Air Mata Perpisahan

31 1 0
                                    

Sembilan bulan telah berlalu. Bersamaan dengan transisi singkat tenggelamnya matahari, seorang bayi perempuan berhasil didorong keluar, dibantu dengan sedikit tarikan dari sang bidan agar bayi tersebut selamat dan dapat menjumpai ruangan baru tempatnya dilahirkan, walaupun bayi tersebut tidak menyadarinya. Bayi beruntung yang terlahir dengan selamat, sempurna sebagai manusia baru saja dilahirkan oleh seorang ibu yang kurang beruntung. Karena fisiknya yang tidak cukup kuat untuk menahan rasa sakit dan tenaganya yang sudah terkuras habis untuk melahirkan bayi tersebut, dia tidak sadarkan diri.

Perawat dengan cekatan membersihkan sedikit darah dan cairan yang melumuri tubuh si bayi dan membalutnya dengan selendang batik kesukaan Ratna.

Sang bidan, yang kebetulan adalah teman baik Ratna, berusaha memulihkan kembali kesadarannya dengan melakukan serangkaian tindakan kedokteran. Akandra, pada saat yang bersamaan, sedang dihadapkan dengan rasa khawatir yang dengan cepat memenuhi seluruh ruang hatinya. Mengingat beberapa menit sebelum proses persalinan Ratna berkata kepadanya dengan lirih dan suara yang sedikit serak "Apapun yang terjadi nanti, aku tetap mencintaimu dan tolong, jaga baik-baik bayi kita" dan mengakhiri ucapannya dengan satu senyuman yang Akandra tidak tahu, apakah ia dapat memandang senyum itu kembali.

Waktu tidak berhenti ketika rasa khawatir sudah memenuhi hati Akandra. Pada waktu yang bersamaan, dari jarak kurang dari satu meter, si bayi yang belum dinamai tersebut menangis begitu keras, memenuhi langit-langit ruangan yang berwarna putih dengan bercak noda di bagian pojoknya.

"Tolong, biarkan aku menyentuhnya" keajaiban terjadi, suara lirih yang hanya terdengar oleh bidan berhasil keluar dari mulut Ratna yang keadaannya masih memprihatinkan. Mega, sang bidan, tidak percaya dengan hal tersebut.

Sang bidan bersikap profesional dengan menyembunyikan rasa ragunya dan tetap memberikan pelayanan moral kepada pasangan tersebut dengan ikut merasa lega.

"Ratna.." Akandra yang sedang dimabuk kekhawatiran seketika girang melihat Ratna sedikit membuka matanya.

"Mas.." Ratna tersenyum kepada Akandra, lunglai.

Perawat memberikan bayi yang ia gendong kepada Ratna. Akandra menaikkan bagian atas pada ranjang agar posisi tubuh Ratna memudahkannya menggendong bayi tersebut.

Bayi tersebut seketika tersenyum kepadanya, setelah selama lima menit menangis.

"Dia cantik seperti ibunya" Akandra mendekati Ratna yang sedang meneteskan air matanya, menetesi tubuh si bayi.

"Dia kuat seperti ayahnya" Ratna tersenyum bangga dengan anaknya sekaligus berterima kasih kepada Akandra karena telah menjadi suami yang baik "Siapa namanya Mas ?" tambahnya.

"Aku memberinya nama..." sembari melihat ke luar jendela, "...Senja, karena dia lahir saat matahari tenggelam. Dan ya, aku berharap dengan nama ini dia akan menjadi pribadi yang memberikan kenangan indah pada orang lain. Kalau kamu ?"

"Rissatria, Senja Rissatria. Aku ingin dia menjadi seseorang yang lembut"

"Kau memang pintar Ratna" Akandra mencium kening Ratna yang berkeringat "Selamat datang Senja" tambahnya sembari menoleh ke arah bayi yang baru lahir tersebut.

Fey, yang belum terlalu paham dengan apa yang sedang terjadi hanya dapat berdiam diri memandangi apa-apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang di depannya, dia lebih suka menikmati gendongan perawat daripada ikut terhanyut suasana haru di sekelilingnya.

"Mas... terima kasih atas semua yang sudah kamu berikan..." Ratna membelai pipi Akandra "...Tuhan hanya memberikan kesempatan kepadaku untuk memberinya nama" lanjutnya dengan suara yang tiba-tiba serak, raut wajahnya semakin pucat.

"Apa maksudmu Ratna ? Aku mencintaimu dan aku suka melakukan apapun untukmu" setengah tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Ratna, Akandra juga tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Sang bidan yang lebih tahu dari Akandra, sudah mengira bahwa hal ini akan terjadi. Mustahil bagi Ratna untuk tetap hidup dalam keadaan tersebut, dia mengalami pendarahan hebat sesaat setelah melahirkan tadi. Apa yang membuatnya untuk sesaat dapat sadar kembali adalah keajaiban. Sang bidan hanya dapat menahan tangisannya dengan kembali melakukan serangkaian tindakan medis, lengkap dengan selang-selang yang sudah ia siapkan.

"Tidak Mega, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, aku harus menepati janjiku kepadaNya" Ratna menampik tindakan medis dari bidan dengan menahan tangannya.

"Mas... Aku akan selalu ada di sisimu, tolong jaga Senja dan Fey. Terima kasih.. terima kasih.. terima kasih" lirih, Ratna mengucapkannya sembari membelai kepala putrinya yang baru saja ia lahirkan dan mengucapkan selamat tinggal melalui senyuman terakhirnya.

"Ratna.. Tolong jangan pergi ! Hei, kita baru saja punya anak baru, tolonglah" Akandra berusaha membangunkan Ratna yang sudah memejamkan matanya.

Monitor menunjukkan garis lurus disertai dengan suara datar yang semakin membuat Akandra resah. Akandra menoleh ke arah monitor tersebut, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Dia memohon kepada Mega untuk memulihkan Ratna kembali, sama seperti yang ia lakukan beberapa menit yang lalu.

"Dok.. bagaimana ! Tolong lakukan sesuatu !"

"Maafkan aku Akandra, aku tidak bisa, aku benar-benar minta maaf, aku sudah berusaha semampuku"

Tidak ada harapan lagi. Tangisan Akandra pecah seperti halnya bendungan yang jebol diterpa tsunami, diiringi oleh tangisan kedua anaknya, Fey dan Senja. Hatinya remuk, dia masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Seketika, kenangan-kenangan indah bersama Ratna muncul di dalam benaknya, bersamaan dengannya yang tak kuasa menahan tangis, masih berusaha membangunkan Ratna. Pandangan-pandangannya akan hari-hari esok bersama Ratna mengurus kedua anaknya, seketika raib, semuanya telah pudar, terhapus oleh air mata yang membasahi hampir seluruh wajahnya. Dunianya yang indah, seketika berubah menjadi dunia yang ia tidak ingin hidup di dalamnya. Namun karena Ratna memohon kepadanya agar ia menjaga Fey dan Senja, ia berusaha menghibur dirinya dengan melihat ke arah dua anaknya, namun sama saja, hal tersebut malah membuatnya semakin merasa kehilangan dan membuat air matanya semakin tak terbendung.

Akandra merasa semua ini akan adil jika ia dapat memberitahu Ratna apa yang harus Ratna tahu, dengan satu kalimat yang mewakili seluruh perasaannya yang tak terbilang, Aku tidak bisa hidup tanpamu Ratna.

-----

Udara di dalam ruang persalinan semakin sesak dengan tangisan yang memenuhinya. Akandra tidak bisa melupakan malam ini, ketika Ratna memberikan senyuman terakhirnya. Tetapi memang begitulah, manusia hanya bisa berharap dan berusaha, itu pun tidak akan menghentikan roda kehidupan yang terus berputar. Nestapa, adalah kesan terakhir yang Akandra dapat hari ini, lengkap dengan tanggung jawab yang lebih besar. Dan kesan yang sama juga didapat oleh Senja sebagai kesan awalnya setelah ia memiliki nama, karena ia harus menjalani hidupnya tanpa seorang ibu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fajar dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang