Sederhana bukan berarti tak punya apa-apa.
Bahkan ia lebih kaya dari arti kaya itu sendiri.
Ria mengingat-ingat kebodohannya, penyesalan dengan mudah merampas rasa bahagia. Ia harus menata ulang hidupnya, membenahi lembaran-lembaran putih agar kembali bersih dari segala noktah.
Semua berawal saat sore hari, aroma moccachino menyeruak menusuk-nusuk hidung dua gadis yang sengaja menepi di sebuah Coffee Shop saat hujan deras membelah jalanan yang mereka lalui. Menyeruput mocccachino di kala hujan ditemani beberapa camilan kue-kue kering menjadi kegiatan favorit Ria, berbeda dengan Daisy yang sudah merasa bahagia di dalam kamar dengan sebuah novel romance ditangannya. Saat pulang dari kampus dan mendung menggelayuti langit ia selalu bersegera untuk mengarahkan mobilnya ke sebuah Coffee Shop ternama, ia tak mau ke tempat lain. Hanya sesekali ia mau mendatangi Coffee Shop lain sebagai alternatif saat Coffee Shop mewah itu sedang tutup.
Di luar hujan meninggalkan gerimis dan hembusan angin. Ria dan Daisy duduk berhadapan dekat dengan jendela kaca yang mengarahkan pemandangan ke taman kota. Seperti biasa Ria membuka laptopnya sembari memanfaatkan free wifi yang ditawarkan untuk semua pengunjung, sedangkan Daisy merasa bersyukur telah mengikut sertakan novel kesayangannya ke dalam tas. Itu sudah cukup membuatnya nyaman dari pada tak melakukan apapun.
"Des, kalau aku pakai blazzer warna pink, terus bawahannya jins biru tua pantes nggak?" Ria membuka percakapan. Daisy masih membayangkan blazzer warna pink yang dimaksud sahabatnya. "ini blazzer yang ku maksud" ia menyodorkan laptopnya kearah Daisy seperti mengerti betapa sulitnya mengimajinasikan blazzer yang di maksud Ria.
"Bagus kok" ia mengangguk
"Kalau long dress yang warna biru muda itu gimana?" ia bertanya lagi. Daisy hanya melihat sesaat pada layar monitor yang memperlihatkan model long dress berwarna bitu muda. Tak lama anggukkan kedua tanda persetujuan ia perlihatkan. Ria tersenyum anggun. Jari-jari lentiknya terampil menekan tuts keyboard laptop dihadapannya.
***
Daisy menyegarkan badan setelah padatnya aktivitas yang menguras tenaga. Ah, ia teringat bukunya tertinggal di dalam kamar Ria usai bediskusi tentang tugas kuliah sepulang dari Coffee Shop. Segera saja ia mengetuk pintu kamar sahabatnya yang bersebelahan dengan kamarnya.
"Buku ku tadi ketinggalan di tas mu deh?" alis indahnya naik.
"Eh, iya aku lupa" perempuan yang lebih tinggi darinya itu tersenyum.
Daisy memerhatikan tumpukan baju baru di meja belajar Ria.
"Kamu jualan baju sekarang?" tanya Daisy sekenanya.
"Nggak, kok ini cuma nambah koleksi aja" Jawabnya singkat
Daisy meng-O lalu kembali ke kamarnya, walau ada keganjilan ia rasa. Belum sampai Daisy menutup pintu kamarnya, Ria sudah memanggilnya.
"Dess, ini kan malam minggu, kamu juga nggak ada acara kemana-mana kan?" tanyanya lembut.
Ia memutar badannya mengangguk tanda membenarkan ucapannya "Kenapa?" Daisy penasaran
"Temenin aku belanja bulanan ya..."
"Boleh," jawabnya datar. "habis sholat isya' aja ya" lanjutnya.
Baru dua minggu ini Daisy pindah satu kontrakan dengan Ria dan selama itu pula ia dibuat pusing tujuh keliling. Gadis yang memutuskan untuk berhijab sejak kelas dua SMA itu menghela nafas diiringi istighfar. Baru satu jam di mall, belanjaannya sudah berkantong-kantong plastik. "Mumpung harganya lagi murah, hand and body lotion-nya beli yang 500 ml 3 botol sekaligus, terus yang ukuran 250 ml dua aja biar bisa dibawa kemana-mana" tangan memasukan lima botol body lotion beda ukuran ke dalam troley.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Daisy
Non-FictionHijrah merupakan kata sederhana, namun tak mudah untuk menapakinya tanpa balutan iman yang kokoh di dalam jiwa. Segala keputusan sudah pasti memiliki konsekuensi. Termasuk saat meniti jalan menuju Ilahi, pasti Alloh akan mendatangkan ujian karena Ia...