Sebuah Rahasia

42 7 5
                                    

Rahasia, tetaplah berada di kesunyian tak bernama......

Biar waktu menyibak misterinya dengan cara bijaksana.....

Semburat warna jingga menghiasi langit sore. Aroma debu bercampur air menggenang di sekitar gubuk sederhana. Di sekelilingnya berdiri bangunan rumah-rumah berhimpitan satu sama lain. Para penjaja somay dan aneka jajanan pasar mulai pulang kembali ke sebuah perkampungan padat penduduk yang letaknya tidak jauh dari pusat kota.
Sebelum rumah baca ini ada, usai pulang sekolah anak-anak ini hanya menerbangkan mimpi-mimpi melalui seutas layang-layang. Sementara orang tua mereka bergelut dengan panas di pinggiran kota. Mencari rejeki sebagai penjual makanan pasar, tukang becak, dan berbagai pekerjaan yang menguras banyak tenaga namun menuai pendapatan yang tak seberapa. Beberapa mahasiswa pecinta buku berusaha mengambil alih waktu senggang anak-anak ini sebelum masa mereka terpaksa dirampas keburukan lingkungan yang kian hari kian mengancam. Anak-anak itu bukannya tidak bersekolah. Rumah baca itu sengaja dibuat agar denyut-denyut kebaikan tertanam dalam keringnya jiwa terbawa rutinitas dunia.

Rumah baca Daisy seperti cahaya bagi mereka yang terkungkung dalam kegelapan, ia juga seperti mata air yang menyejukkan lingkungan sekitar. Di sana beragam buku bacaan anak-anak yang terkumpul dari teman-teman kampus , tentu saja Daisy tak sendiri. Rumah baca ini ia buat bersama teman-teman fakultasnya. Di sini mereka belajar mengaji, membuat aneka kerajinan, dan menjelajahi jutaan aksara yang telah tertata rapi di rak-rak.

"Sekian untuk hari ini, besok jangan lupa datang lagi ya. Ajak teman-teman yang lain karena besok kita akan membuat tas dari baju bekas" Senyum tulus itu merekah.

"Berarti besok kita bawa baju bekas kak?" tanya salah seorang anak.

"Baju bekasnya sudah di siapkan kakak-kakak yang lain. Jadi tidak perlu membawa baju bekas sendiri. Makanya teman-temannya diajak ya biar tambah seru"

Daisy lantas pulang membawa setangkup bahagia, sedang sepasang mata yang mengamatinya dari kejauhan tetap berada di tempat. Ia berusaha mencari objek lain yang akan ia ambil bersama semburat warna jingga yang menghiasi langit.

Di sebelah barat perkampungan itu berdirilah sebuah kompleks perumahan. Daisy menghentikan sepeda motornya sejenak tepat di gerbang kompleks perumahan itu. Rasa ibanya muncul saat melihat seorang ibu terjatuh tidak jauh darinya, ia jadi teringat mamanya di rumah.

"Ibu, mau kemana? Mari saya antar" ajaknya halus.

"Rumah ibu dekat kok, terimakasih malah merepotkan." Jawabnya.

"Tidak apa-apa bu, sepertinya kaki ibu terkilir. Daripada nanti jadi tambah bengkak, mari saya antar" Daisy sedikit memaksa.

Akhirnya ibu itu menurut, membonceng di belakang Daisy. Sudah dua bulan gadis ini tak pulang ke rumah. Apa kabar mama pikirnya.

Gadis berhati halus ini melaju dengan iringan rintik hujan. Khawatir dengan ibu yang membonceng di belakangnya, ia hampir saja menghentikan sepeda motornya untuk mengambil jas hujan yang sudah ia siapkan.

"Rumah ibu masih jauh tidak? Kita pakai jas hujan dulu sebentar ya bu" ucap Daisy sembari mengurangi kecepatan.

"Rumah ibu sudah kelihatan, dua rumah di sebelah kanan kita"

Perempuan setengah baya itu menunjuk ke arah rumahnya. Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh, bisiknya. Daisy membantu membawa barang bawaan ibu itu memasuki rumahnya, rumah sederhana yang tampak sepi. Tanpa dia sadari deretan hari menantinya untuk sering datang ke rumah ibu itu. Entahlah, langkahnya selalu terasa mudah untuk meluangkan waktu-waktu luangnya di sana. Meski ibu itu menyambutnya bahagia tetap saja ia harus membungkus dilema yang diam-diam ia sembunyikan.

Rahasia DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang