggak dandan tetep cantik juga."
Konon katanya, Jakarta adalah tempat yang keras. Dimana penghuninya bergegas-gegas, mengejar tercapainya sebuah impian. Lalita tidak pernah tahu kalau kota ini mampu membuat pipinya bersemu merah, saat dirinya dan seorang lelaki melaju di jalanan pagi hari yang kosong, yang masih menyisakan terbitnya harapan di hari yang akan datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparks
RomanceTentang Lalita dan kuas-kuasnya yang menari di atas kulit dan Lukas berserta percikan-percikan yang muncul di hati.